Melawan Vonis Bebas Kasus Kerangkeng Manusia Eks Bupati Langkat

Vonis bebas mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin atas kasus TPPO 'Kerangkeng Manusia' disorot banyak pihak. Kejaksaan Agung menegaskan akan melawan vonis bebas tersebut lewat upaya kasasi di MA.

oleh Nafiysul QodarNanda Perdana Putra diperbarui 11 Jul 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2024, 00:00 WIB
Banner Infografis Ada Kerangkeng Manusia di Kediaman Bupati Langkat. (Foto: Dok. Migrant Care)
Banner Infografis Ada Kerangkeng Manusia di Kediaman Bupati Langkat. (Foto: Dok. Migrant Care)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin divonis bebas atas kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terkait penemuan kerangkeng manusia di rumahnya. Vonis bebas ini dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada Senin 8 Juli 2024.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Terbit Rencana Perangin-angin tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan penuntut umum," kata Hakim Ketua Andriansyah saat membacakan vonis.

Dalam amar putusannya, majelis hakim meminta agar hak serta harkat martabat terdakwa Terbit Rencana Perangin-Angin dalam perkara kerangkeng manusia ini dipulihkan.

"Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, serta harkat martabatnya. Menyatakan permohonan restitusi tidak dapat diterima," ujar Andriansyah.

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat, Hendra Abdi Sinaga menegaskan, pihaknya akan melakukan upaya hukum kasasi atas vonis bebas tersebut. 

Kasasi adalah upaya hukum yang dilakukan terdakwa dan/atau penuntut umum setelah adanya putusan atau vonis banding dari Pengadilan Tinggi (PT). Terdakwa dan/atau penuntut umum mengajukan kasasi karena tidak puas dengan putusan pengadilan banding.

"JPU Kejari Langkat di persidangan telah menyatakan kasasi," tegas dia.

Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut terdakwa Terbit Rencana Perangin-angin dengan pidana penjara 14 tahun dan denda Rp500 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar, maka diganti penjara enam bulan.

Selain itu, jaksa juga membebankan terdakwa membayar biaya restitusi untuk 11 korban maupun ahli waris sebesar Rp2,3 miliar.

"JPU menilai terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 2 Jo Pasal 11 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagaimana surat dakwaan keempat," tegas Hendra.

Alasan Kejaksaan Langsung Ajukan Kasasi

Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan akan langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Stabat kepada mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin terkait kasus kerangkeng manusia.

"Bukan banding, tapi kasasi karena putusannya bebas,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi, Rabu (10/7/2024).

Menurut Harli, upaya kasasi ini diajukan, lantaran vonis kasus kerangkeng manusia dari Majelis Hakim PN Stabat dinilai belum memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Maka alasan hakim membebaskan Terbit tidak bisa diterima jaksa.

“Pertimbangannya karena hakim tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya," ujarnya.

Oleh sebab itu, Ia menambahkan saat ini Jaksa Penuntut Umum memiliki waktu 14 hari untuk menyusun dan mengajukan memori kasasi untuk nantinya diserahkan ke Mahkamah Agung (MA) sebagai peradilan tertinggi.

"Ada waktu 14 hari untuk menyatakan kasasi dan 14 hari menyusun dan menyerahkan memori kasasi," kata Harli.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Komnas HAM Sesalkan Vonis Bebas Eks Bupati Langkat

FOTO: KPK Tahan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin
Bupati Langkat Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin Angin (tengah) jelang rilis penahanan tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022). Terbit diduga meminta fee untuk paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kab Langkat Tahun 2020 - 2022. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyayangkan putusan bebas yang diketok Pengadilan Negeri Stabat terhadap mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin di kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kerangkeng manusia. 

Koordinator Subkomisi Pemajuan Hak Asasi Manusia Komnas HAM, Anis Hidayah menyampaikan, perang terhadap perbudakan manusia merupakan agenda pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini. 

Komitmen tersebut mestinya tidak hanya menjadi kebijakan dalam negeri lewat regulasi peraturan dan pembentukan Gugus Tugas Anti-TPPO, namun juga sejalan dengan kampanye regional Asean di Sidang Pleno KTT ke-43 ASEAN di Jakarta pada 5 September 2023, yang salah satu kesepakatannya adalah perang terhadap perdagangan manusia. 

“Isu TPPO juga menjadi prioritas Komnas HAM, guna memastikan adanya langkah-langkah pencegahan dan penegakan hukum terkait berbagai praktik perdagangan/perbudakan manusia. Salah satunya dengan melakukan penyelidikan terkait Kasus Kerangkeng Manusia di rumah Bupati Langkat Sumatera Utara pada 2022 lalu,” tutur Anis kepada wartawan, Rabu (10/7/2024).

Dalam penyelidikan tersebut, Komnas HAM mendapati sejumlah temuan yakni adanya tindakan kekerasan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia. Lembaga tersebut juga menemukan adanya pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam peristiwa itu, termasuk mantan Bupati Langkat serta keterlibatan aparat TNI dan Polri. 

“Dalam kasus TPPO tersebut, setidaknya ada 19 orang yang patut diduga dapat dimintai pertanggungjawaban setelah Komnas HAM melakukan pemeriksaan terhadap 48 saksi,” jelas dia.

Namun begitu, pada Senin, 8 Juli 2024, Pengadilan Negeri Stabat memutus bebas mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin dalam kasus TPPO kerangkeng manusia, serta tidak mengabulkan permohonan pembayaran restitusi sebesar Rp 2,3 miliar yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

“Komnas HAM menghormati proses hukum yang telah berjalan dalam upaya penyelesaian kasus tersebut. Namun, Komnas HAM menyesalkan putusan tersebut dan menilai bahwa putusan tersebut tidak memenuhi hak atas keadilan, terutama bagi para korban terutama keluarga korban yang telah meninggal dunia,” ungkapnya.

Anis menyatakan, pihaknya memandang perlu lembaga-lembaga pengawas peradilan seperti Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pengawasan atas proses peradilan kasus tersebut. Komnas HAM juga mendukung langkah kejaksaan yang siap melakukan kasasi atas vonis tersebut.

Lebih lanjut, putusan bebas mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin menjadi kontra produktif di tengah pemerintah Indonesia yang sedang berupaya memerangi TPPO, yang merupakan kejahatan extra ordinary crime. 

Komnas HAM berpandangan, penguatan pencegahan dan penanganan TPPO perlu dilaksanakan lebih masif bagi semua pemangku kepentingan, termasuk lembaga peradilan agar seluruhnya memiliki pemahaman yang sama tentang bahaya TPPO. 

“Komnas HAM memandang bahwa putusan bebas tersebut akan berpotensi melanggengkan impunitas bagi pelaku TPPO terutama pelaku yang merupakan oknum aktor negara,” kata Anis menandaskan.


LPSK: Vonis Bebas Eks Bupati Langkat Ciderai Rasa Keadilan Korban

Sidang Kasus Kerangkeng Manusia
Sidang kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terkait kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, di Pengadilan Negeri Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut).

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga turur angkat bicara terkait vonis bebas mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin atas kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terkait temuan kerangkeng manusia di rumahnya.

Menurut Ketua LPSK Achmadi, vonis bebas Terbit dalam kasus TPPO ‘Kerangkeng Manusia’ tersebut bisa mencederai rasa keadilan terhadap korban.

"Vonis bebas tersebut, rasa keadilan korban dapat terciderai serta dampaknya pemenuhan hak keadilan bagi korban atas restitusi saat ini tidak dapat terpenuhi,” kata Achmadi dalam keteranganya, Rabu (10/7/2024).

Sebab, sejak ditemukannya kerangkeng manusia di kediaman Terbit yang saat itu menjabat sebagai Bupati Langkat pada Januari 2022, LPSK telah melakukan tindakan proaktif dalam proses perlindungan para saksi dan korban. Total ada 14 Terlindung (meliputi korban, saksi, dan keluarga korban) yang memiliki keterangan penting dalam proses pengungkapan perkara.

Apalagi pada 29 November 2022, PN Stabat telah memutus perkara TPPO 'kerangkeng manusia' dengan 4 terdakwa yakni SP, TUS, JS, dan R terbukti bersalah membantu melakukan tindak pidana perdagangan orang.

Lebih lanjut, LPSK juga memberikan perlindungan kepada saksi atau korban dalam perkara penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia dengan pelaku DW (anak Terbit Rencana Perangin-angin). Di mana telah diputus bersalah dan menghukum untuk membayar restitusi Rp530.000.000 yang sudah dibayarkan kepada kedua korban.

“Putusan tersebut (Terbit) dirasakan belum memenuhi rasa keadilan bagi para korban TPPO yang telah mengalami penderitaan fisik, psikis, dan kerugian ekonomi,” kata Achmadi.

Terlepas dari kritikan itu, Achmadi menyatakan LPSK tetap menghormati proses hukum yang telah berjalan sejak tahapan penyidikan hingga proses persidangan.

“Meski putusan tersebut jauh dari harapan korban, LPSK berkeyakinan bahwa Putusan PN Stabat yang membebaskan terdakwa TRP tidak menyurutkan upaya penegakan hukum dan pemenuhan hak saksi atau korban dalam kasus-kasus Tindak Pidana,” tuturnya.

Oleh sebab itu, Achmadi memastikan akan mendorong dan mendukung upaya hukum kasasi oleh Kejaksaan. Termasuk substansi mengenai permohonan restitusi korban sebagai salah satu materi pokok dalam memori kasasinya.

Sebagai informasi, kasus yang menjerat mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin-angin berawal dari penemuan praktik kerangkeng manusia di kediaman pribadinya, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada 19 Januari 2022.

Kerangkeng manusia ini disebutkan bakal digunakan untuk 'memenjarakan' pekerja kebun kelapa sawit milik Terbit Rencana Perangin-Angin.

Namun Terbit Rencana Perangin-Angin mengklaim kerangkeng manusia berukuran 6 x 6 meter yang terbagi dua kamar itu merupakan sel untuk membina pelaku penyalahgunaan narkoba.

Polisi menyebut kerangkeng manusia tersebut belum memiliki izin. Begitu juga Badan Narkotika Nasional  (BNN) menegaskan kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana Perangin-Angin tidak bisa disebut sebagai tempat rehabilitasi penyalahgunaan narkoba.

Infografis Kerangkeng Manusia Journal
Infografis Journal: Kerangkeng Manusia di Langkat (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya