Praktik Aborsi di Jakpus Cuma Modal Alat Vacum: Setelah Disedot, Janin Dibuang ke Kloset

Polres Metro Jakarta Pusat berhasil mengungkap bisnis ilegal praktik aborsi yang dijalankan oleh tiga orang pelaku. Bahayanya, usaha itu dijalankan dengan modal pengalaman dan alat sederhana tanpa bekal pengalaman medis.

oleh Jonathan Pandapotan Purba diperbarui 29 Jun 2023, 08:00 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2023, 08:00 WIB
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta - Polres Metro Jakarta Pusat berhasil mengungkap bisnis ilegal praktik aborsi yang dijalankan oleh tiga orang pelaku. Bahayanya, usaha itu dijalankan dengan modal pengalaman dan alat sederhana tanpa bekal pengalaman medis.

Demikian fakta itu diungkap Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Komarudin terhadap tiga pelaku yang menjalankan bisnis ini. Yakni, SN dan NA selaku eksekutor yang menggugurkan janin bayi. Lalu SM selaku sopir yang bertugas mengantar jemput pelanggan.

"Kalau kita liat dari latar belakangnya yang bersangkutan bukan seorang petugas medis atau bukan seorang yang memiliki pengalaman medis," kata Komarudin kepada wartawan, dikutip Kamis (29/6).

Bahkan, Komarudin mendapatkan keterangan sementara kalau SN selaku otak di balik bisnis aborsi ini, hanya bermodalkan pengalaman dimana dirinya sempat bekerja sebagai asisten di tempat praktik aborsi lainnya.

"Kami sedikit menyimpulkan bahwa sebelumnya yang bersangkutan ini SN ini asisten. Akan kita kejar dia asisten dimana (pelaku lain) akan kita buru," ucapnya.

Pasalnya dari hasil penggerebekan yang dilakukan petugas pada Rabu (28/6) kemarin, terlihat kalau bisnis yang dijalankan ketiga pelaku ini hanya berbekal alat sederhana, bukan alat-alat profesional medis.

"Dari sini alat-alatnya sangat-sangat minim, sederhana bukan seperti alat-alat di klinik kedokteran. Di sini hanya alat-alat sedotnya hanya menggunakan vakum terus ada beberapa alat suntik," sebutnya.

"Juga obat-obatan yang bisa dibeli di apotik dengan bebas. Obat antibiotik, obat anti nyeri. Kemudian sarana yang ada itu cuma vakum ya. Jadi disedot menggunakan vakum setelah itu dibuang di dalam kloset," tambah dia.

Oleh karena itu, Komarudin menegaskan penyelidikan saat ini akan menyasar ke pihak-pihak yang memiliki peran besar kepada ketiga pelaku.

"Harus kita tindaklanjuti untuk mengantisipasi kalau memang sebelumnya bahwa pelaku ini ikut membantu di tempat yang lain itu akan kita kembangkan," ungkapnya.

Jalankan Bisnis Aborsi

Meskipun terbilang sederhana, ia mengakui jika para pelaku ini menjalankan bisnisnya bisa dengan rapi. Pemasaran lewat media sosial dengan memasang konten NA sebagai dokter untuk nantinya bisa dihubungi oleh calon pelanggan.

Setelah itu, calon pelanggan akan dijemput SM selaku sopir sesuai lokasi yang dijanjikan. Dimana, SM akan secara bergiliran menjemput dan mengantar pulang setiap pasien sehingga tidak menimbulkan kecurigaan warga sekitar.

"Makanya tadi kita cek untuk pembuktian beberapa kali dia dalam satu hari mengantar jemput penumpang. Karena sistemnya bukan jemput sekali, tidak. Jadi satu hari itu di dalam mobil bisa 3-4 orang jadi dia keliling jemput antar ke sini nanti pulangnya diantar lagi," tuturnya.

Amankan 4 Pasien Aborsi

Selain pelaku yang berpraktik dalam usaha aborsi, ada juga empat wanita yang merupakan pasien hendak melakukan aborsi. Mereka yakni, J, AS, dan RV, yang didapati polisi habis menjalani aborsi, lalu IT adalah pasien yang baru datang.

Adapun ketujuh orang yang diamankan sampai saat ini masih dalam proses penyelidikan oleh petugas, dengan status belum sebagai tersangka, karena masih mendalami keterlibatan dari mereka.

"Yaini masalah aborsi termasuk orang-orang yang menyuruh melakukan. Dari keterangan yang kami dalami, kami mengamankan saat ini ada 7," katanya.

Dimana SN dan NA turut memasang tarif sekitar Rp2,5-8 juta tergantung usia dari pasien. Sementara SM mendapatkan upah sekitar Rp500 ribu sehari untuk tugas mengantar jemput pelanggan.

Dengan tarif biaya aborsi yang dipatok paling minimal sebesar Rp2,5 juta, diketahui jika rumah aborsi ini dalam satu bulan setidaknya telah menerima sekitar 50 pasien wanita. Dari sana, bisa dikalkulasikan bisnis haram itu minimal meraup untung sekitar Rp125 juta atau lebih dalam satu bulan.

"Dari pengakuan sementara, pelaku bahwa selama kurun waktu 1 bulan, sudah kurang lebih sekitar 50-an wanita yang sudah menggugurkan kandungan di sini melakukan aborsi," katanya.

Sumber: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com

 

Infografis tingkat kriminalitas indonesia
Aksi penganiayaan terus bertambah (liputan6.com/abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya