Tantangan RUU KUHAP dan Potensi Konflik Kewenangan dalam Penegakan Hukum

Ada beberapa polemik yang terdapat dalam Rancangan RUU ini misalnya pada Pasal 111 Ayat 2 RUU KUHAP

oleh Felek Wahyu Diperbarui 22 Mar 2025, 18:48 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2025, 17:59 WIB
Dialog RUU KUHAP. (Foto: Liputan6.com/Felek Wahyu)
Dialog RUU KUHAP. (Foto: Liputan6.com/Felek Wahyu)... Selengkapnya

Liputan6.com, Demak - Ratusan aktivis dan Pemuda yang tergabung dalam Aktivis Muda Berperan dan BEM Nusantara Jawa Tengah Mengadakan Dialog Publik. Kegiatan itu bertema “Konflik dan Carut Marut Penegakan Hukum dalam RUU KUHAP: Kolaboratif atau Kekuasaan Absolut”.

Kegiatan ini dilaksanakan di Aula Cafe dan resto Bosse Kabupaten Demak, Jum'at, (21/03/25). Penanggung Jawab Kegiatan sekaligus Ketua Daerah Aktivis Muda Berperan Demak Elha Nuzulil Hikam dalam sambutannya menyampaikan anak muda apalagi mahasiswa, adalah generasi emas bangsa.

“Tonggak kepemimpinan bangsa kedepan ada di tangan kita, sudah seharusnya kita menjadi generasi yang melek. Peduli terhadap berbagai isu dan fenomena termasuk hukum di dalamnya,” tegas Elha.

Di akhir sambutannya Elha berharap seluruh peserta/audiens dapat khidmat mengikuti FGD. Serta membuka cakrawala dan wawasan terkait hukum

Diskusi tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Shofiyul Amin sebagai Ketua Umum Aktivis Muda Berperan sekaligus Koordinator BEM Nusantara Jawa Tengah. Dalam kesempatan itu Shofi sapaan akrabnya berbicara RUU KUHAP pada sisi Gerakan Mahasiswa.

Dalam Materinya shofi memulai dengan pembahasan fungsi penting hukum dalam masyarakat. Antara lain, menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat, menjamin Keadilan, kemudian sebagai penyelesaian konflik.

Shofi menyinggung beberapa hal dalam rancangan RUU KUHAP. Misalnya Asas Dominis Litis yang memberikan kewenangan kepada jaksa dalam menentukan perkara. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik antara kepolisian dan kejaksaan.

Selain itu, ia mengambil salah satu RUU KUHAP Pada Pasal 12 Ayat 11 yang membuka kemungkinan kerusakan tatanan sistem peradilan pidana. Jika pelapor bisa melapor ke kejaksaan.

“Mekanisme dan prosedur pelaporan tindak pidana berpotensi menjadi tidak jelas. Serta menimbulkan tumpang tindih tugas antara Kepolisian dan Kejaksaan,” tambah shofi.

Promosi 1

Komponen Penegak Hukum

Sementara Narasumber lainnya, Ferhadz Ammar, akademisi dan analis hukum lulusan Universitas Indonesia yang Aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi. Dalam materinya, Ferhadz menyampaikan ada beberapa polemik yang terdapat dalam Rancangan RUU ini misalnya pada Pasal 111 Ayat 2 RUU KUHAP.

Dia juga menekankan Pasal 111 Ayat 2 yang memberikan kepada Jaksa wewenang untuk mempertanyakan legalitas penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Kepolisian. Dia berpendapat bahwa ini bertentangan dengan KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi.

“Mekanisme yang sudah ada pasti terganggu, karena otoritas jaksa untuk menentukan apakah penangkapan dan penahanan tersebut sah atau tidak terlalu besar. Ini dapat menyebabkan ketidaksepakatan normatif dan ketidakpastian hukum,” kata Ammar.

Karena itu, lanjut Ammar, ada tiga hal yang disorot dalam RUU KUHAP. Pertama ancaman terhadap prinsip diferensiasi fungsional atau asas dominus litis.

"Kedua Kemandirian penyidik, dan ketiga permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM)," tegas Ferhadz.

Ferhadz juga menambahkan mengingat Integrated Criminal Justice System (ICJS), di mana dalam konteks ICJS, terdapat Pancasakti. Yakni lima komponen penegak hukum: Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan, dan Advokat (yang dulu dikenal dengan sebutan pengacara).

“Maka seharusnya penegakan hukum berjalan proporsional dan sebagaimana mestinya supaya tidak terjadi tumpang tindih,” pungkas Ammar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya