Terbukti Suap Penanganan Perkara, Sekretaris MA Hasbi Hasan Divonis 6 Tahun Penjara

Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan divonis hukuman pidana selama 6 tahun penjara atas kasus korupsi penanganan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

oleh Tim News diperbarui 03 Apr 2024, 12:45 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2024, 12:45 WIB
Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan divonis hukuman pidana selama 6 tahun penjara atas kasus korupsi penanganan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. (Merdeka.com/Rahmat Baihaqi)
Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan divonis hukuman pidana selama 6 tahun penjara atas kasus korupsi penanganan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. (Merdeka.com/Rahmat Baihaqi)

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan divonis hukuman pidana selama 6 tahun penjara atas kasus korupsi penanganan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Vonis tersebut dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Toni Irfan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2024).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun," kata Toni Irfan dalam amar putusannya.

Hakim berkeyakinan Hasbi Hasan tebukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi suap secara bersama-sama terkait penanganan perkara kepailitan KSP Intidana, Heryanto Tanaka sebesar Rp1 miliar yang tengah bergulir di tingkat kasasi MA. Hasbi menerima uang tersebut atas permintaan dari seorang pengusaha Dadan Tri Yudianto.

Selain itu, Sekretaris MA tersebut turut dijatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp3 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

Jika dalam jangka waktu tersebut Hasbi tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal Hasbi terpidana dan tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka Hasbi akan dipidana penjara selama satu tahun.

Putusan tersebut terbilang lebih rendah dibanding tuntutan jaksa KPK yang menuntut 13 tahun dan 8 bulan pidana penjara serta denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan.

Selain itu, Hasbi turut dijatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp3,88 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap.

 

KPK Yakin Hakim Memutus Hasbi Hasan Bersalah

Hasbi Hasan Ditahan KPK
Sekretaris nonaktif MA Hasbi Hasan (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengaku optimistis majelis hakim akan memutus bersalah sebagaimana fakta di persidangan yang telah diutarakan.

"Iya tentu dari seluruh fakta persidangan, majelis hakim tentu akan pertimbangkan seluruh uraian analisis yuridis surat tuntutan jaksa penuntut umum KPK," kata Ali saat dikonfirmasi, Rabu (3/4/2024).

Bahkan untuk hal yang memberatkan dan meringankan putusan terhadap Hasbi, menurut Ali, KPK juga telah memperingatkan hal tersebut.

"Sehingga kami sangat optimis majelis hakim akan memutus menyatakan terdakwa ini bersalah menurut hukum," kata Ali.

Sejalan dengan hal tersebut juga, Hasbi Hasan juga telah ditetapkan menjadi tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh KPK. Penetapan tersangka itu juga bersamaan dengan Windy Yunita Bastari alias Windy 'Idol'.

KPK memastikan kasus TPPU Hasbi bakal terus berlanjut untuk memiskinkan terdakwa.

"Kami pastikan penyidikan perkara TPPU-nya dan juga dugaan suap menyuap pada kasus lain terkait pengurusan perkara di MA ini juga terus KPK lakukan untuk mengoptimalkan perampasan aset hasil kejahatan korupsi dimaksud," terang Ali.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Sumber: Merdeka.com

Infografis Wacana Hukuman Mati Koruptor Kembali Muncul. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Wacana Hukuman Mati Koruptor Kembali Muncul. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya