Liputan6.com, Jakarta Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyebut masih ada pihak yang berupaya menunda Pemilu 2024.
"Mudah-mudahan Pemilu 2024 sesuai agenda dan sesuai jadwal. Sebab masih ada juga ada yang ingin dalam tanda kutip untuk menunda pemilu tahun 2024 ini," ujar Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid kepada bakal calon legislatif PKB yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (21/2/2023).
Baca Juga
Selain itu, kata Jazilul, ada satu lagi kekhawatiran dengan adanya gugatan sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos caleg di Mahkamah Konstitusi. Penggugat ini menginginkan sistem proporsional tertutup atau coblos partai diberlakukan kembali.
Advertisement
"Namun PKB sudah siap dan bahkan hari ini masih ada uji judicial review di MK menyangkut sistem proposional tertutup dan sistem proposional terbuka," ujar Jazilul.
Menurut Jazilul, akan menjadi beban bagi PKB yang sudah menyiapkan para calegnya. Karena sistem proporsional tertutup membuat caleg tidak lagi bertarung di pemilu.
"Tentu itu juga menjadi beban kepada LPP jika nanti MK memutuskan tertutup. Sebab para calon ini yang sudah dites ini akhirnya kembali ke nomor urut. Jadi kompetensi dan lain-lain tidak penting ketika nomor urut itu dilakukan atau dengan sistem tertutup," ujarnya.
PKB Harap-Harap Cemas
Wakil Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) PKB Syaiful Huda mengaku cemas apabila hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan perubahan sistem proporsional terbuka (coblos caleg) menjadi proporsional tertutup (coblos partai).
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutuskan hasil uji materi sistem Pemilu 2024. Sebelumnya, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku menerima informasi bahwa sistem pemilu akan disahkan menjadi sistem coblos partai.
"Kami sendiri sedang menunggu harap-harap cemas juga. Karena posisi PKB tetap ingin ini (Sistem Pemilu) terbuka," kata Huda pada wartawan, Senin (20/1/2023).
Huda menduga pernyataan Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyebut dugaan akan dikabulkannnya gugatan terhadap sistem proporsional terbuka karena SBY mendapat bocoran informasi hakim MK.
"Yang ada 9 orang mungkin Pak SBY dapat bocoran yang kira-kira komposisinya dari 9 masih banyak yang setuju tertutup, artinya yang setuju kalah kalo divoting dan seterusnya, mungkin bisa saja kalo bocoran informasi bisa saja," ucapnya.
Menurut Huda, sistem proporsional tertutup sangat berpotensi membuka konflik baru di internal parpol.
"Dampaknya cukup kompleks memang, kompleksitasnya misalnya potensi partai kepengurusan dari tingkat kabupaten, provinsi pusat pasti akan menjadi sentrum konflik baru," imbuhnya.
Reporter: Ahda Bayhaqi/Merdeka
Advertisement