Liputan6.com, Jakarta - LSI Denny JA merilis hasil survei mengenai sentimen publik atas wacana pemilihan kepala daerah atau Pilkada oleh DPRD. Hasil survei menunjukkan 76,3 persen publik merespons negatif usulan itu.
Peneliti dari LSI Denny JA, Adjie Al Farabi, mengatakan dari seluruh percakapan di media digital maupun sosial, ada 1.898 percakapan yang membicarakan wacana pemilu kepala daerah dipilih oleh DPRD karena alasan efisiensi biaya.
Baca Juga
"Percakapannya terkait dengan isu kepala daerah dipilih oleh DPRD ini ada kurang lebih sekitar 1.898 percakapan yang terjadi terkait dengan isu ini," kata Adjie dalam jumpa pers secara virtual, Rabu (15/1/2025).
Advertisement
Dari total percakapan itu, 76,3 persen publik merespons negatif usulan kepala daerah dipilih DPRD. Sedangkan, 23,7 persen publik lainnya merespons positif. "Ternyata memang ada 76,3 persen publik cenderung negatif merespons isu kepala daerah dipilih oleh DPRD," ujarnya.Â
"Yang positif hanya 23,7 persen jadi memang mayoritas mereka dari hasil riset kita percakapan di media digital dan media sosial, itu memang negatif merespons isu bahwa kepala daerah dipilih DPRD," tukasnya.
Dalam penelitian LSI Denny JA ini, yang dipilih hanya sentimen positif dan negatif. Riset menggunakan kualitatif berdasarkan analisa pendapat ahli.
Survei ini menggunakan LSI internet yang merupakan alat analisis untuk menggali opini publik di media sosial (medsos).
Analisis dilakukan 2-7 Januari dengan sumber data dari media sosial, online hingga forum diskusi dan podcast.
Ahok Kritik Kepala Daerah Dipilih DPRD
Mantan Gubernur Jakarta sekaligus politikus PDI Perjuangan (PDIP) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan tegas menolak wacana kepala daerah dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dia menyinggung zaman orde baru.
"Kan dari dulu saya tolak. Iya dong. Alasan paling penting kan kita harus mengalami zaman orde baru," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Selasa (13/12/2024).
Menurut Ahok, pemilihan kepada daerah yang harusnya berjalan secara demokrasi dari rakyat untuk rakyat tak akan berjalan. Wacana ini, kata dia, bakal membuat rakyat hanya menjadi penonton semata.
"Hasilnya apa? Rakyat kan cuma jadi penonton, nggak peduli," ujar dia.
Ahok menyebut, kepala daerah dipilih DPRD bakal membuka peluang bagi praktik-praktik politik tidak sehat. Pasalnya, kata Ahok, persetujuan terkait pemilihan kepala daerah bisa diatur secara bebas oleh ketua umum partai politik (parpol).
"Kita cuma deal-dealan sesama ketua umum partai. Deal-dealan juga bisa pakai duit juga. Oknum DPRD dibagi, diatur atau diancam untuk pilih orang tertentu yang sudah ditentukan. Kita pernah ngalamin kok, zaman orde baru kok," kata Ahok.
Â
Advertisement
Dihembuskan Prabowo
Diketahui, wacana kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali mencuat usai digulirkan Presiden Prabowo Subianto dengan dalih efisiensi anggaran.
Menurut dia, anggaran besar yang digunakan untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bisa dialihkan untuk memberi makan anak-anak hingga perbaikan sekolah.
Hal ini disampaikan Jokowi dalam pidatonya di acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Jawa Barat pada Kamis malam (12/12/2024) lalu, Prabowo menyebut Singapura, Malaysia, dan India berhasil menggunakan anggaran lebih efisien karena kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Adapun isu ini bukan hal baru dalam politik Indonesia. Gagasan serupa juga sempat mengemuka di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mendapat dukungan dari sejumlah tokoh politik, hingga Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), kala itu Bambang Soesatyo (Bamsoet).