Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang Den Yealta (DY), tersangka kasus dugaan korupsi penetapan barang kena cukai di Pelabuhan Bintan, Tanjungpinang.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan Tersangka DY selama 20 hari pertama terhitung 11 Agustus 2023 hingga 30 Agustus 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya, Jumat (11/8/2023).
Baca Juga
Asep mengatakan, kasus yang menjerat Den Yealta berawal saat dia diangkat menjadi Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang sejak 23 Agustus 2013.
Advertisement
Kemudian pada Desember 2015, Ditjen Bea dan Cukai mengirimkan surat resmi perihal evaluasi penetapan barang kena cukai (BKC) ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Evaluasi berisi antara lain teguran pada Badan Pengusahaan (BP) Bintan terkait jumlah kuota rokok yang diterbitkan BP Bintan.
Asep mengatakan, BP Bintan, termasuk BP Tanjungpinang ditahun 2015 menerbitkan jumlah luota rokok melebihi dari yang seharusnya. Dimana sesuai ketentuan besaran kuota rokok hanya sebesar 51,9 juta batang sedangkan besaran kuota rokok yang diterbitkan sebesar 359,4 juta batang dengan kalkulasi selisih sebesar 693 %.
Selama Den Yealta menjabat, realisasi jumlah kuota hasil tembakau telah melebihi kebutuhan wajar setiap tahunnya dengan ditandatanganinya 75 SK kuota. Kebijakan tersebut menguntungkan berbagai perusahaan pabrik dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok.
Â
Soal Mekanisme Penentuan Kuota Rokok
Untuk pemenuhan kuota rokok di Wilayah Kota Tanjungpinang, Den sama sekali tidak melakukan perhitungan dan penentuan kuota rokok sebagaimana pertimbangan jumlah kebutuhan secara wajar.
Akan tetapi secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi di antaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang.
Selain itu, Den Yealta juga tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok sehingga hasil perhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Juga adanya jatah titipan kuota rokok disertai penetapan kuota rokok untuk beberapa perusahaan pabrik rokok lebih dari satu kali dalam satu tahun anggaran.
"Atas tindakannya tersebut, DY menerima uang dari beberapa perusahaan rokok dengan besaran sejumlah sekitar Rp4,4 miliar dan tim penyidik masih akan terus mendalami penerimaan uang-uang lainnya," kata Asep.
"Akibat perbuatan Tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp296,2 miliar," Asep menandaskan.
Den Yealta disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement