Cuaca Hari Ini Rabu 20 November 2024: Jakarta Pagi Hingga Malam Berawan Tebal

Cuaca pagi Jakarta pada hari ini, Rabu, 20 November 2024, diprakirakan seluruh langitnya akan berawan tebal. Demikianlah prediksi cuaca hari ini.

oleh Arviola Marchsyalina Syurgandari diperbarui 20 Nov 2024, 06:15 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2024, 06:15 WIB
Ilustrasi Cuaca Jakarta
Cuaca Jakarta Cerah Berawan (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Cuaca pagi Jakarta pada hari ini, Rabu, 20 November 2024, diprakirakan seluruh langitnya akan berawan tebal. Demikianlah prediksi cuaca hari ini.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, cuaca Jakarta pada siang hari diprediksi cerah berawan, kecuali Jakarta Barat akan berawan.

Begitu pun untuk langit Jakarta pada malam hari seluruhnya akan berawan tebal.

Selain itu, untuk wilayah penyangga Kota Jakarta, yaitu Bekasi dan Depok, Jawa Barat diprediksi cuaca pagi berawan, siang cerah berawan dan berawan, lalu malam berawan tebal dan turun hujan berintensitas ringan.

Kemudian, di Kota Bogor, Jawa Barat, diprediksi cuaca pagi berawan, siang hari hingga malam turun hujan ringan.

Selanjutnya, di Kota Tangerang, Banten, cuaca pagi cerah berawan, siang hujan dengan intensitas ringan, dan malam akan berawan.

Berikut informasi prakiraan cuaca Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:

 Kota  Pagi  Siang   Malam 
 Jakarta Barat  Berawan Tebal  Berawan  Berawan Tebal
 Jakarta Pusat   Berawan Tebal  Cerah Berawan  Berawan Tebal
 Jakarta Selatan   Berawan Tebal  Cerah Berawan  Berawan Tebal
 Jakarta Timur   Berawan Tebal  Cerah Berawan  Berawan Tebal
 Jakarta Utara   Berawan Tebal  Cerah Berawan  Berawan Tebal
 Kepulauan Seribu   Berawan Tebal  Cerah Berawan  Berawan Tebal
 Bekasi   Berawan  Cerah Berawan  Berawan Tebal
 Depok   Berawan  Berawan  Hujan Ringan
 Kota Bogor   Berawan  Hujan Ringan  Hujan Ringan
 Tangerang  Cerah Berawan  Hujan Ringan  Berawan
 

El Nino Adalah Apa? Mengenal Fenomena Iklim yang Mempengaruhi Cuaca Global

Sungai Citarum Kering
BMKG menyatakan fenomena El Nino tahun ini menyebabkan kemarau lebih kering dan panjang. (Timur MATAHARI/AFP)

El Nino adalah fenomena alam yang menjadi perhatian serius bagi banyak negara di dunia, terutama negara-negara yang berada di sekitar Samudera Pasifik. Fenomena iklim ini telah menjadi topik hangat dalam diskusi perubahan cuaca global, dimana el nino adalah penyebab utama terjadinya kemarau panjang dan berbagai anomali cuaca di berbagai wilayah.

Dalam konteks ilmiah, El Nino adalah peristiwa pemanasan Suhu Muka Laut (SML) yang terjadi di atas kondisi normalnya di Samudera Pasifik bagian tengah. Fenomena ini menarik untuk dipelajari karena el nino adalah salah satu indikator perubahan iklim yang dapat diprediksi dan memiliki dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, mulai dari pertanian hingga ekonomi global.

Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, pemahaman tentang el nino adalah hal yang krusial mengingat dampaknya yang signifikan terhadap pola cuaca nasional. Berdasarkan data dari BMKG, fenomena ini diprediksi akan terus mempengaruhi cuaca hingga akhir tahun, dimana el nino adalah faktor utama yang menyebabkan berkurangnya curah hujan dan potensi kekeringan di berbagai wilayah.

Berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber pengertian, penyebab, dampak dan perbedaan El Nino dengan La Nina, pada Senin (18/11).

El Nino merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Spanyol dengan arti "anak laki-laki". Sejarah penamaan ini memiliki latar belakang yang menarik, dimana awalnya istilah ini digunakan oleh para nelayan Peru untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan yang mengalir ke arah selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang natal, yang dikenal sebagai El Nino de Navidad.

Fenomena ini telah muncul selama berabad-abad dan memiliki dampak yang signifikan terhadap pola cuaca global. Dalam konteks meteorologi modern, El Nino ditandai dengan pemanasan suhu permukaan laut yang tidak biasa di Samudera Pasifik bagian tengah. Kondisi ini menciptakan serangkaian reaksi berantai yang mempengaruhi pola cuaca di berbagai belahan dunia.

Sistem sirkulasi atmosfer yang terganggu akibat El Nino menyebabkan perubahan signifikan dalam pola angin dan curah hujan. Di Indonesia khususnya, fenomena ini seringkali mengakibatkan berkurangnya pembentukan awan yang berpotensi menurunkan curah hujan, sehingga memicu periode kekeringan yang lebih panjang dari biasanya.

Proses Terjadinya El Nino dan Mekanismenya

Proses terbentuknya El Nino dimulai dengan perubahan pola angin dan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik. Dalam kondisi normal, angin pasat yang kuat akan mendorong air laut dengan permukaan hangat ke arah Pasifik barat, menciptakan gradien suhu yang signifikan di Samudera Pasifik dengan air yang lebih dingin di sepanjang pantai Amerika Selatan.

Namun, ketika El Nino terjadi, terjadi pelemahan angin pasat yang memungkinkan air hangat bermigrasi ke arah timur. Peristiwa ini mengakibatkan terganggunya gradien suhu normal dan mempengaruhi sirkulasi atmosfer secara keseluruhan. Perairan yang menghangat kemudian melepaskan panas ke atmosfer, menyebabkan kenaikan suhu udara dan pembentukan sistem tekanan rendah di Pasifik tengah dan timur.

Perubahan ini memiliki dampak cascade effect pada Sirkulasi Walker, yang merupakan sistem sirkulasi udara yang bergerak sejajar dengan garis khatulistiwa. Di Indonesia, perubahan ini mengakibatkan Sirkulasi Walker berubah dari bentuk konvergen (naik) menjadi subsiden (turun), yang pada akhirnya mengurangi potensi pembentukan awan konvektif pembentuk hujan.

Dampak El Nino Terhadap Iklim Global dan Indonesia

Kemarau Panjang Akibat El Nino
Penggembala kambing beristirahat di sawah yang kering akibat kemarau di kawasan Sirnajati, Cibarusah, Bekasi, Jawa Barat, Senin (21/8/2023). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan, musim kemarau tahun ini akan lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021, dan 2022. (merdeka.com/Arie Basuki)

Dampak El Nino terhadap perubahan iklim memiliki cakupan yang sangat luas dan kompleks. Di Indonesia, fenomena ini mengakibatkan kondisi yang lebih kering dari biasanya, dengan pengurangan signifikan dalam curah hujan di berbagai wilayah.

Berdasarkan prediksi BMKG, kemarau yang terjadi pada tahun 2023 diprediksi akan lebih kering dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya, menunjukkan intensitas El Nino yang cukup kuat.

Wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami dampak paling parah dari El Nino mencakup sebagian besar pulau-pulau besar di Indonesia.

Daerah-daerah seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, dan Lampung akan menghadapi risiko kekeringan yang tinggi. Selain itu, seluruh Pulau Jawa, Bali, NTT, NTB, serta berbagai wilayah di Kalimantan dan Sulawesi juga diprediksi akan mengalami curah hujan yang sangat rendah.

Dampak El Nino tidak hanya terbatas pada pengurangan curah hujan, tetapi juga mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Peningkatan suhu udara yang signifikan dapat menyebabkan perubahan dalam pola pertumbuhan tanaman, mempengaruhi siklus hidup berbagai spesies, dan bahkan mengubah dinamika ekosistem secara keseluruhan. Kondisi ini menciptakan tantangan serius bagi pengelolaan sumber daya alam dan kehidupan masyarakat.

Perbedaan El Nino dan La Nina

Untuk memahami fenomena iklim secara komprehensif, penting untuk mengetahui perbedaan antara El Nino dan La Nina. Kedua fenomena ini merupakan fase yang berbeda dari siklus iklim yang sama, namun memiliki karakteristik dan dampak yang bertolak belakang. Jika El Nino ditandai dengan pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah, La Nina justru mengalami pendinginan suhu di bawah kondisi normalnya.

Perbedaan mendasar lainnya terletak pada dampak yang ditimbulkan terhadap cuaca. El Nino cenderung menyebabkan berkurangnya curah hujan dan memicu kekeringan di wilayah Indonesia, sementara La Nina justru meningkatkan potensi curah hujan. Fenomena La Nina mendorong peningkatan pembentukan awan konvektif di wilayah Indonesia, yang berarti lebih banyak hujan dan risiko banjir yang lebih tinggi.

Proses sirkulasi atmosfer juga berbeda antara kedua fenomena ini. Pada saat El Nino, terjadi pelemahan angin pasat yang memungkinkan air hangat bergerak ke timur, sedangkan selama La Nina, angin pasat justru menguat dan mendorong lebih banyak air hangat ke arah barat. Perbedaan pola sirkulasi ini mempengaruhi distribusi kelembaban dan suhu di atmosfer, yang pada akhirnya menentukan pola cuaca di berbagai wilayah.

Sektor-Sektor yang Terdampak El Nino

Sektor Pertanian

Sektor pertanian menjadi salah satu area yang paling terdampak oleh fenomena El Nino. Tanaman pangan semusim yang sangat bergantung pada ketersediaan air menghadapi risiko gagal panen yang tinggi. Petani harus menghadapi tantangan besar dalam mengelola lahan mereka karena berkurangnya ketersediaan air untuk irigasi dan meningkatnya risiko kekeringan.

Dampak pada sektor pertanian tidak hanya mempengaruhi produksi pangan, tetapi juga berdampak pada ketahanan pangan nasional secara keseluruhan. Penurunan produktivitas pertanian dapat menyebabkan kenaikan harga bahan pangan dan mempengaruhi ekonomi masyarakat secara luas. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan.

Adaptasi dalam teknik pertanian menjadi sangat penting selama periode El Nino. Petani perlu mengembangkan strategi khusus, seperti pemilihan varietas tanaman yang tahan kekeringan, pengaturan jadwal tanam yang disesuaikan dengan prediksi cuaca, dan pengembangan sistem irigasi yang lebih efisien.

Risiko Kebakaran Hutan dan Lahan

El Nino juga meningkatkan risiko terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) secara signifikan. Kondisi kering yang berkepanjangan membuat vegetasi menjadi lebih rentan terhadap kebakaran, sementara minimnya curah hujan mengurangi kemampuan alam untuk memadamkan api secara alami.

Kebakaran hutan dan lahan tidak hanya mengancam keberlangsungan ekosistem, tetapi juga dapat menyebabkan masalah kesehatan masyarakat akibat paparan asap. Kabut asap yang dihasilkan dari kebakaran dapat menyebar ke wilayah yang luas, mempengaruhi kualitas udara dan aktivitas masyarakat di berbagai daerah.

Penanganan dan pencegahan kebakaran hutan menjadi lebih menantang selama periode El Nino. Diperlukan koordinasi yang lebih intensif antara berbagai pemangku kepentingan, peningkatan sistem pemantauan kebakaran, dan penguatan kapasitas tim pemadaman kebakaran untuk menghadapi potensi kebakaran yang lebih besar.

El Nino adalah fenomena iklim kompleks yang memerlukan pemahaman mendalam dan respons yang terkoordinasi dari berbagai pihak. Dampaknya yang signifikan terhadap berbagai sektor kehidupan, mulai dari pertanian hingga kesehatan masyarakat, menjadikannya sebagai tantangan besar yang harus dihadapi secara bersama-sama.

Keberhasilan dalam menghadapi El Nino bergantung pada kombinasi antara kebijakan yang tepat, teknologi yang memadai, dan partisipasi aktif masyarakat. Pemahaman yang lebih baik tentang fenomena ini, disertai dengan tindakan antisipatif dan mitigasi yang tepat, dapat membantu mengurangi dampak negatifnya terhadap kehidupan masyarakat.

Kementan Antisipasi Dampak El Nino dengan Baik, Produksi Beras Indonesia Meningkat

Kementan Jelaskan Produksi Beras di Tengah El Nino Berkepanjangan tahun 2024
Lahan Pertanian. (Dok. Kementan)

Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil mengantisipasi dampak El Nino yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan tahun 2024 dengan baik. Bahkan hasil produksi patut mendapatkan apresiasi.

Selama 10 bulan masa jabatannya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman fokus bekerja pada program peningkatan produksi yang ketat. Langkah ini menjawab kekhawatiran publik terkait kemampuan Indonesia dalam menjaga produksi beras di tengah tantangan iklim ekstrem.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch. Arief Cahyono menyampaikan sejak dilantik Oktober 2023, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman beserta jajarannya mengambil langkah mitigasi untuk menghadapi dampak El Nino dengan mengoptimalkan sumber air melalui pompanisasi.

“Sejak November 2023 Pak Mentan sudah sampaikan ada potensi pergeseran masa tanam dan defisit produksi di awal tahun 2024. Langkah cepat beliau adalah dengan realokasi eksternal dan internal anggaran Eselon I Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp1 Triliun. Anggaran ini digunakan untuk penyediaan benih, alat dan mesin pertanian (alsintan), pupuk, dan pestisida,” jelas Arief dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (15/10/2024).

Dalam konferenai pers, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras nasional tahun 2024  turun 760 ribu ton atau 2,43% dibandingkan tahun 2023. Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan luas panen menurun karena dampak fenomena El Nino yang menyebabkan mundurnya musim tanam.

Arief membenarkan keterlambatan masa tanam yang terjadi pada akhir 2023 menyebabkan masa panen raya yang mestinya terjadi di bulan Maret-April 2024 bergeser. Konsekuensinya, terjadi defisit produksi di awal tahun 2024 yang ditutupi dengan pengadaan beras sebesar 3,5 juta ton dari luar negeri oleh Bulog.

Namun, dengan intervensi pompanisasi dan ketersediaan pupuk yang cukup, setelah panen raya pada April-Mei 2024, produksi bulanan sejak Agustus hingga prediksi Desember 2024 jauh melebihi produksi bulan yang sama di tahun 2023.

Infografis Petaka El Nino di Planet Bumi Picu Gelombang Panas Ekstrem
Infografis Petaka El Nino di Planet Bumi Picu Gelombang Panas Ekstrem (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya