Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut bahwa revisi atau Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) belum akan dibahas di DPR RI.
Menurutnya, sampai saat ini belum ada naskah akademik yang diterima oleh DPR terkait dengan RUU tersebut. Sehingga dia pun belum mengetahui apa yang akan dibahas dalam RUU Polri.
Baca Juga
"Jadi belum ada, DIM-nya (daftar inventarisasi masalah) belum ada, jadi belum tahu isinya apa," kata Puan usai memimpin rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Advertisement
Selain itu, Puan mengatakan pihaknya belum menerima surat presiden (surpres) terkait dengan revisi undang-undang tersebut. Dengan begitu, menurutnya belum ada yang akan dibahas terkait RUU tersebut.
"Belum ada yang akan dibahas, jadi belum tahu apa yang akan dibahas," kata Puan. dilansir dari Antara.
Sebelumnya, RUU Polri disetujui menjadi RUU yang merupakan usul inisiatif DPR RI pada Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (28/5). Saat itu, rapat paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
Persetujuan revisi UU Polri menjadi RUU usul inisiatif DPR RI tersebut dilakukan bersamaan dengan tiga revisi undang-undang lainnya, yakni RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Koalisi Masyarakat Sipil Desak DPR Hentikan Pembahasan Revisi UU Polri
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak DPR menghentikan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri). Sebab, pembahasan revisi UU Polri menuai banyak kontroversi dari publik.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan menolak dengan keras revisi UU Polri yang menjadi inisiatif DPR RI tersebut.
Isnur menilai, pembahasan revisi UU Polri terlalu terburu-buru hingga melahirkan pasal-pasal yang dianggap serampangan. Bahkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga UU Polri itu dinilai sarat kepentingan politik.
"Pembentukan UU baru semestinya memperkuat cita-cita reformasi untuk penguatan sistem demokrasi, negara hukum dan hak asasi manusia dalam rangka melindungi warga negara bukan justru sebaliknya mengancam demokrasi dan hak asasi manusia," ucapnya.
Di satu sisi, masih banyak pembahasan undang-undang lain yang sekiranya dapat menjadi prioritas DPR, seperti KUHAP, RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, RUU Masyarakat Adat dan lain-lain.
"Mendesak pemerintah dan parlemen untuk melakukan evaluasi yang serius dan audit yang menyeluruh pada institusi Kepolisian dengan melibatkan masyarakat sipil dan lembaga HAM negara," ujar Isnur.
"Mendesak pemerintah dan parlemen untuk memperkuat pengawasan kerja Kepolisian, baik dalam hal penegakan hukum, keamanan negara, maupun pelayanan masyarakat, yang mampu memberikan sanksi tegas kepada individu pelaku dan juga perbaikan institusional untuk mencegah pelanggaran serupa terjadi pada masa mendatang," sambung dia seraya menutup.
Advertisement
Isi Sebagian Draf Revisi UU Polri
Sebelumnya, Draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur sejumlah tugas pokok Polri. Salah satunya yakni melakukan kegiatan dalam rangka pembinaan, pengawasan, dan pengamanan Ruang Siber, yang tertuang dalam Pasal 14 ayat (1) poin c.
Beberapa poin lainnya yakni melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya serta melaksanakan kegiatan Intelkam Polri.
"Melakukan penyadapan dalam lingkup tugas Kepolisian sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai penyadapan; dan/atau melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi pasal tersebut seperti dikutip merdeka.com, Rabu (29/5).
Selanjutnya, dalam Pasal 16 ayat (1) poin r disebutkan anggota Korps Bhayangkara dapat menerbitkan atau mencabut daftar pencarian orang
"Melakukan penanganan tindak pidana berdasarkan Keadilan Restoratif; dan/atau melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab," tulis pasal tersebut.
Selanjutnya, pada Pasal 16A menyebutkan tugas Intelkam Polri dalam Pasal 14 ayat (1) huruf i, Polri berwenang untuk menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelkam Polri sebagai bagian dari rencana kebijakan nasional.