Saksi Ahli Sidang Kasus Dugaan Korupsi Timah: Tak Ada Kerugian Negara Selama Izin Pertambangan Masih Aktif

Saksi Ahli Hukum Pertambangan Abrar Saleng menyebutkan bahwa tidak ada kerugian negara, selama Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki perusahaan masih aktif.

oleh Tim News diperbarui 21 Nov 2024, 10:34 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2024, 19:40 WIB
Sidang Lanjutan Korupsi Timah, Terdakwa Harvey Moeis Simak Keterangan Para Saksi
Pada kasus ini, Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Saksi Ahli Hukum Pertambangan Abrar Saleng menyebutkan bahwa tidak ada kerugian negara, selama Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki perusahaan masih aktif.

Hal ini diungkapkan Abrar dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (20/11/2024) atas terdakwa Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Helena Lim.

Mulanya, Penasihat Hukum (PH) Terdakwa menanyakan terkait dengan kewajiban negara untuk melakukan pemulihan kegiatan lingkungan dari bekas aktivitas pertambangan.

"Kapan sebenarnya kewajiban negara itu muncul untuk menggantikan peran dari si eks pemegang IUP ini untuk melakukan pemulihan kegiatan lingkungan. Itu menurut pendapat ahli kapan itu?," tanya Penasihat Hukum (PH) kepada Abrar dalam sidang kasus dugaan korupsi timah, Rabu (20/11/2024).

Abrar menjawab, Pasal 161 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, merupakan aturan untuk mengantisipasi kerugian negara.

"Oleh karena itu, setelah pasal ini dilaksanakan, saya yakin tidak ada lagi kewajiban negara untuk melakukan itu. Tapi kalaupun itu tidak terjadi tidak bisa dilaksanakan, itu baru muncul kewajiban negara. Setelah menggunakan dana jaminan reklamasi dan pidana tambahan tadi berupa kewajiban untuk melakukan itu," jawab Abrar.

"Jadi selama pemegang izin usaha pertambangan itu dananya masih cukup, tidak ada kewajiban negara untuk reklamasi. Tetapi tetap menjadi kewajiban pemegang izin usaha pertambangan, termasuk yang bekas pemegang izin usaha pertambangan," tambahnya.

Abrar juga menjelaskan, selama IUP yang dimiliki oleh perusahaan pertambangan masih berlaku, maka Pasal 161 tidak berlaku.

"Selama izin berlaku, tidak berlaku (Pasal) 161, karena dikunci, dicabut dan berakhir," kata Abrar.

 

Dinilai Tak Ada Kerugian Negara

PT Timah rupanya bukan lagi menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut diungkapkan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani saat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah.
PT Timah rupanya bukan lagi menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut diungkapkan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani saat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah. (Ist)

Abrar juga menerangkan, selama IUP masih aktif sampai waktu berakhirnya IUP, tidak ada kerugian negara. Sebab, perusahaan telah menempatkan dana jaminan pascatambang.

"Jadi saya mau mengatakan secara filosofis, tidak ada kerugian negara di bidang lingkungan selama izin itu masih aktif. Karena masih ada jaminan reklamasi yang belum disentuh, masih ada jaminan pasca tambangan, dan negara berhak mencari pihak ketiga," ucap dia.

Menurut Abrar, dapat dikatakan kerugian negara apabila perusahaan pemegang IUP tidak melakukan kegiatan reklamasi setelah berakhir masa IUP.

"Pasal 161 itu menjaga-jaga itu semua. Kalaupun nanti itu (reklamasi) tidak terjadi, ya itu mungkin baru ada kerugian negara. Kalau tidak ditegakkan itu 161. Itu pandangan saya," jelas Abrar.

Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya