Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan Direktur Utama PT Transjakarta yang juga mantan Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) M Kuncoro Wibowo (MKW) memerintahkan seseorang untuk membuat dokumen fiktif berkaitan dengan pendistribusian bantuan sosial (bansos) beras.
Dugaan itu diselisik tim penyidik KPK terhadap Kadivre Lampung PT Bhanda Ghara Reksa Januari - Oktober 2020 Slamet Baedowi dan Kadivre Medan PT BGR September 2020 - Desember 2020 Sumarsono.
Baca Juga
Mereka diperiksa berkaitan dengan penyidikan penyaluran bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020 s/d 2021 di Kemensos RI. Mereka diperiksa di gedung KPK pada Senin, 28 Agustus 2023.
Advertisement
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain masih terkait dengan distribusi bansos beras di wilayah Lampung dan Medan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (29/8/2023).
"Didalami juga terkait dugaan adanya perintah Tersangka MKW (Kuncoro Wibowo) untuk membuat berbagai dokumen fiktif terkait distribusi bansos dimaksud," Ali menambahkan.
KPK menetapkan enam orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) dan program keluarga harapan (PKH) di Kementerian Sosial Tahun 2020.
Tersangka dari pihak perusahaan pelat merah, yakni Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Muhammad Kuncoro Wibowo. Kuncoro ini merupakan mantan Direktur Utama PT Transjakarta. Kemudian Direktur Komersial PT BGR Persero periode 2018-2021 Budi Susanto (BS), dan Vice President Operasional PT BGR Persero periode 2018-2021 April Churniawan (AC).
Kemudian dari pihak swasta Dirut Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren (IW), Tim Penasihat PT PTP Roni Ramdani (RR), dan General Manager PT PTP sekaligus Direktur PT Envio Global Persada (EGP) Richard Cahyanto (RC).
Kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk keluarga penerima manfaat program keluarga harapan (KPM PKH) tahun 2020-2021 di Kementerian Sosial (Kemensos) telah merugikan keuangan negara sebesar Rp127,5 miliar.
Kasus dimulai dari salah satu BUMN yang bergerak dan berkecimpung dibidang jasa logistik, yaitu PT BGR yang memiliki 20 kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada Agustus 2020, Kemensos mengirimkan surat pada PT BGR untuk audiensi dalam rangka penyusunan rencana anggaran kegiatan penyaluran bantuan sosial beras di Kemensos.
Dalam audiensi tersebut, PT BGR Persero diwakili Budi Santoso kemudian mempresentasikan terkait kesiapan perusahaannya untuk mendistribusikan bantuan sosial beras pada 19 Provinsi di Indonesia.
Sebagai langkah persiapan, Budi Santoso memerintahkan April Churniawan untuk mencari rekanan yang akan dijadikan sebagai konsultan pendamping. Mendengar adanya informasi tersebut, Ivo Wongkaren dan Roni Ramdani memasukkan penawaran harga menggunakan PT Damon Indonesia Berkah Persero dan disetujui oleh Budi Santoso.
Atas kesepakatan tersebut, Kemensos memilih PT BGR sebagai distributor dan berlanjut dengan penandatanganan surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan penyalurannya untuk keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH) dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 dengan nilai kontrak Rp326 Miliar.
Modus Operandi Pembuatan Dokumen Fiktif Distribusi Bansos
Dari pihak PT BGR Persero penandatanganan perjanjian diwakili Kuncoro. Agar realisasi distribusi dapat segera dilakukan, April Churniawan atas sepengetahuan Kuncoro dan Budi Santoso secara sepihak menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada milik Richard Cahyanto tanpa didahului dengan proses seleksi.
Hal ini untuk menggantikan PT DIB Persero yang belum memiliki dokumen legalitas jelas terkait pendirian perusahaannya. Semua hal yang diperbuat enam orang tersebut sudah diatur sedemikian rupa. Tujuannya, agar dapat menyakinkan Kemensos terhadap PT BGR mengenai kemampuan dari PT PTP sebagai distributor.
Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR dengan PT PTP tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas dan sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh Kuncoro. Mereka pun membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi bansos beras.
Pada September hingga Desember 2020, Roni Ramdani menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT BGR dan telah dibayarkan sejumlah sekitar Rp151 miliar yang dikirimkan ke rekening bank atas nama PT PTP. Diketahui, terdapat rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT PTP dengan kembali mencantumkan backdate.
Kemudian, pada Periode Oktober 2020 sampai dengan Januari 2021, terdapat penarikan uang sebesar Rp125 Miliar dari rekening PT PTP yang penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bantuan sosial beras.
Para tersangka pun dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Â
Advertisement