Jaksa Agung Burhanuddin Minta Jajarannya Usut Korupsi Kepala Desa Ditangani dengan Hati-hati

Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta para jaksa berhati-hati dalam mengusut korupsi di daerah, terutama yang melibatkan kepala desa.

oleh Tim News diperbarui 08 Nov 2024, 05:00 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2024, 05:00 WIB
Jaksa Agung Bersama DPR Bahas Kasus Korupsi 78 T dan Korupsi Waskita Beton Precast
Jaksa Agung ST Burhanuddin saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di Jakrta, Selasa (23/8/2022). Rapat tersebut membahas perkembangan kasus Korupsi Surya Darmadi 78 T dan kasus Korupsi PT Waskita Beton Precast Tbk. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta para jaksa berhati-hati dalam mengusut korupsi di daerah, terutama yang melibatkan kepala desa.

"Saya sering menyampaikan untuk penanganan korupsi untuk tetap hati-hati, terutama yang menyangkut kepala daerah, yang menyangkut unsur kepala desa," kata Burhanuddin di Rakornas Pempus dan Pemda di SICC, Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/11/2024).

Dia menjelaskan, kepala desa adalah representasi pemerintahan terendah yang dipilih dari masyarakat. Tetapi, rakyat yang memilih juga orang-orang belum berpengetahuan cukup.

Setelah terpilih, para kepala desa yang tak pernah mengelola keuangan, tiba-tiba bisa mengelola dana Rp1 miliar-Rp 2 miliar per tahun.

Menurut Burhanuddin, ini adalah tugas berat kepala desa.

"Tiba-tiba diberi kesempatan untuk mengelola keuangan sekitar 1-2 miliar tahun," ucapnya.

"Ini adalah tugas berat bagi mereka karena mereka harus mempertanggung jawabkan sistem keuangan pemerintah," sambungnya.

Burhanudin berkata, hal itulah yang menyebabkan kebocoran-kebocoran karena kepala desa tidak mengerti apa yang harus dia lakukan setelah menerima uang itu.

"Dan itu yang saya sampaikan kepada para jaksa di daerah untuk hati-hati menahan ini," pungkasnya.

Gerindra Akan Kaji Usulan Pemilihan Kepala Desa Lewat Partai Politik

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya bakal mempelajari usulan soal pencalonan pemilihan kepala desa (Pilkades) dilakukan melalui partai politik. Menurut Muzani, ada pemikiran agar mengefektifkan kepemimpinan dari tingkat desa hingga nasional.

"Nanti kita pelajari ada beberapa pemikiran tentang bagaimana pengembangan demokrasi sebagai sebuah cara untuk mengefektifkan kepemimpinan dari mulai tingkat nasional sampai tingkat desa kita akan pelajari mana yang efektif mana yang tidak," kata Sekjen Gerindra saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

Muzani menilai, sejauh ini pelaksanaan pemilihan kepala desa tanpa parpol sudah berjalan baik. Namun, bila ada keinginan pencalonannya melalui parpol, Gerindra akan mengkaji.

"Ya sejauh ini kan sudah bagus ya kepala desa diajukan oleh masyarakat tanpa partai politik, tapi kalau ada kehendak dan keinginan itu kita pelajari," tukasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia memunculkan wacana agar pencalonan pemilihan kepala desa (Pilkades) memakai partai politik. Sebab dalam pengamatannya, kompetisi Pilkades justru lebih kejam, bahkan brutal.

"Pemilihan ini bukan hanya Pilpres, bukan anggota DPR doang dan kepala daerah, tapi kepala desa. Yang itu lebih dinamis, atau kalau pakai istilah kemarin brutal, lebih brutal Pak," kata Doli dalam rapat Baleg DPR, dikutip Jumat (1/11/2024).

Pilkades Dinilai Makan Korban Jiwa Lebih Besar

Politikus Golkar itu mengatakan, persaingan di Pilkades sangat tinggi bahkan menimbulkan korban jiwa lebih banyak dibandingkan Pileg-Pilpres. Oleh karena itu dibutuhkan pengaturan lebih ketat lagi.

"Lebih banyak korban jiwa pemilihan di desa dibandingkan dengan Pileg, Pilkada, dan seterusnya. Jadi makanya kalau menurut saya ini juga harus masuk dalam pengaturan yang lebih detail, kemarin kita bicara tentang penyelenggara Pemilu kalau serentak nggak ada kerjanya lima tahun," kata dia.

Doli juga meminta semua parpol lebih berani memasukkan usulan tersebut dalam RUU Parpol.

"Sekarang kan Pilkades itu, seolah-olah tidak politik, tidak ada keterlibatan Parpol, padahal pencalonan mereka itu pakai partai, cuma bedanya partai nangka, partai pepaya, partai kambing, tapi pakai partai juga, pertanyaannya kenapa nggak sekaligus aja partai, ngapain pakai partai kambing, partai ini, ya partai yang udah ada aja,” pungkasnya.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya