Liputan6.com, Jakarta Warga Jakarta Pusat, Samson, mengaku kecewa dengan keputusan dari Polda Metro Jaya yang menghentikan laporannya terkait dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya.
Diketahui, identitas NIK Samson jadi salah satu dari sekian banyak warga yang dicatut untuk dipakai mendukung cagub-cawagub independen, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana (Dharma-Kun) di Pilkada Jakarta 2024.
"Jadi apakah saya secara pribadi kecewa, saya kecewa. Tapi apakah saya akan meneruskan kasus ini ke saluran hukum lain, tidak cukup," kata Samson saat dihubungi, Selasa (20/8/2024).
Advertisement
Meski kecewa, Samson mengaku enggan untuk melanjutkan perkara ini sebagaimana dijelaskan kepolisian untuk dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sebab, dalam kasus pencatutan NIK ini bukan terkait pemilu, melainkan tindak pidana.
Dalam kasus pencatutan NIK KTP ini, seorang warga Jakarta Pusat atas nama Samson (45) melaporkan ke polisi. Laporannya tercatat nomor: LP/B/4830/VIII/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 16 Agustus 2024.
"Karena sejak awal saya tidak mau ini direalisasi dengan pemilunya. Tapi saya mau ada perjuangan hak-hak perlindungan data pribadi saya yang melekat kepada diri saya," kata Samson.
Di sisi lain, Samson meluruskan terkait laporan yang dilayangkan ke Polda Metro Jaya. Dia menegaskan, laporannya itu bukan bermaksud menggagalkan pencalonan pasangan Dharma-Kun.
"Gini, saya tidak pernah ada soal Dharma dan Kun. Kenal aja enggak. Apakah saya punya niatan menggagalkan mereka untuk maju, saya tidak pernah bersoal dengan dia," Samson menegaskan.
"Misalnya katakan ada persepsi publik, dialah yang melakukan pencurian data itu soal persepsi publik. Apakah saya tertarik dengan Dharma-Kun, saya enggak tertarik. Gitu ya," tambah dia.
Polisi Hentikan Laporan Dugaan Pencatutan NIK KTP untuk Cagub Independen Jakarta
Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah menghentikan penyelidikan laporan dugaan pencatutan NIK pada KTP yang dipakai mendukung pasangan Independen Dharma Pongrekun dan Kun Wardana (Dharma-Kun) pada Pilgub Jakarta 2024.
Keputusan itu disampaikan Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan penyelidik pada Senin, 19 Agustus 2024.
"Forum gelar sepakat untuk menghentikan penyelidikan atas penanganan perkara aquo," kata Ade Safri dalam keteranganya, Senin (19/8/2024).
Sementara itu, Ade Safri menyampaikan penghentian penyelidikan dilakukan berdasarkan pertimbangan dalam pasal 185 A Undang Undang RI nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang Undang.
Di mana dalam pasal itu turut berbunyi; "(1) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 dan paling banyak Rp72.000.000,00."
Karena telah diatur dalam Pasal 185A sebagai tindak pidana pemilihan, maka dalam penerapan penegakan hukumnya berlaku asas asas hukum 'lex consumen derogate legi consumte' yang diterapkan kepolisian.
"Dimaknai perbuatan yang memenuhi unsur delik yang terdapat pada beberapa ketentuan hukum pidana khusus. Maka yang digunakan adalah hukum pidana yang khusus yang faktanya lebih dominan, sehingga mengabsorpsi ketentuan pidana yang lain," kata Ade.
Â
Advertisement
Lapor dulu ke Bawaslu
Maka dari itu, menurut Ade Safri, perihal pencatutan NIK warga sesuai Pasal 134 Undang-undang Pilkada, laporan seperti itu lebih dahulu disampaikan ke Bawaslu dari tingkat pusat sampai daerah.
Nantinya setelah ada putusan dari Bawaslu terkait apakah ada tindak pidana dalam kasus ini, maka sesuai aturan, bisa diteruskan ke kepolisian paling lama 1 x 24 sejak diputuskan Bawaslu.
"Terhadap ketentuan penanganan tindak pidana pemilihan, maka satu-satunya lembaga yang berwenang menerima laporan pelanggaran pemilihan adalah Badan Pengawas Pemilu. Sedangkan Polri adalah lembaga yang menerima penerusan laporan dari Badan Pengawas Pemilu," jelas Ade.
"Maka disampaikan agar pelapor melaporkan ke Bawaslu sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam undang-undang yang berlaku. SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) akan dikirimkan ke pelapor," tambahnya.
Â
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Â