Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengaku telah mengantongi data kasus Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi. Dia mengatakan kasus PPDB memang terjadi di hampir semua daerah, namun jumlahnya tak banyak.
"Kalau kita lihat level kasusnya masih sporadis ya. Saya sudah punya data, ya ndak banyak-banyak amat kasusnya itu, hanya memang menyebar hampir seluruh daerah ada kasus," kata Muhadjir Effendy di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Menurut dia, kasus PPDB seharusnya bisa diselesaikan di masing-masing daerah, tak perlu sampai pemerintah pusat. Muhadjir pun meminta pemerintah daerah cermat dalam membuat perencanaan PPDB itu agar pelaksanananya tak terlalu mepet dengan penerimaam siswa baru.
Advertisement
"Begitu juga dengan SMA, mestinya kan juga anak yang sekarang kelas 3 di lokasi itu terutama kan sudah tahu akan menjadi calon siswa SMA dimana, sehingga kalau ada masalah-masalah yang belum selesai itu bisa diselesaikan jauh-jauh hari sebelum PPDB," jelasnya.
Terlepas dari praktik kecurangan dalam proses PPDB, Muhadjir menyebut hal tersebut menandakan ada persepsi di masyarakat bahwa kualitas pendidikan belum merata. Hal ini, kata dia, menjadi tugas pokok pemerintah daerah untuk segera meratakan kualitas pendidikan di daerahnya.
"Kalau sudah merata dan persepsi masyarakat juga sama bahwa ini sekolah di mana pun ini sama, saya kira enggak ada masalah sepertinya," ucap Muhadjir.
Diduga Terjadi Kecurangan PPDB Jalur Zonasi
Seorang warga mengamuk di depan SMAN 2 Bekasi, Kayuringin Jaya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat. Pria bernama Budi Ariyanto itu emosi lantaran sang anak tak lolos jalur zonasi, meski rumahnya berdekatan dengan sekolah.
Budi yang datang seorang diri, meluapkan amarahnya atas hasil PPDB SMAN 2 Bekasi yang dinilai banyak kecurangan.
Warga Kampung Kayuringin RT 05 RW 16 itu tak terima anaknya gugur jalur zonasi, sementara sejumlah anak yang rumahnya lebih jauh, dinyatakan lolos.
"Anehnya, anak-anak yang diterima hari ini melalui jalur zonasi adalah yang jelas-jelas rumahnya 60 sampai 100 meter di belakang rumah saya, bahkan ada yang lebih jauh lagi. Anak-anak itu nantinya kalau mau bersekolah lewat depan rumah saya. SMA 2 kan di ujung sana, ibaratnya di depan mata, kenapa anak saya ditolak," katanya saat ditemui Liputan6.com, Kamis 13 Juli 2023.
Budi menuturkan, telah terjadi dugaan kecurangan atas pendaftaran anaknya yang dilakukan pihak sekolah.
Advertisement