Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menekankan pentingnya back up atau rekam cadang data nasional, usai terjadinya peretasan pada sistem Pusat Data Nasional (PDN). Hal ini untuk mengantisipasi apabila PDN kembali diretas.
"Yang paling penting adalah semua data yang kita miliki itu harus di-back up. Sehingga kalau ada apa-apa kita sudah siap," kata Jokowi di RSUD Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, Kamis (4/7/2024).
Baca Juga
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan pemerintah telah melakukan evaluasi menyeluruh usai peretasan Pusat Data Nasional (PDN). Jokowi menuturkan pemerintah saat ini sedang mencari solusi agar peretasan server PDN tak terjadi lagi.
Advertisement
"Ya sudah kita evaluasi semuanya. Yang paling penting semuanya harus dicarikan solusinya agar tidak terjadi lagi," kata Jokowi kepada wartawan di PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power, Karawang, Jawa Barat, Rabu (3/7/2024).
Dia meminta semua data nasional di back up untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang kembali. Jokowi juga menuturkan serangan ransomware tak hanya terjadi di Indonesia saja, namun juga negara lain.
"Di back up semua data nasional kita sehingga kalau ada kejadian kita tidak terkaget-kaget. Dan ini juga terjadi di negara-negara lain, bukan hanya di Indonesia saja," jelasnya.
Jokowi turut menanggapi soal banyaknya desakan agar Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mundur dari jabatannya, buntut peretasan server PDN. Dia menyebut telah melakukan evaluasi.
"Semuanya sudah dievaluasi," ucap Jokowi.
Menko Hadi Minta Semua Kementerian Cadangkan Data
Sebelumnya, Menko Polhukam RI, Hadi Tjahjanto mewajibkan seluruh kementerian, lembaga dan instansi mencadangkan data untuk mengantisipasi adanya peretasan seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
"Setiap tenant atau kementerian juga harus memiliki backup, ini mandatori, tidak opsional lagi, sehingga kalau secara operasional pusat data nasional sementara berjalan, ada gangguan, masih ada back up," kata Hadi saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam RI, Jakarta Pusat, dilansir dari Antara, Senin (1/7/2024).
Menurut Hadi, data di beberapa kementerian dan instansi masih bisa diselamatkan pasca peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 jika dilakukan pencadangan. Kini, Hadi beserta jajarannya tengah mengupayakan PDNS 2 kembali beroperasi bulan ini dengan beragam cara.
Salah satunya yakni dengan melakukan pencadangan data dari cold site yang ditingkatkan menjadi hot site di Batam. Untuk diketahui, hot site adalah sistem yang mengatur penggunaan data cadangan lokasi fisik alternatif.
Tak hanya itu, Hadi juga mengupayakan adanya perlindungan data yang berlapis dengan mencadangkan data PDNS 2 dengan cloud yang dipantau langsung oleh Badan Siber Sandi Negara (BSSN).
"Kemudian juga akan kita backup dengan cloud cadangan, cloud cadangan ini secara zonasi, jadi nanti data-data yang sifatnya umum kemudian data-data yang memang seperti statistik dan sebagainya itu akan disimpan di cloud. Sehingga tidak penuh data yang ada di PDN," kata Hadi.
Dengan penguatan pencadangan data itu, Hadi memastikan PDNS 2 sudah bisa beroperasi bulan ini sehingga seluruh instansi pemerintah bisa kembali melayani masyarakat. Â
Advertisement
Menkominfo Sebut Tak Ada Negara Bebas dari Ransomware
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi memenuhi panggilan Komisi I DPR RI untuk memberikan penjelasan terkait serangan siber terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 yang mengganggu layanan Imigrasi sejak 20 Juni lalu.
Dalam pemaparannya di DPR, Budi Arie menyebut kalau saat ini tak ada negara yang terbebas dari serangan ransomware.
"Bisa lihat ini (memperlihatkan slide), ransomware, yang tidak ada (negara) di seluruh dunia yang tidak terkena serangan ransomware," kata Budi Arie.
Ia lanjut menyebutkan, di antara negara-negara di dunia, Indonesia terdampak serangan ransomware sebesar 0,67 persen. Dengan serangan terbesar ransomware menyasar Amerika Serikat yang persentasenya 40,34 persen, Kanada 6,75 persen, Inggris 6,44 persen, Jerman 4,92 persen, dan Prancis 3,8 persen.
Budi Arie menyebutkan kalau malware ini melanda seluruh dunia dan sudah menjadi perhatian pemerintah. Menyoal ransomware Brain Chiper yang menyerang server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Indonesia, Budi menyebut itu merupakan jenis terbaru dari varian Lockbit 3.0.
Masih dari data yang ia paparkan, Budi mengatakan, saat ini berdasarkan hasil studi dari MIT Technology Review Inside di tahun 2022, Indonesia ada di peringat ke 20 dalam indeks pertahanan siber.
"Harus menjadi perhatian kita semua sebagai negara dan bangsa, bahwa keamanan siber kita masih perlu peningkatan yang lebih," tutur dia.