Musim Kemarau 2025, BMKG: Lebih Pendek, Namun Risiko Tetap Ada

BMKG memprediksi puncak musim kemarau 2025 terjadi pada Juni-Agustus, dengan dampak signifikan pada pertanian, lingkungan, dan kesehatan.

oleh Mevi Linawati Diperbarui 14 Apr 2025, 15:25 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2025, 15:19 WIB
Kepala Badan Meteorologi, Klimatilogi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatilogi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati. (Instagram @dwikoritakarnawati)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau 2025 lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah Indonesia. Hal ini berdasarkan pemantauan dan analisis dinamika iklim global dan regional yang dilakukan BMKG hingga pertengahan April 2025.

Meskipun diprediksi lebih pendek, BMKG tetap mengingatkan potensi risiko yang tetap ada selama musim kemarau 2025.

"Awal musim kemarau di Indonesia diprediksi tidak terjadi secara serempak. Pada bulan April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau. Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua," ujar Dwikorita dalam keterangannya yang dikutip pada Senin (14/4/2025).

BMKG menjelaskan bahwa fenomena iklim global seperti El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini dalam fase netral. Namun, suhu muka laut di wilayah Indonesia cenderung lebih hangat dari normal dan diperkirakan bertahan hingga September, yang berpotensi memengaruhi cuaca lokal.

Dwikorita mengatakan, puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Juni hingga Agustus 2025, dengan Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus.

Sekitar 60 persen wilayah diprediksi mengalami kemarau normal, 26 persen lebih basah dari normal, dan 14 persen lebih kering dari biasanya.

"Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26 persen wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan," tambah Dwikorita.

 

Rekomendasi BMKG untuk Menghadapi Musim Kemarau 2025

Kekeringan Sawah
Penetapan status siaga bencana kekeringan di Provinsi Banten diakibat musim kemarau berkepanjangan sebagai dampak dari fenomena El Nino. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

BMKG memberikan sejumlah rekomendasi penting untuk mitigasi risiko musim kemarau 2025. Untuk sektor pertanian, disarankan penyesuaian jadwal tanam, pemilihan varietas tanaman tahan kekeringan, dan optimalisasi pengelolaan air.

"Untuk wilayah yang mengalami musim kemarau lebih basah, ini bisa menjadi peluang untuk memperluas lahan tanam dan meningkatkan produksi, dengan disertai pengendalian potensi hama," jelas Dwikorita.

Di sektor kebencanaan, peningkatan kesiapsiagaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sangat krusial. Penting untuk meningkatkan upaya pembasahan lahan gambut dan pengisian embung-embung penampungan air di area rawan kebakaran.

Sektor lingkungan dan kesehatan perlu mewaspadai penurunan kualitas udara dan dampak suhu panas. Sementara itu, sektor energi dan sumber daya air diimbau untuk mengelola pasokan air secara bijak dan efisien.

BMKG berharap informasi ini dapat digunakan oleh seluruh pihak terkait dalam menyusun langkah-langkah antisipatif dan adaptif menghadapi musim kemarau 2025. Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui website resmi BMKG, media sosial @infoBMKG, dan aplikasi InfoBMKG.

 

Infografis Kemarau Panjang, Indonesia Terancam Kekeringan
Infografis Kemarau Panjang, Indonesia Terancam Kekeringan. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya