DPR soal RUU Perampasan Aset: Naskah Akademik Belum Dikirim, Dibilang Menghalangi

Menko Polhukam Mahfud Md meminta DPR mendorong pembahasan RUU Perampasan Aset. Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyatakan tidak pernah ada undang-undang yang diajukan pemerintah yang dipersulit oleh parlemen.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 06 Apr 2023, 10:52 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2023, 10:30 WIB
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani. (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Liputan6.com, Jakarta Menko Polhukam Mahfud Md meminta DPR mendorong pembahasan RUU Perampasan Aset. Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyatakan tidak pernah ada undang-undang yang diajukan pemerintah yang dipersulit oleh parlemen.

"Mana Undang-undang apa sih yang diajukan pemerintah tidak dibahas oleh DPR? Cipta Kerja yang begitu banyak (penolakan) aja DPR-nya iya aja, yang mana Undang-undang DPR enggak mau," kata dia di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (5/3/2023).

Arsul mengingatkan RUU Perampasan Aset adalah RUU usulan pemerintah. Sehingga DPR dalam posisi menunggu naskah akademik dari pemerintah sebelum pembahasan.

"Sebagai RUU insiatif pemerintah, artinya apa. Artinya naskah akademik dan naskah RUUnya harus pemerintah yang menyiapkan, setelah disiapkan, diedarkan di kementerian lembaga terkait, semua sudah paraf, disampaikan kepada Presiden, Presiden menyampaikan ke DPR, kalau tidak dibahas oleh DPR, baru DPR-nya dimaki-maki, memang mau menghalangi ini," jelas dia.

Politikus PPP itu menyebut, DPR seharusnya tidak bisa disalahkan karena belum membahas RUU tersebut, sebab pemerintah pun belum mengirimkan naskah akademik.

"Wong sekarang naskahnya ada di mana aja posisinya enggak jelas kok, dibilang DPR-nya enggak mau bahas atau menghalang-halangi, iki opo iki? Gitu loh, jadi jangan ada dusta di antara kita. Jangan ada dusta di antara kita," ungkap Arsul.

Dia justru mempetanyakan balik pemerintah yang sering menolak RUU usulan DPR, sebab pihaknya lebih sering menerima usulan pemerintah daripada menolak.

"Kita terus terang ingin bertanya, RUU mana yang diajukan oleh pemerintah yang DPR menolak untuk membahas? Yang ada adalah RUU yang diajukan DPR yang pemerintah menolak untuk bahas, contoh RUU larangan minuman beralkohol yang diajukan PPP, RUU Perkelapasawitan, RUU pertembakauan, harusnya sekrusial apapun, bahas," pungkasnya.

 


Bambang Pacul Disoroti

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Bambang Wiryanto alias Bambang Pacul menjawab permintaan Menko Polhukam Mahfud Md untuk membantu kelancaran pembahasan RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

Menurut dia, nasib dua RUU itu bergantung dari restu dari para ketua umum partai politik yang berada di parlemen.

"Republik di sini nih gampang Pak di Senayan ini. Lobby-nya jangan di sini Pak. Ini di sini nurut bosnya masing-masing," kata Pacul dalam rapat Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).

Pacul menyebut meski anggota Dewan kerap sangat di meja rapat, namun apabila Ketum ya memerintahkan untuk berhenti maka otomatis anggota Dewan akan berhenti.

"Di sini boleh ngomong galak, Pak. Bambang Pacul ditelepon Ibu, Pacul berhenti, Ya sudah laksanakan," kata Pacul.

Selain itu, terkait RUU pembatasan uang kartal, Pacul bisa menjawab sendiri bahwa hal itu sulit. Sebab, tak mungkin wakil rakyat membagikan uang dengan e-wallet.

"Kalau pembatasan uang kartal pasti DPR nangis semua. Kenapa? Masak dia bagi duit harus pakai e-wallet. E-walletnya cuman Rp 20 juta lagi. Enggak bisa Pak. Nanti mereka enggak jadi lagi. Loh saya terang-terangan ini," kata dia.

Meski demikian, nasib RUU RUU Perampasan Aset masih ada harapan, menurut Pacul, nasibnya bisa dibicarakan dengan para ketum parpol.

"Mungkin Perampasan Aset bisa, tapi harus bicara dengan para ketum partai. Duduk. Kalau di sini enggak bisa," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya