Jokowi Teken UU Ekstradisi Buronan, Penjahat Tak Bisa Lagi Kabur ke Singapura

Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan, hadirnya UU Ekstradisi Buronan ini makin menutup ruang gerak para pelaku kriminal di Indonesia. Para penjahat tak lagi bisa kabur dan menyembunyikan hasil kejahatannya di Singapura.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 19 Jan 2023, 13:27 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2023, 13:25 WIB
DPR Sahkan RUU Ekstradisi Buronan RI-Singapura
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khaerul Saleh menyerahkan hasil pendapat fraksi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly saat rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Kamis (15/12/2022). DPR RI mengesahkan RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan menjadi Undang-Undang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatangani Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura tentang Ekstradisi Buronan pada 13 Januari 2023. Langkah Presiden Jokowi ini mendapat dukungan dari Komisi I DPR RI.

Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono mengatakan, hadirnya UU Ekstradisi Buronan ini makin menutup ruang gerak para pelaku kriminal di Indonesia. Pasalnya, para pelaku kriminal sering menjadikan negara Singapura sebagai tempat pelarian dan tempat pencucian uang mereka usai melakukan tindakan pidana di Indonesia.

“Dengan adanya undang-undang ini semakin menutup ruang gerak para kriminal ataupun mereka yang telah melanggar undang-undang untuk bisa segera ditangkap,” kata Dave kepada wartawan, Kamis (19/1/2023).

Selama ini, kata Dave, warga negara Indonesia dipermudah masuk ke Singapura tanpa menggunakan visa, juga waktu tinggal dibebaskan bisa sampai satu bulan lebih. Oleh sebab itu, lewat UU Ekstradisi Buronan ini bisa menutup ruang gerak para pelaku kejahatan untuk bebas melenggang usai melakukan tindakan kriminal.

“Awalnya mereka lari itu karena memang seperti dijelaskan bahwa mudah untuk orang Indonesia masuk ke sana tanpa membutuhkan visa dan juga bebas tinggal selama satu bulan lebih,” ujarnya.

Politikus Partai Golkar ini berharap dengan adanya UU Ekstradisi ini bisa mempermudah komunikasi antara aparat penegak hukum Indonesia dengan Singapura dalam menangkap para pelaku kriminal, baik itu korupsi ataupun kejahatan lainnya yang hendak kabur ke Singapura.

“Dengan adanya perjanjian ini kita harapkan akan semakin intens komunikasi antara sesama lembaga aparat penegak hukum untuk melakukan pengajaran dan juga menunjukkan bagi mereka yang melarikan diri dan juga melarikan asetnya,” ucapnya.

Dijelaskan Dave, kerja sama ini juga menjadi cara tepat yang dilakukan Presiden Jokowi untuk menyelamatkan aset negara yang dicuri. “Kenapa karena selain menangkap fisik juga adalah hasil curian mereka itu kembali dijarah untuk dikembalikan ke negara atau ke masyarakat,” jelasnya.

 

Penegak Hukum Harus Serius Jalankan Amanat UU

Dua Kubu Golkar Rebutan Ruang Fraksi
Dave Laksono anggota Partai Golkar dari kubu Munas Ancol memberikan keterangan kepada awak media terkait kisruh perebutan ruang fraksi di kantor fraksi P.Golkar, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jum'at (27/3/2015). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Dave pun berharap aparat penegak hukum serius melaksanakan amanat UU yang sudah diteken oleh Presiden Jokowi demi menyelamatkan aset-aset negara dari para pelaku kriminal.

“Apakah ini akan berhasil atau tidak tentu ini tergantung dari seberapa keseriusan aparat penegak hukum dalam melaksanakan amanat undang-undang ini. Tentu perlu progres dan juga turunan-turunannya dari pada peraturan ini, sehingga permasalahan teknis itu bisa segera terselesaikan,” harapnya.

“Nah kembali lagi akan political will daripada masing-masing instansi, dan juga individu untuk benar-benar melaksanakan tugasnya sehingga semua peraturan tempat benar-benar terselesaikan,” tandasnya.

Sebelumnya, UU tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa pertimbangan, di antaranya, terkait dengan perkembangan teknologi transportasi, komunikasi, dan informasi yang semakin canggih sehingga memudahkan lalu lintas perpindahan manusia dari satu negara ke negara lain.

Dengan pertimbangan itu, kedua negara memahami bahwa hal tersebut membuka peluang bagi tersangka atau pelaku tindak pidana untuk melarikan diri dari proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, serta pelaksanaan pidana dari negara tempat tindak pidana dilakukan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya