Liputan6.com, Jakarta - Pakar Maritim, Capt. Marcellus Hakeng Jayawibaya, menegaskan Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia. Karenanya, Indonesia bertanggung jawab menjaga kelestarian ekosistem laut. Maka dari itu, kebijakan mengekspor pasir laut bisa merusak reputasi internasional Indonesia jika tidak diatur dengan bijak.
“Integrasi antara perspektif ekonomi dan lingkungan dalam kebijakan publik sangat penting, tidak hanya untuk kepentingan nasional tetapi juga untuk menunjukkan komitmen global Indonesia sebagai penjaga ekosistem laut,” ujar Captain Hakeng dalam keterangan diterima, Kamis (3/10/2024).
Captain Hakeng menjelaskan, melalui riset dan kajiannya, dia menyoroti ketidaksesuaian antara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, terutama pada Pasal 56 yang berfokus pada perlindungan lingkungan laut.
Advertisement
Dia mengatakan, kajian tersebut dituangkan dalam tesis berjudul, Tinjauan Yuridis terhadap Pengelolaan Sumber Daya Laut dalam PP No. 26 Tahun 2023 Berdasarkan Perlindungan Kelestarian Kelautan.
“PP Nomor 26 Tahun 2023 cenderung lebih memprioritaskan keuntungan ekonomi melalui eksploitasi sumber daya laut, khususnya pasir laut. Kebijakan ini bertentangan dengan semangat Undang-Undang Kelautan yang menempatkan pelestarian ekosistem laut sebagai prioritas utama,” tutur Captain Hakeng.
Berpotensi Merusak Ekosistem Laut
Captain Hakeng mencatat, eksploitasi pasir laut yang diatur dalam PP tersebut berpotensi merusak ekosistem laut yang menjadi habitat bagi berbagai spesies, termasuk ikan.
Dia mewanti, aktivitas ini tidak hanya mengancam dasar laut, tetapi juga mengganggu proses reproduksi ikan dan rantai makanan, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada sektor perikanan.
“Meskipun secara ekonomi ekspor pasir laut terlihat menguntungkan, (tapi) dampak lingkungan yang ditimbulkan jauh lebih besar dan dapat mempengaruhi kehidupan nelayan serta keberlanjutan sumber daya laut,” wanti dia.
Captain Hakeng mengamini, ada dilema antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan merupakan tantangan umum yang dihadapi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Maka kebijakan tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek sebab akan berisiko mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang vital bagi generasi mendatang,” dia menandasi.
Advertisement