Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengaku terkejut dengan kasus yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam perkara Ronald Tannur.
Hal ini disampaikannya dalam rapat bersama Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Advertisement
Baca Juga
"Kita semua tentu benar-benar terkejut, ternyata selama ini penjaga pintu terakhir keadilan masyarakat telah jebol juga," kata Bamsoet.
Advertisement
Ia pun mempertanyakan apakah keputusan-keputusan hakim selama ini sudah didasarkan pada rasa keadilan masyarakat atau semata-mata karena faktor transaksional.
"Kita tidak tahu lagi, apakah berbagai keputusan hakim selama ini sudah berdasarkan rasa keadilan masyarakat atau berdasarkan transaksional. Dulu ada yang pernah mengatakan biarpun langit runtuh, hukum dan keadilan harus tetap ditegakkan," ujarnya.
"Faktanya hari ini langit tetap utuh, hukum dan rasa keadilan masyarakatnya yang runtuh. Untuk itu sekali lagi saya memberikan apresiasi," sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bamsoet mempertanyakan soal uang dan emas yang disita oleh Kejaksaan Agung, serta apakah ada catatan nama-nama penyetor barang bukti tersebut.
"Pertanyaannya saya adalah pada saat kejaksaan menyita tumpukan uang dan emas, apakah benar dalam bundel-bundel uang tersebut ada nama-nama penyetor dan nama hakim serta nama kasusnya?" ungkapnya.
"Apakah ada keterlibatan pejabat publik lainnya dalam menyetor transaksional rasa keadilan masyarakat ini?" pungkasnya.
Temukan Tumpukan Uang
Sebelumnya, Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku sangat terkejut saat menggeledah kediaman petinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) di Senayan, Jakarta Selatan.
Awalnya, penggeledahan ditujukan untuk mencari bukti dugaan permufakatan jahat dalam kasus suap kasasi Ronald Tannur, tetapi malah ditemukan tumpukan uang hampir Rp1 triliun.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengungkapkan bahwa Zarof Ricar, yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan MA, tetap aktif menjadi makelar kasus meskipun telah pensiun pada 2022.
"Selain perkara permufakatan jahat, untuk melakukan suap tersebut, saudara ZR pada saat menjabat sebagai Kapusdiklat yang tadi saya katakan, menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA," tutur Qohar kepada wartawan, Sabtu (26/10).
Advertisement
Kumpulkan Uang dari 2012
Penyidik menemukan uang tunai senilai Rp920.912.303.714 serta emas dengan berat sekitar 51 kilogram, atau setara dengan Rp75 miliar.
Menurut pengakuannya kepada penyidik, Zarof Ricar mengumpulkan uang dan emas itu mulai dari tahun 2012 hingga 2022.
"Dari mana uang ini berasal, menurut keterangan yang bersangkutan bahwa ini diperoleh dari pengurusan perkara. Sebagian besar pengurusan perkara," jelas Qohar.
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com