Liputan6.com, Jakarta - Cuaca pagi Jakarta pada hari ini, Jumat (6/12/2024), diprakirakan seluruh langitnya akan berawan tebal. Demikianlah prediksi cuaca hari ini.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, cuaca Jakarta pada siang hari seluruhnya juga diprediksi berawan tebal.
Baca Juga
Begitu pun untuk langit Jakarta pada malam hari diprakirakan seluruhnya akan berawan tebal, kecuali Jakarta Barat turun hujan dengan intensitas ringan.
Advertisement
Selain itu, untuk wilayah penyangga Kota Jakarta, yaitu Bekasi, Jawa Barat, diprediksi cuaca pagi hingga malam akan berawan tebal. Sedangkan cuaca Depok dan Kota Bogor pada pagi dan malam berawan tebal. Namun siangnya akan hujan berintensitas ringan.
Selanjutnya, di Kota Tangerang, Banten, cuaca pagi hingga malam diprakirakan berawan tebal.
Berikut informasi prakiraan cuaca Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:
Kota | Pagi | Siang | Malam |
Jakarta Barat | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Hujan Ringan |
Jakarta Pusat | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan Tebal |
Jakarta Selatan | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan Tebal |
Jakarta Timur | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan Tebal |
Jakarta Utara | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan Tebal |
Kepulauan Seribu | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan Tebal |
Bekasi | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan Tebal |
Depok | Berawan Tebal | Hujan Ringan | Berawan Tebal |
Kota Bogor | Berawan Tebal | Hujan Ringan | Berawan Tebal |
Tangerang | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan Tebal |
Panjangnya Musim Kemarau, Menanti Penghujan Datang
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kekeringan tahun ini akan terjadi lebih panjang mulai Mei sampai Oktober 2024, yang artinya kemungkinan untuk masuk masa penghujan bisa berubah. Sebanyak 7 dari 38 provinsi di Indonesia mengalami kekeringan ekstrem pada laporan BMKG Rabu 18 September 2024.
Menurut BMKG, daerah yang mengalami kekeringan ekstrem antara lain berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi Kota Kupang (144 hari), Sumba Timur (141 hari), Sabu Raijua (128 hari), Kupang (116 hari), Lembata (97 hari), Timor Tengah Selatan (97 hari), Sikka (72 hari), Rote Ndao (70 hari), Sumba Barat Daya (69 hari), dan Ende (69 hari).
Kondisi yang sama juga melanda Provinsi Jawa Timur, yakni Jember (139 hari), Kota Probolinggo (139 hari), Pasuruan (138 hari), Situbondo (138 hari), Banyuwangi (137 hari), Blitar (137 hari), Mojokerto (137 hari), Tulungagung (137 hari), Bangkalan (135 hari), dan Malang (108 hari).
Daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang juga terdampak yakni Bima (137 hari) dan Lombok Timur (94 hari). Di Provinsi Sulawesi Selatan situasi yang sama melanda Barru (68 hari), Pangkep (68 hari), Takalar (68 hari), dan Makassar (68 hari).
Kondisi serupa juga dialami Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi Bantul (68 hari) dan Gunungkidul (67 hari). Provinsi Jawa Barat meliputi Ciamis (66 hari), Cirebon (65 hari), Indramayu (65 hari), Karawang (65 hari), Majalengka (65 hari), Purwakarta (65 hari), Subang (65 hari), Sumedang (65 hari), dan Bekasi (65 hari).
Terakhir adalah Provinsi Banten, tepatnya di Pandeglang (66 hari).
Meski demikian, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, memang musim kemarau lebih panjang sehingga awal musim hujan 2024 ini tak akan terjadi secara bersamaan. Hal ini terjadi akibat tingginya keragaman iklim di wilayah Indonesia.
"Awal musim hujan di Indonesia bervariasi, dimulai dari Pulau Sumatera bagian barat yang memasuki hujan pada Agustus 2024, kemudian secara bertahap meluas ke wilayah timur hingga Desember 2024," kata Dwikorita dalam keterangannya, Kamis (26/9/2024).
Dia mengungkapkan, sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami musim hujan pada periode Oktober hingga November 2024. Apabila dibandingkan rata-ratanya, kata dia, maka musim hujan 2024/2025 akan datang lebih awal dari biasanya.
Selain itu, sifat hujan pada Musim Hujan 2024/2025 diprediksi akan berada pada kategori normal yang menunjukkan kondisi yang tidak terlalu basah maupun kering. Adapun puncak musim hujan, tambah Dwikorita, akan banyak terjadi pada bulan November hingga Desember 2024 di wilayah Indonesia bagian barat dan bulan Januari hingga Februari 2025 untuk Indonesia bagian timur.
Berdasarkan prakiraan tersebut, lanjut dia, secara khusus BMKG menghimbau Kementerian/Lembaga/pemerintah daerah dan masyarakat untuk mewaspadai, mengantisipasi dan melakukan aksi mitigasi lebih awal guna menghindari dan mengurangi risiko bencana hidrometeorologi.
Khusus kepada pemerintah daerah, diharapkan dapat lebih optimal dalam mengedukasi masyarakat tentang cara menghadapi risiko bencana yang berpotensi terjadi selama periode musim hujan serta pentingnya memperhatikan peringatan dini.
"Utamanya di wilayah yang mengalami sifat musim hujan atas normal (lebih basah dibanding biasanya). Wilayah ini berpotensi mengalami peningkatan risiko bencana banjir dan tanah longsor," ujarnya.
Advertisement
Anomali di Tengah El Nino dan Kekeringan yang Terjadi, Harga Beras Deflasi 0,45%
Komoditas beras di tengah El Nino dan kekeringan yang melanda di berbagai daerah di Indonesia tercatat mengalami deflasi pada November 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga beras mengalami penurunan sebesar 0,45% dengan andil deflasi sebesar 0,02%.
Deflasi tersebut terjadi di 26 provinsi dengan penurunan paling tajam tercatat di Papua Pegunungan, yakni 4,64%. Berbagai penurunan harga beras itu didorong oleh panen yang terjadi di sejumlah sentra produksi.
“Gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) mengalami penurunan harga, termasuk beras medium dan premium,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers pada Selasa (3/12/2024).
Ia menyebut, panen di beberapa daerah seperti Bali dan Jambi menunjukkan kontribusi signifikan.
“Di Bali, panen Tabanan meningkatkan stok gabah, sementara di Jambi, banyak gabah yang tersimpan di penggilingan,” sebut Amalia.
"Adapun penyebab deflasi beras terjadi karena penurunan harga mulai dari gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG), beras medium, dan premium," imbuhnya.
Amalia mengungkapkan, secara nasional penurunan harga GKP terdalam memang ada di Bali dan Jambi.
"Bali terjadi peningkatan stok karena memang terjadi panen Tabanan, Jambi ini terlihat banyak stok gabah di penggiliingan," ungkapnya.
Sebagai informasi, harga gabah Kering panen turun sebesar 1,86% secara bulanan dan 6,18% secara tahunan. Untuk gabah kering giling turun sebesar 1,84% secara bulanan dan sebesar 8% secara tahunan.
Adapun rata-rata harga beras di penggilingan pada bulan November 2024 turun sebesar 1,23% secara bulanan dan sebesar 3,79% secara tahunan.
Perkuat Produksi Pangan
Deflasi yang tercatat pada November 2024 tersebut menjadi bukti bahwa program intensifikasi lahan rawa, ekstensifikasi, dan penggunaan teknologi serta mekanisasi dari Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil menjaga stabilitas produksi.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch. Arief Cahyono mengatakan bahwa Kementan terus berupaya memperkuat produksi pangan.
“Kami menyiapkan benih, pupuk, dan sarana produksi lainnya untuk memastikan keberlanjutan produksi,” katanya.
Arief menjelaskan, selama 2024, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman memasifkan pemberian bantuan pompa dan menggiatkan optimasi lahan rawa (oplah).
"Dengan pompanisasi, sawah tadah hujan yang sebelumnya hanya bisa tanam satu kali, bisa meningkat meningkat menjadi dua bahkan tiga kali tanam dalam setahun," jelasnya.
"Sementara melalui oplah, pemerintah meningkatkan indeks pertanaman dan produktivitas melalui penataan sistem tata air dan penataan lahan rawa," imbuh Arief.
Ia pun menyebut, program pompanisasi telah mengairi lebih dari 1,1 juta hektare lahan tadah hujan dan dampaknya terhadap peningkatan produksi sangat signifikan.
"Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dihadapkan pada tantangan cuaca ekstrem, program terobosan dari Mentan Amran telah mampu menjaga ketahanan pangan Indonesia," sebut Arief.
Advertisement