Liputan6.com, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara bereaksi keras atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dengan menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, pada Rabu (18/10).
Koordinator Pusat BEM Nusantara Ahmad Supardi menilai putusan MK tersebut menjadi jalan menuju politik dinasti lewat putusan sidang dalam gugatan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. BEM Nusantara pun memberikan catatan hitam kepada MK di era Presiden Jokowi.
"Kami melakukan demonstrasi pada 18 Oktober sebagai bentuk keresahan kami yang kemudian banyak dugaan atau kepercayaan publik yang hari ini sangat merosot. Yang paling mengejutkan adalah soal UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang hari ini pemerintah melakukan banyak cara menabrak berbagai struktur yang dinilai inkonstitusional," ungkapnya.
Advertisement
Supardi menduga putusan MK tersebut memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, untuk maju sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) di Pilpres 2024.
"Kami menduga yang digaungkan bahwa pemuda mempunyai kesempatan bukan kami. Tapi, pemuda yang dimaksud pada putusan pada 2024 adalah untuk memuluskan jalannya Gibran maju dalam Pilpres 2024. Kemudian kami menilai itu menabrak konstitusi," ucapnya.
Supardi juga meminta lembaga negara seperti MK, DPR, dan KPU untuk mengonsultasikan putusan ini.
"Kami meminta pada pihak terkait, MK, KPU, DPR juga untuk segera mengonsultasikan apakah jalur ini benar atau tidak benar," ungkapnya.
Dari keresahan mahasiswa itu, BEM Nusantara menyampaikan beberapa sikap menanggapi putusan tersebut.
MK Harus Independen
Supardi mengatakan MK harus bersifat independen dan tidak boleh diintervensi oleh pihak mana pun.
"Artinya, MK hari ini harus bersikap rasional, mandiri, independen, dan transparan kepada publik," ucapnya.
Dalam persoalan ini, BEM Nusantara memberikan catatan hitam kepada MK karena telah membuat kegaduhan publik atas Putusan tersebut.
"Di Oktober ini, kami memberikan catatan hitam karena ini jalur yang tidak benar," katanya.
MK dalam sidangnya memutuskan batas usia capres-cawapres paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Supardi menilai ini adalah alat yang dilakukan rezim Jokowi untuk membangun politik dinasti.
Advertisement
Konstitusi Telah Mati
Setelah adanya putusan itu, Supardi mengatakan, di rezim Jokowi-Ma'ruf Amin, konstitusi telah mati. Karena itu, dia meminta pemerintah tidak menjadikan MK sebagai alat politik.
"MK lembaga independen yang seharusnya tegak lurus bersama rakyat, mengakomodasi kepentingan rakyat, ini dijadikan alat politik untuk memuluskan jalan politik pihak tertentu. Jadi itu-itu saja yang berkuasa," katanya.
Diketahui, ada sekitar 200 mahasiswa yang bergerak untuk ikut dalam demonstrasi tersebut.
Dalam aksi unjuk rasa itu, ratusan mahasiswa ini membentangkan spanduk bertuliskan 'Catatan Hitam MK dan Konspirasi Politik Dinasti'.
Selain itu, ada mahasiswa yang memakai topeng berwajah Gibran Rakabuming Raka dan Jokowi untuk menyuarakan aspirasi mereka.