Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE mulai berlaku. Revisi UU ITE jilid II ini berlaku setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi menandatangani hasil perubahan yang disahkan DPR pada 5 Desember 2023.
Merujuk laman resmi Sekretariat Negara, Presiden Jokowi meneken Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE pada Selasa 2 Januari 2024.
Baca Juga
UU ini pun resmi mengubah sejumlah aturan yang tertuang dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 serta perubahan pertamanya, yakni UU Nomor 19 Tahun 2016. Pada UU ITE sebelumnya dinilai masih multitafsir, bahkan menuai kontroversi di tengah masyarakat.
Advertisement
Namun, beberapa poin krusial dan pasal yang berpotensi menimbulkan multitafsir masih tercantum di UU ITE versi terbaru. Misalnya, pidana terhadap penyerangan kehormatan. Termasuk, pidana terhadap penyebaran berita bohong atau hoaks dan informasi menyesatkan.
Pasal 27, salah satu pasal karet UU ITE sejak versi pertama, mengalami sejumlah perubahan. Pasal ini dirampingkan dari 4 ayat menjadi 2 ayat.
Ayat yang mengatur penghinaan atau pencemaran nama baik dan pemerasan atau pengancaman dihapus. Namun, ada dua pasal baru yang mengatur hal serupa, yaitu pasal 27A dan 27B.
"Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik," demikian bunyi Pasal 27A UU ITE.
Apa saja poin krusial dalam revisi UU ITE jilid II dan ancaman pidananya? Bagaimana ragam tanggapan revisi UU ITE jilid II resmi berlaku? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini:
Infografis Poin-Poin Krusial Revisi UU ITE Jilid II
Advertisement