Hakim Pengawas PN Jakpus Dinilai Tak Mengindahkan Pertimbangan Debitur

Kuasa Hukum merasa Hakim Pengawas tidak mengindahkan Pasal 150 UU Kepailitan tentang hak debitur.

oleh Tim News diperbarui 31 Agu 2024, 20:09 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2024, 15:02 WIB
[Bintang] Ilustrasi Hukum
Ilustrasi Hukuman (Pexels)

Liputan6.com, Jakarta - Kuasa Hukum Rozita dan Ery, ahli waris warga negara Singapura, memilih walk out dari rapat kreditur perkara nomor perkara 226/PDT.Sus-PKPU/2023 perihal ahli waris PT Krama Yudha. Ia merasa Hakim Pengawas tidak mengindahkan Pasal 150 UU Kepailitan tentang hak debitur.

Hal itu disampaikan Damian Renjaan selaku kuasa hukum ahli waris pemegang saham PT Krama Yudha. Dia menilai proses rapat pembahasan proposal perdamaian dipaksakan, bahkan menabrak aturan yang jelar diatur dalam Pasal 150 UU Kepailitan.

Dia menilai, hakim pengawas tidak mematuhi Pasal 150 UU Kepailitan yang menjelaskan tentang hak-hak kepada debitur. Dalam aturannya itu dijelaskan bahwa sebagai debitur, dia diberikan hak memberikan tanggapan, mempertahankan atau merubah proposal perdamaian.

"Dipaksakan dan pendapat kami diabaikan dan dipaksakan rapat kreditur dilanjutkan. Padahal sebagaimana kita ketahui bersama bahwa dalam Pasal 150 UU kepailitan itu mensyaratkan memberikan hak kepada debitur untuk bisa memberikan tanggapan, mempertahankan, atau mengubah proposal perdamaiannya," kata Damian di PN Jakpus, dikutip Jumat (30/8/24).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Klien Sedang Sakit

Kuasa Hukum Rozita dan Ery, Damian Renjaan (Istimewa)
Kuasa Hukum Rozita dan Ery, Damian Renjaan (Istimewa)

Alasan lain rapat dipaksanakan ialah proses renvoi atau bantahan masih berlangsung. Seharusnya rapat kreditur dilakukan setelah renvoi selesai dilaksanakan. Tak hanya itu, saat ini kondisi kliennya yang berada di Singapura dalam keadaan sakit sehingga tidak seharusnya ditindaklanjuti.

"Orang sakit tidak bisa hadir, tapi dipaksa oleh Hakim Pengawas untuk tetap melanjutkan proses pembahasan proposal perdamaian. Padahal nilai tagihan masih menjadi perselisihan didalam proses renvoi," bebernya.

"Ini yang kami rasa sangat dipaksakan dan bertabrakan dengan aturan hukum yang berlaku," sambungnya.

Infografis bulu tangkis
Infografis bulu tangkis. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya