Liputan6.com, Jakarta - Langkah politik Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi perhatian setelah pemecatannya dari PDIP. Sejumlah partai politik seperti Golkar, Gerindra, dan PAN telah menyatakan kesiapannya menyambut mantan Wali Kota Solo tersebut untuk bergabung.
Namun kini, sinyal baru datang dari relawan pendukung Jokowi, Projo, yang mengaku siap bertransformasi menjadi partai politik. Sekretaris Jenderal DPP Projo, Handoko, menyatakan bahwa organisasinya siap bertransformasi menjadi partai politik jika diperintahkan oleh Jokowi.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau Pak Jokowi perintahkan begitu, ya siap-siap saja," kata Handoko, Rabu 18 Desember 2024.
Advertisement
Handoko menegaskan, Projo akan selalu menjadi rumah bagi Jokowi dan siapa saja yang mendukung langkah politik mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Meski demikian, ia mengakui belum ada pembicaraan antara pihak Projo dan Jokowi terkait wacana tersebut.
"Belum (belum ada pembicaraan dengan Jokowi), nanti di saat yang tepat pasti kita bicarakan," tambahnya.
Di sisi lain, Jokowi sendiri belum memberikan pernyataan tegas soal rencana membentuk partai baru. Saat ditanya mengenai hal itu, ia hanya menyebut bahwa dirinya kini bergerak sebagai individu.
"Sudah saya sampaikan, partai perorangan," kata Jokowi di Solo kepada wartawan.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai bahwa sinyal Projo untuk mendirikan partai politik bukanlah hal baru. Menurutnya, rencana ini sudah lama bergulir, bahkan sebelum Jokowi secara resmi dipecat dari PDIP.
"Projo telah memberi respons (terkait pendirian partai politik) sudah lama. (Namun), dinamika politik Projo dan partai-partai lain pasca Pak Jokowi bukan lagi seperti PDIP," ujar Arifki kepada Liputan6.com, Kamis, (19/12/2024).
Meski demikian, Arifki menekankan bahwa membangun partai politik bukanlah hal yang mudah. "Membangun sebuah partai membutuhkan proses yang panjang dan kompleks, tidak semudah yang dibayangkan," ucapnya.
"Apalagi, Projo akan bersaing langsung dengan partai seperti PSI dalam hal nilai dan figur tokoh yang ditawarkan," tambahnya.
Arifki menilai bahwa pertanyaan terbesar saat ini adalah ke mana arah politik Jokowi setelah pemecatan dari PDIP. "Situasi politik ini (masih belum jelas), terutama di mana Pak Jokowi akan berlabuh."
Terkait potensi Projo menjadi partai politik, Arifki mengaku belum yakin sepenuhnya. "Ya sejauh ini, saya rasa (peluang Projo untuk menjadi partai politik masih belum signifikan). Artinya masih belum masuk radar yang begitu besar," ujarnya.
Menurut Arifki, mendirikan partai di periode ini sangat sulit karena langkah tersebut secara tidak hanya membuka ruang bagi nilai-nilai Jokowi, tetapi juga menciptakan persaingan langsung dengan partai lain.
"(Projo mungkin) bisa membuka ruang tersendiri bagi value Pak Jokowi, tetapi tentunya langkah ini akan berhadapan langsung dengan partai-partai politik lainnya yang sudah lebih mapan," jelasnya.
Arifki juga menyoroti kekuatan basis massa Projo yang dinilai belum teruji untuk bertransformasi menjadi partai politik.
"Ya kalau secara langsung tentu kita tidak bisa menyesuaikan, karena memang seberapa jauhnya kan belum bisa teruji juga. Karena memang relawan ini kan belum seperti organisasi yang terukur," katanya.
Lebih lanjut, Arifki menyebut bahwa Projo akan menghadapi tantangan besar jika ingin bertransformasi dari relawan menjadi partai.
"Artinya harus banyak bergerak dan juga tentu dukungan kan bukan hanya dukungan simbolik dari Pak Jokowi. Tapi juga siapa figur-figurnya, elemen-elemen apa, dan biayanya juga besar kan untuk membangun partai gak murah. Dan itu juga harus disiapkan oleh Projo," ucapnya.
Menurutnya, kehadiran Projo sebagai partai politik di masa depan tidak akan langsung membawa dampak signifikan terhadap dinamika politik nasional. "Untuk saat ini, mungkin tidak akan terlalu besar karena memang Projo juga harus bersaing dengan partai-partai kecil di luar parlemen," ungkapnya.
"Ini kan juga ujian dari seberapa kuat pengaruh Pak Jokowi kan. Dan saya rasa ini juga perlu kita lihat."
Pembuktian Jokowi Masih Kuat
Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik Jamiluddin Ritonga menyatakan bahwa membentuk partai baru dengan menjadikan Jokowi sebagai figur utama adalah langkah strategis bagi Projo. Menurutnya, posisi Jokowi sebagai orang tertinggi di partai akan memungkinkan dia menyalurkan idealismenya secara langsung.
"Jokowi akan bisa menyalurkan idealisme-idealisme dia, sekaligus juga untuk melihat sebagai test case apakah memang Jokowi ini memang mesti diterima masyarakat atau tidak kalau dia memimpin partai," kata Jamiluddin kepada Liputan6.com, Kamis (19/12/2024).
Jamiluddin menambahkan, Projo memiliki peluang besar untuk membentuk partai baru karena sudah memiliki infrastruktur hingga tingkat kecamatan. Namun, menurutnya, nilai jual Projo sebagai partai politik akan rendah jika Jokowi tidak ditempatkan sebagai ketua umum.
"Karena kalau hanya berharap kepada Projo kita kan tahu bahwa Projo itu juga banyak yang tidak menyukai. Jadi kalau mereka bukan menjadikan Jokowi menjadi ketua umum, saya khawatir nilai jual Projo jadi partai itu sangat rendah," ucapnya.
"Buat saya pribadi melihat ini jadi test case apakah memang betul Jokowi itu masih punya layak jual atau itu memang saat ini hanya di image-kan bahwa Jokowi itu masih hebat," lanjutnya.
Meski demikian, Jamiluddin menilai transformasi Projo dari relawan menjadi partai politik akan menghadapi tantangan besar. Salah satunya adalah kebutuhan akan sponsor dengan dana besar untuk mendukung ormas Projo.
"Karena sehebat-hebatnya orang dalam me-manage suatu organisasi termasuk partai kalau tidak ada uangnya kan juga itu impossible ya," katanya.
Selain itu, penyusunan struktur partai yang mencakup DPP, DPD, DPC, dan PAC membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni untuk mendukung visi dan misi partai.
"Tantangannya adalah kalau partai itu disukai masyarakat tentu akan mudah mencari orang-orang yang bisa duduk di struktur tadi. Tapi kalau ini tidak laku dijual maka partai itu akan kesulitan mencari SDM yang mempunyai kualifikasi yang baik untuk menjalankan roda partai di setiap tingkatan," jelas Jamiluddin.
Jamiluddin juga menegaskan bahwa keberhasilan suatu partai politik diukur dari kemampuannya lolos ke Senayan. Untuk itu, partai harus memiliki dana yang cukup besar serta kepengurusan yang solid dan kompeten.
"Kalau partai ini minim anggaran, minim dana, dan di struktur di setiap tingkatan kepengurusannya itu tidak memadai pasti partai ini menjadi tidak kompetitif. Nah karena itu akan sulit mereka berhadapan dengan partai-partai besar seperti PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasdem, PKS," ujarnya.
Ia melihat bahwa mendirikan Projo sebagai partai politik memiliki risiko yang tinggi. Terlebih jika Jokowi, yang menjadi andalan, perlahan kehilangan magnetnya dan tantangan utama seperti pendanaan serta SDM tidak dapat terpenuhi.
"Ditambah ketua umumnya seandainya Jokowi sudah meredup, terus dananya terbatas, terus SDM di struktur partainya lemah, ya sudah bahwa ini nanti hanya jadi partai abal-abal begitu," pungkas Jamiluddin.
Hormati Keputusan Jokowi dan Projo
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, menyatakan partainya menghormati keputusan yang diambil oleh Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), termasuk soal sinyal relawan Projo yang siap bertransformasi menjadi partai politik.
"Kami menghormati apa pun yang menjadi keputusan Pak Jokowi, termasuk jika benar Projo pada saatnya nanti bertransformasi menjadi partai politik," ujar Kamhar kepada Liputan6.com, Kamis (19/12/2024).
Namun terkait pemecatan Jokowi dari PDIP, Kamhar menegaskan bahwa Demokrat tidak ingin terlalu jauh mengomentari keputusan tersebut. Ia menghormati kedaulatan partai politik dalam menjalankan mekanisme internalnya.
"Kami menghormati sepenuhnya kedaulatan setiap partai politik dalam menjalankan mekanisme organisasi, menertibkan kader-kadernya sesuai dengan konstitusi setiap partai. Oleh karena itu, kami tak ingin mengomentari lebih jauh langkah dan keputusan PDIP terhadap Pak Jokowi dan Mas Gibran, karena ini sepenuhnya menjadi kewenangan PDIP dan manifestasi kedaulatan partai," tambahnya.
Kamhar juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, Partai Demokrat belum membahas lebih lanjut mengenai kemungkinan Jokowi berlabuh ke partai lain setelah pemecatan tersebut.
"Sampai saat ini, Partai Demokrat belum membahas terkait ini. Kami saat ini masih fokus memonitor proses sengketa hasil Pilkada yang akan berlangsung di MK nantinya, mengingat beberapa di antaranya adalah kader utama Partai Demokrat. Terkait akan ke mana Pak Jokowi berlabuh setelah dipecat PDIP? Ini tentunya Pak Jokowi yang tahu betul. Beliau yang bisa menjawab ini," tutup Kamhar.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa partainya membuka pintu lebar bagi Joko Widodo (Jokowi) setelah resmi dipecat dari PDI Perjuangan (PDIP) sebagai kader.
Bahlil menegaskan, Partai Golkar selalu terbuka untuk menerima siapa pun yang ingin bergabung.
"Golkar itu sangat inklusif. Golkar itu terbuka bagi semua anak bangsa yang ingin mengabdikan dirinya lewat politik lewat partai. Jadi Golkar sangat inklusif ya," kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.
Menurut dia, Jokowi merupakan seorang negarawan dan memiliki banyak pendukung. Bahlil menyebut setiap partai politik pasti ingin merekrut tokoh-tokoh potensial, termasuk Jokowi.
"Ya kan setiap partai pasti punya keinginan utk mengajak tokoh-tokoh yang potensial. Pak Jokowi kan mantan presiden. Pasti punya apa ya, simpati yang banyak orang, dukungan yang banyak orang. Ya kita lihat lah," jelasnya.
Bahlil sendiri menyerahkan kepada Jokowi apabila ingin menjadi kader partainya. Dia sendiri menyambut baik apabila Jokowi dan Gibran bergabung ke Partai Golkar.
"Ya semua kita serahkan kepada Bapak-bapak dan warga negara yang ada, termasuk Bapak Presiden Jokowi," ujarnya.
"Oh Alhamdulillah, Alhamdulillah. Ya kita doakan semuanya baik-baik," sambung Bahlil.
Saat ditanya apakah sudah mengajak Jokowi bergabung, Bahlil tak mau berkomentar. Bahlil menuturkan dirinya kerap bertemu Jokowi, namun belum tentu membahas soal pemecatan dari PDIP.
"Andaikan kalaupun saya ketemu kan tidak hanya karena persoalan pemecatan oleh partai yang lain. Saya ketemu saja biasa," tutur Bahlil.
Diketahui, PDI Perjuangan telah resmi memecat Presiden RI ke-7 Joko Widodo atau Jokowi dari keanggotaan partai. Surat keputusan bernomor 1649/kpts/DPP/XII/2024 itu dibacakan langsung oleh Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun.
Dalam surat itu, Komarudin menyatakan pihaknya telah memberikan sanksi organisasi berupa pemecatan dari keanggotaan PDIP. Atas dasar itu, Jokowi dilarang melakukan semua aktivitas yang mengatasnamakan PDI Perjuangan.
"Melarang saudara tersebut di atas pada diktum satu di atas untuk tidak melakukan kegiatan dan menduduki jabatan apapun yang mengatasnamakan partai demokrasi indonesia perjuangan," kata Komarudin, Senin 16 Desember 2024.
Komarudin juga menegaskan, sejak surat tersebut diturunkan, PDIP tidak lagi mempunyai keterkaitan apapun dengan Jokowi.
"Dan tidak bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dilakukan oleh saudara Joko Widodo," kata dia.
Terakhir, Komarudin mengatakan surat keputusan yang ia bacakan berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Selain Jokowi, Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution juga dipecat dari keanggotaannya di PDIP.
"DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap saudara Joko Widodo, saudara Gibran Raka dan saudara Bobby Nasution serta 27 anggota lainnya kena pemecatan,” kata Komarudin.
Adapun alah satu pertimbangannya, Jokowi disebut telah menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK). Sehingga menimbulkan kerusakan pada sistem hukum, etik, dan bernegara. Apa yang dilakukan mantan Wali Kota Solo itu dianggap sebagai pelanggaran berat.
"Menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi yang menjadi awal rusaknya sistem demokrasi, sistem hukum, dan sistem moral-etika kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan pelanggaran etik dan disiplin Partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat," sebutnya.
Advertisement
Respons Jokowi Usai Dipecat PDIP
Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi menyatakan menghormati keputusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang telah memecat dirinya, putranya Gibran Rakabuming Raka, dan menantunya Bobby Nasution sebagai kader partai.
"Ya nggak apa-apa, saya menghormati itu," ujarnya di Solo, Jawa Tengah, Selasa 17 Desember 2024.
Jokowi menegaskan bahwa dirinya tidak berencana untuk membela diri atau mencari pembenaran terkait keputusan tersebut.
"Saya tidak dalam posisi untuk membela atau memberikan penilaian karena keputusan itu sudah terjadi. Nanti waktu yang akan mengujinya, saya rasa itu saja," katanya.
Ketika ditanya soal pengembalian kartu tanda anggota (KTA) PDIP, Jokowi hanya menanggapi dengan senyuman.
Terkait alasan pemecatan tersebut, Jokowi kembali menegaskan sikapnya untuk tidak memberikan pembenaran.
"Tadi sudah saya sampaikan, saya tidak dalam posisi membela atau memberikan penilaian, karena sudah diputuskan. Nanti waktu yang akan mengujinya," katanya.
Senada, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka menyatakan dirinya menghormati dan menghargai keputusan PDIP.
"Kami menghargai dan menghormati keputusan partai," kata Gibran di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024.
Dia menyampaikan saat ini memilih fokus membantu Presiden Prabowo Subianto di pemerintahan. Saat ditanya apakah dirinya akan bergabung ke partai politik lain usai dipecat PDIP, Gibran meminta semua pihak menunggu.
"Untuk saat ini saya pribadi akan lebih fokus untuk membantu Bapak Presiden Prabowo," jelasnya.
"Tunggu saja," sambung Gibran.
Sementara itu, Bobby Nasution mengatakan dirinya sudah tidak lagi menjadi kader PDIP. Ia menegaskan saat ini adalah kader dari Partai Gerindra.
"Ya, saya sekarang kader Gerindra," ucap Bobby Nasution, yang saat ini menjabat Wali Kota Medan, Selasa, 17 Desember 2024, di Kota Medan.
Diungkapkan Bobby, dirinya bergabung dengan Partai Gerindra bukan karena dipecat dari PDIP, tapi memang sudah lama.
"Sudah dari kemarin, bukan dari sekarang," imbuhnya.
Bobby Nasution mengatakan komunikasi dirinya bersama kader PDIP tidak ada masalah. Apalagi, Ketua DPRD Medan, Wong Chun Sen.
"Ya, bagus (komunikasi dengan PDIP). Tadi duduk di sebelah, karena Ketua DPRD Medan dari PDIP. Bagus, kok," beber suami Kahiyang Ayu itu.
Isi Surat Pemecatan Jokowi, Gibran dan Bobby
Surat Pemecatan Joko Widodo (Jokowi)
Surat Keputusan No 1649/KPTS/DPP/XII/2024 tentang pemecatan Joko Widodo dari keanggotaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menimbang dan seterusnya, mengingat dan seterusnya, memperhatikan, memutuskan, menetapkan
1. Memberikan sanksi organisasi berupa pemecatan kepada Joko Widodo dari keanggotan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
2. Melarang saudara tersebut di atas pada diktum satu di atas untuk tidak melakukan kegiatan dan menduduki jabatan apapun yang mengatasnamakan Partai Demokrasi di Indonesia Perjuangan
3. Terhitung setelah dikeluarkan surat pemecatannya ini maka DPP di perjuangan tidak ada hubungan dan tidak bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dilakukan oleh saudara Joko Widodo
4. DPP PDI Perjuangan akan mempertanggungjawabkan surat keputusan ini pada kongres yang akan datang.
5. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Desember 2024. Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri ditandatangani, Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto ditandatangani.
Surat Pemecatan Gibran Rakabuming Raka
Surat Keputusan No 1650/KPTS/DPP/XII/2024 tentang pemecatan Gibran Rakabuming Raka dari keanggotaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menimbang dan seterusnya, mengingat dan seterusnya, memperhatikan, memutuskan, menetapkan
1. Memberikan sanksi organisasi berupa pemecatan kepada Gibran Rakabuming Raka dari keanggotan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
2. Melarang saudara tersebut di atas pada diktum satu di atas untuk tidak melakukan kegiatan dan menduduki jabatan apapun yang mengatasnamakan Partai Demokrasi di Indonesia Perjuangan.
3. DPP PDI Perjuangan akan mempertanggungjawabkan surat keputusan ini pada kongres yang akan datang.
4. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2024. Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri ditandatangani, Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto ditandatangani.
Surat Pemecatan Bobby Nasution
Surat Keputusan No 1651/KPTS/DPP/XII/2024 tentang pemecatan Muhammad Bobby Hafid Nasution dari keanggotaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menimbang dan seterusnya, mengingat dan seterusnya, memperhatikan, memutuskan, menetapkan
1. Memberikan sanksi organisasi berupa pemecatan kepada Muhammad Bobby Hafid Nasution dari keanggotan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
2. Melarang saudara tersebut di atas pada diktum satu di atas untuk tidak melakukan kegiatan dan menduduki jabatan apapun yang mengatasnamakan Partai Demokrasi di Indonesia Perjuangan.
3. DPP PDI Perjuangan akan mempertanggungjawabkan surat keputusan ini pada kongres yang akan datang.
4. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2024. Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri ditandatangani, Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto ditandatangani.
Advertisement