Fenomena Anak Mengakhiri Hidup Terus Meningkat, Apa Kata KPAI?

Fenomena anak mengakhiri hidup di Indonesia semakin hari semakin meningkat.

oleh Fachri pada 14 Nov 2023, 18:05 WIB
Diperbarui 14 Nov 2023, 18:02 WIB
Diyah Puspitarini.
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini. (Foto: Universitas Ahmad Dahlan)

Liputan6.com, Jakarta Fenomena anak mengakhiri hidup di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Selama lima tahun terakhir, Kementerian Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Kemen PPPA) mencatat pada 2019 ada sebanyak 54 kasus, pada 2020 ada 84 kasus, pada 2021 ada 22 kasus, pada 2022 ada 15 kasus dan pada 2023 ada 20 kasus.

Berkaitan dengan itu, Anggota KPAI, Diyah Puspitarini menyebut bahwa temuan anak mengakhiri hidup yang dicatat pihaknya berkisar 17-20 kasus di 2023. Selain itu, ia menilai, fenomena tersebut tidak bisa diremehkan dan butuh keterlibatan berbagai stakeholders untuk mencegah anak mengakhiri hidup.

“Kasus tersebut terjadi pada usia rawan (kelas 5 - 6 SD), Kelas 1 atau 2 SMP, kelas 1 atau 2 SMA. Polanya ada di usia rawan dan di usia yang mengalami perubahan dari SD ke SMP dan SMP ke SMA,” jelas Diyah saat dihubungi tim Liputan6.com via telepon, Senin (13/11/2023).

Bahkan, dirinya mengatakan bahwa kasus anak mengakhiri hidup menjadi menjadi penyebab kematian terbesar ketiga. Diyah mengungkapkan, pertama adalah kecelakaan di jalan raya, kedua, penyakit, dan ketiga kekerasan yang bisa memicu anak mengakhiri hidupnya.

Pencegahan yang Dilakukan KPAI

KPAI.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (Foto: Setkab RI)

Untuk menangani fenomena anak mengakhiri hidup, KPAI membuat tiga klaster pencegahan, mulai dari primer, sekunder, dan tersier. Diyah menyebut, pencegahan primer tersebut terkait dengan metode pencegahan yang dilakukan berbagai pihak, mulai dari sekolah hingga masyarakat.

“Dari sekian kasus anak, faktor di rumah juga cukup berpengaruh, memang anak mendapatkan bullying di sekolah, tapi ketika di rumah itu membuat kondisi semakin pelik. Itu sangat berpengaruh,” ujar Diyah.

Ia juga menegaskan, perlu adanya keterlibatan masyarakat untuk melakukan edukasi dengan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama.

“Karena dalam agama apa pun mengakhiri hidup tidak dibenarkan. Jika tokoh agama terjun, tokoh masyarakat terjun melakukan edukasi dan pendampingan, ini bisa meminimalisir,” tegas Diyah.

Di sisi lain, dirinya mengungkapkan, pencegahan primer juga difokuskan KPAI untuk melakukan edukasi di media sosial.

“Kami concern di media sosial karena beberapa kasus anak yang mengakhiri hidup itu juga terjadi karena melihat info dari media sosial,” ungkap Diyah.

Ia juga menjelaskan terkait dengan pencegahan sekunder seperti melakukan deteksi dini. Diyah mengatakan, hal itu bisa dilakukan di sekolah.

“Semisal anak terkena bullying atau ada perubahan yang drastis, biasanya korban ini bisa dilihat perubahan yang drastis. Itu harus terdeteksi dan guru bisa melakukan pendekatan, kemudian konseling,” jelas Diyah.

Edukasi Aparat Penegak Hukum

Ilustrasi Oknum Polisi
Ilustrasi polisi.

Terkait dengan pencegahan tersier, Diyah menyebut bahwa selama ini KPAI sudah melakukan pendampingan. Akan tetapi, ia mengatakan, masyarakat masih malu jika ada anggota keluarganya yang mengakhiri hidup, alhasil tidak melakukan pelaporan ke Polisi.

“Justru seharusnya, masyarakat kita edukasi jika ada kasus tersebut harus dilaporkan supaya ada tindakan,” sebut Diyah.

“KPAI mengedukasi aparat penegak hukum di beberapa daerah, agar setiap kasus anak mengakhiri hidup jangan langsung ditutup kasusnya. Jadi itu tetap harus diautopsi untuk diketahui penyebab kematiannya secara jelas,” jelasnya.

Diyah menegaskan, hal tersebut dilakukan untuk memenuhi hak anak yang sudah meninggal untuk mendapatkan keterbukaan kasus sehingga tidak ada stigma negatif pada anak yang sudah meninggal.

“Pendampingan kepada keluarga korban juga perlu dilakukan untuk menghilangkan stigma negatif dan pendampingan harus dilakukan oleh Depsos atau Dinas Sosial dan UPT,” tegasnya.

Langkah yang Dilakukan KPAI ke Depan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membuka Penerimaan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) 2022.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membuka Penerimaan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) 2022.

Guna menekan angka anak mengakhiri hidup di tahun-tahun yang akan datang, Diyah menjelaskan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh KPAI.

“Kami akan memberikan rekomendasi secara tertulis khusus kepada pemerintah lintas kementerian dan ini bisa diturunkan oleh kementerian tersebut hingga tingkat kabupaten atau kecamatan,” jelasnya.

“Selain itu, KPAI juga akan menyampaikan pada masyarakat bahwa fenomena ini warning karena di berbagai negara sudah meningkat tajam dan nyata terjadi di Indonesia,” imbuh Diyah.

Dirinya pun mengatakan, langkah ketiga KPAI akan memberikan rekomendasi kepada UPTD atau dinas terkait di seluruh Indonesia agar mereka melakukan koordinasi bersama dengan aparat penegak hukum.

“Harus didudukkan bareng, kami merekomendasikan kepada APH agar di setiap kasus anak mengakhiri hidup tidak langsung ditutup kasusnya, tetapi dilakukan penyelidikan sampai otopsi atau satu kali gelar perkara,” kata Diyah.

Ia pun menyebut, KPAI telah melakukan upaya terkini terkait dengan fenomena anak mengakhiri hidup, tidak hanya di Jakarta tapi juga di seluruh provinsi dengan sosialisasi ke sekolah, keluarga, tokoh agama serta berbagai platform media semaksimal mungkin.

“Kami juga mengajak rekan media untuk ikut ambil peran mengedukasi hal ini, sebab ini tidak bisa dianggap remeh, bukan kasus yang sederhana, ingat yang mengisi bangsa ini ke depan adalah generasi emas 2045 adalah anak-anak kita hari ini,” sebut Diyah.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya