3 Fakta RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Resmi Disahkan DPR RI Jadi UU KIA

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan atau RUU KIA menjadi Undang-Undang (UU).

oleh Devira Prastiwi diperbarui 06 Jun 2024, 17:17 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2024, 17:17 WIB
Puan Maharani
Puan memimpin langsung rapat paripurna pengesahan RUU KIA di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/6/2024). (Tim News).

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan atau RUU KIA menjadi Undang-Undang (UU).

Pengesahan RUU KIA menjadi UU KIA tersebut dilakukan dalam rapat paripurna DPR ke-19 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa 4 Juni 2024.

"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang? Setuju ya," kata Ketua DPR Puan Maharani, Selasa 4 Juni 2024 diikuti ketukan palu.

Kemudian, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka memaparkan, terdapat lima pokok pengaturan yang disepakati parlemen dengan pemerintah dalam RUU tersebut, di antaranya pertama, perubahan judul dari RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak menjadi RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Kehidupan.

"Kedua, penetapan definisi anak khusus dan definisi anak pada seribu hari kehidupan. Lalu ketiga, perumusan cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya apabila terdapat kondisi khusus dengan bukti surat keterangan dokter," ucap Rieke.

Rieke dalam laporannya menjelaskan bahwa mulanya pengaturan rancangan undang-undang tersebut adalah pengaturan tentang kesejahteraan ibu dan anak secara umum.

Namun akhirnya, lanjut dia, disepakati bahwa fokus pengaturan rancangan undang-undang adalah pengaturan tentang kesejahteraan ibu dan anak pada fase 1.000 hari pertama kehidupan.

Berikut sederet fakta terkait DPR RI resmi sahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan atau RUU KIA menjadi Undang-Undang (UU KIA) dihimpun Liputan6.com:

 

1. Ada Lima Pokok Pengaturan yang Disepakati

RUU KIA
Ilustrasi ibu yang sedang mengasuh anaknya. Credits: pexels.com by Yan Krukov

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan atau RUU KIA menjadi undang-undang (UU).

Pengesahan tersebut dilakukan dalam rapat paripurna DPR ke-19 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa 4 Juni 2024.

"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang? Setuju ya," kata Ketua DPR Puan Maharani, diikuti ketukan palu.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menjelaskan, ada lima pokok pengaturan yang disepakati parlemen dengan pemerintah dalam RUU tersebut.

Pertama, perubahan judul dari RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak menjadi RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Kehidupan. Kedua, penetapan definisi anak khusus dan definisi anak pada seribu hari kehidupan.

Ketiga, perumusan cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya apabila terdapat kondisi khusus dengan bukti surat keterangan dokter.

Keempat, perumusan cuti bagi suami yang mendampingi istri dalam persalinan yaitu dua hari dan dapat diberikan tambahan tiga hari berikutnya atau sesuai kesepakatan pemberi kerja. Bagi suami yang mendampingi istri yang mengalami keguguran juga berhak mendapat cuti 2 hari.

Kelima, perumusan tanggung jawab ibu, ayah, dan keluarga pada fase seribu hari pertama kehidupan kehidupan kemudian tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah mulai dari perencanaan monitoring dan evaluasi.

Sebagai informasi, RUU KIA telah disepakati dalam rapat pleno Komisi VIII DPR bersama pemerintah yang diwakili Menteri PPA, Mensos, Menkumham, Mendagri, Menkes, dan Menaker. Pengambilan keputusan tingkat I RUU tersebut digelar pada 25 Maret 2024.

Sementara itu, RUU KIA telah disepakati menjadi RUU usul inisiatif sejak 30 Juni 2022.

 

2. Wujud Kesejahteraan Ibu dan Anak

Sisi Lain Dari RUU KIA, Dinilai Berpotensi Munculkan Diskriminasi Terhadap Pekerja Perempuan
Ilustrasi penandatanganan keputusan. (Sumber foto: Pexels.com).

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka dalam laporannya menjelaskan bahwa mulanya pengaturan rancangan undang-undang tersebut adalah pengaturan tentang kesejahteraan ibu dan anak secara umum, namun akhirnya disepakati bahwa fokus pengaturan rancangan undang-undang adalah pengaturan tentang kesejahteraan ibu dan anak pada fase 1.000 hari pertama kehidupan.

"Kami melihat harapan luar biasa besar dalam rancangan undang-undang ini nanti bila disahkan menjadi undang-undang dan ditindaklanjuti dalam berbagai implementasi kebijakan dan program yang akan mampu mengangkat harkat dan martabat para ibu, meningkatkan kesejahteraannya, serta menjamin tumbuh kembang anak sejak fase seribu hari pertama kehidupan," kata dia.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan hadirnya undang-undang tersebut merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam peningkatan kesejahteraan ibu dan anak sehingga sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa yang unggul di masa depan dapat diwujudkan bersama.

"Rancangan undang-undang ini hadir dengan harapan masalah ibu dan anak pada fase seribu hari pertama kehidupan dapat kita selesaikan untuk menyambut Indonesia Emas 2045," kata Bintang saat menyampaikan pendapat akhir mewakili Presiden.

 

3. Cuti Melahirkan Ibu Pekerja Bisa sampai 6 Bulan, Suami hingga 5 Hari Sesuai dengan Ketentuan

Sisi Lain Dari RUU KIA, Dinilai Berpotensi Munculkan Diskriminasi Terhadap Pekerja Perempuan
Ilustrasi perempuan bekerja di kantor. (Sumber foto: Pexels.com)

Melalui pengesahan RUU KIA para ibu yang bekerja berhak untuk mendapatkan cuti melahirkan. Seperti tertera dalam Ketentuan Hak Ibu pada Pasal 4 ayat (3) yang menyebutkan seorang ibu mendapatkan hak cuti melahirkan.

Kemudian juga tertera para ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan sekitar 6 bulan namun dengan ketentuan ibu tersebut mendapatkan kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Kondisi khusus tersebut terdiri dari dua kondisi yang pertama adalah ibu yang mengalami gangguan kesehatan dan atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran. Kemudian yang kedua adalah ibu yang melahirkan anak mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi.

Diketahui landasan hukum untuk cuti melahirkan selama 6 bulan bagi ibu yang bekerja telah dinantikan sejak lama. Beberapa negara juga telah menerapkan kebijakan tersebut dengan tujuan mensejahterakan batin bagi ibu dan anak.

Melalui UU KIA juga menjamin ibu yang bekerja mendapatkan cuti selama 6 bulan serta tetap mendapatkan gaji. Jaminan terkait mendapatkan gaji bagi ibu yang melahirkan tertera dalam Pasal 5 ayat (2).

Dijelaskan dalam pasalnya terdapat tiga ketentuan pembayaran upah untuk ibu yang menjalankan cuti melahirkan selama 6 bulan yaitu:

a. Secara penuh untuk 3 bulan pertama.

b. Secara penuh untuk bulan keempat.

c. 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam.

Infografis Ciri-ciri Ibu rumah tangga Punya Masalah Kesehatan Mental
Infografis Ciri-ciri Ibu rumah tangga Punya Masalah Kesehatan Mental.
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya