Liputan6.com, Jakarta - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan atau gratifikasi penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yaitu vonis terdakwa korporasi di kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari-April 2022.
Suap diperuntukkan agar menjadi majelis hakim perkara minyak sawit di PN Jakarta Pusat, memberikan putusan onslag alias lepas dari segala tuntutan hukum dari Jaksa.
Baca Juga
Mengutip dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Arif memiliki harta kekayaan senilai Rp3.168.401.351.
Advertisement
Dia tercatat memiliki empat bidang tanah, di antaranya merupakan hasil hibah dan hasil sendiri di Kota Sidenreng Rappang dan Kota Tegal. Total empat bidang tanahnya itu mencapai Rp1.235.000.000
Sementara untuk harta transportasi, Arif hanya melaporkan dua unit kendaraan saja yakni sepeda motor Honda dan mobil Honda CRV yang senilai Rp154.000.000
Beberapa harta lainnya juga dimiliki seperti harta bergerak, surat berharga, kas dan setara kas mencapai miliar rupiah.
Kejaksaan Agung menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keempatnya terdiri dari seorang panitera, dua advokat, dan seorang Ketua PN Jakarta Selatan, MAN, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Suap Rp60 Juta
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar menjelaskan, keempat tersangka yakni WG selaku Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Pusat, MS dan AR yang merupakan advokat, serta MAN yang saat ini menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Selatan.
Menurut penyidik, aliran dana suap senilai Rp60 miliar diberikan oleh MS dan AR kepada MAN melalui WG dengan maksud mengatur putusan kasus Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit dalam kurun waktu antara bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022. Adapun, pemberi suap meminta agar para terdakwa mendapatkan putusan onslag van rechtvervolging.
"Dan terkait dengan putusan onslag van rechtvervolging tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AN melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak Rp60 miliar, di mana pemberian suap tersebut atau gratifikasi diberikan melalui WG. Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara dimaksud agar majelis hakim yang mengadili perkara tersebut memberikan putusan onslag van rechtvervolging," ujar dia.
Â
Â
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
