Pemerintah Segera Bentuk UU Khusus Transfer Narapidana

Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan pemerintah akan segera membentuk undang-undang khusus yang mengatur transfer narapidana. Hal ini dilakukan untuk memperjelas mekanisme pemindahan dan menghindari keraguan hukum.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 18 Jan 2025, 10:33 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2025, 10:33 WIB
Prabowo Subianto Panggil Para Calon Menteri, Ini Sosok-sosoknya
Yusril Ihza Mahendra, seorang advokat, akademisi di bidang hukum tata negara, politikus, dan salah seorang tokoh pemikir dan intelektual Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia pada era Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa pemerintah akan segera membentuk undang-undang terkait mekanisme pemindahan narapidana atau transfer of prisoners.

"Draf undang-undangnya sudah ada di Kementerian Hukum, supaya nanti kita segera bikin. Undang-undangnya cuma berapa pasal saja, kok. Mudah-mudahan cepat selesai," ujar Yusril saat ditemui usai menghadiri acara Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di Jakarta, Jumat (17/1/2025) malam.

Yusril menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan mengamanatkan pengaturan pemindahan narapidana melalui undang-undang khusus. Sementara itu, undang-undang mengenai bantuan hukum timbal balik (MLA) tidak dapat dijadikan dasar pemindahan maupun pertukaran narapidana.

"Karena belum ada (undang-undang khusus) maka terbuka ruang bagi presiden untuk merumuskan satu kebijakan dan merupakan sebuah diskresi presiden untuk hal ini," ungkap Yusril.

Pemindahan narapidana asing yang dilakukan pemerintah belakangan ini, yang terakhir pada Desember 2024, didasarkan pada kesepakatan pengaturan praktis. Namun demikian, Menko Yusril menekankan perlunya undang-undang khusus untuk mengatur hal ini.

"Walaupun sekarang ini dikatakan bisa dilakukan dengan perjanjian, tetapi lebih baik memang kita bikin undang-undangnya supaya tidak ada keraguan lagi," katanya seperti dikutip dari Antara.

Dengan adanya undang-undang khusus yang mengatur pemindahan narapidana, diharapkan akan memberikan kepastian hukum dan transparansi dalam proses pemindahan narapidana baik di dalam maupun luar negeri.

 

Pemerintah Sudah Pulangkan Mary Jane dan 5 Terpidana Mati Bali Nine

Sebelum Diterbangkan ke Filipina, Mary Jane Veloso Huni Sementara Lapas Pondok Bambu Jakarta
Mary Jane Veloso merupakan terpidana mati kasus penyelundupan narkoba. (DEVI RAHMAN/AFP)... Selengkapnya

Terpidana mati kasus penyelundupan narkoba, Mary Jane Veloso, resmi dipulangkan ke Filipina setelah 14 tahun mendekam di penjara di Indonesia. Keberangkatan Mary Jane dari Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas II A Pondok Bambu menuju Bandara Soekarno-Hatta berlangsung Selasa, 17 Desember 2024 malam.

Begitupun dengan lima narapidana kasus narkoba yang tergabung dalam kelompok Bali Nine sudah dipulangkan ke Australia pada Minggu, 15 Desember 2024. Pemerintah Indonesia pun berharap ada timbal balik dari Filipina dan Australia. 

"Harap diingat prinsip yang saya garis bawahi tadi adalah risiko timbal balik. Jadi dengan adanya transfer of prisoners ini nanti pada gilirannya juga treatment yang sama akan dilakukan oleh negara bersangkutan kepada kita," tutur Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional Kemenko Polkam Imipas, Ahmad Usmarwi Kaffah di Gedung Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2024).

Lalu apa timbal balik dari Filipina dan Australia untuk Indonesia?

Hingga saat ini kedua negara tersebut belum secara resmi menyinggung soal timbal balik terhadap apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Baik Filipina dan Australia hanya memberikan ucapan terimakasih atas pemindahan terpidana mati kasus penyelundupan narkoba, Mary Jane Veloso, ke negara asalnya.

Namun menurut laporan Al Jazeera, kesepakatan terkait pemindahan Mary Jane mencakup ketentuan timbal balik. Jika Indonesia meminta bantuan serupa di masa depan, Filipina akan memenuhi permintaan tersebut.

Terdapat spekulasi media yang intens bahwa Indonesia akan meminta hak penahanan Gregor Johann Haas, seorang warga negara Australia yang ditahan di Filipina tahun ini atas tuduhan narkoba. Dia diburu pemerintah Indonesia terkait penyelundupan narkoba yang bisa dikenakan hukuman mati. Sejauh ini, belum ada konfirmasi atas spekulasi itu.

Sementara pernyataan resmi dari Filipina, Presiden Senat Francis Escudero justru meminta Department of Foreign Affairs (DFA) atau Departemen Luar Negeri untuk membuat penghitungan jumlah warga negara Filipina yang dipenjara di luar negeri dan menjajaki perjanjian tentang prisoner swap alias pertukaran tahanan untuk kemungkinan menjalani hukuman mereka di Filipina.

Escudero menyampaikan permintaannya dalam sebuah pesan kepada wartawan pada hari Rabu, (18/12/2024), setelah kedatangan Mary Jane Veloso yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia.

"Saya berharap pemulangan Mary Jane hanyalah yang pertama dari banyak warga negara Filipina yang berada dalam situasi yang sama di berbagai belahan dunia," kata Escudero seperti dikutip dari inquirer.net.

Escudero mencatat bahwa ini membuktikan Presiden Ferdinand "Bongbong" R. Marcos Jr. benar-benar peduli terhadap warga negara Filipina di luar negeri. Hal ini kemudian mendorongnya untuk menekankan bahwa kasus Veloso seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah, untuk fokus pada penderitaan warga negara Filipina yang berada dalam situasi yang sama.

"Karena itu, kita harus meminta DFA – seperti yang saya minta sekarang – untuk menginventarisasi dan membuat perhitungan jumlah warga Filipina yang dipenjara di negara asing," ucap Escudero.

Sementara Perdana Menteri Australia Anthony Albanese berterima kasih kepada Presiden Indonesia Prabowo Subianto "atas belas kasihnya" telah memulangkan Matthew Norman, Scott Rush, Martin Stephens, Si Yi Chen, dan Michael Czugaj alias 5 Bali Nine.

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Paramadina Shiska Prabawaningtyas Paramadina meyakini adanya timbal balik atas kepulangan Mary Jane dan Bali Nine dikarenakan kesepakatan ini didasari adanya permintaan langsung dari negara asal mereka dan Indonesia berada dalam posisi trade-off.

“Jadi buat saya pasti ada kok timbal baliknya karena ini permintaan langsung loh. Bentuknya kan bukan inisiatif Indonesia yang mau ngebalikin loh, tapi prosesnya ada request. Jadi asumsinya ketika request itu diterima, kan namanya minta kan pasti ada sesuatu dong," ujarnya.

Namun, apabila Indonesia bukan dalam posisi trade-off, maka akan menciptakan citra baik untuk Indonesia sebagai negara pro-HAM. "(Misalnya) kemudian yang langkah duluan adalah Indonesia, malah mungkin jadi citra baik buat Indonesia bahwa ternyata kita bisa mempertimbangkan (kembali) hukuman mati," pungkasnya.

Apa Untungnya untuk Indonesia?

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Paramadina Shiska Prabawaningtyas Paramadina, mengatakan bahwa kesepakatan pemulangan Mary Jane dan 5 Bali Nine tersebut sebenarnya menguntungkan bagi Indonesia. Pertama timbul kemungkinan bergesernya proses hukum untuk mempertimbangkan hukuman mati (death penalty) untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM).

“Karena norma HAM dunia saat ini itu sudah bergeser bahwa hukuman mati itu dianggap tidak melindungi Hak Asasi Manusia, karena hak hidup itu tiba-tiba ditarik,” Kata Shiska kepada Liputan6.com.

Keuntungan kedua, Shiska mengatakan kemungkinan adanya diskusi khusus terkait penanganan kasus narkoba. Hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan hukuman mati dengan mengkaji lebih dalam penanganannya.

Yang ketiga, dapat meneruskan kesepakatan transfer of prisoner untuk Indonesia jika Warga Negara Indonesia (WNI) tertangkap kasus di luar negeri.

“Misalnya kondisi nelayan-nelayan kita yang ditangkapin di Australia gitu ya, jadi nanti kalau di future itu ada proses penahanan, apakah nanti mungkin ada transfer of prisoner ini bisa dilakukan gitu ya untuk konteks ke depan,” jelasnya.

Sementara Pakar Hubungan Internasional Evi Fitriani menilai langkah ini menunjukkan niat baik Indonesia untuk memperkuat hubungan dengan negara tetangga, meski tidak membawa keuntungan langsung dalam jangka pendek.

“Memang tidak ada keuntungan jangka pendek yang langsung dari pemulangan dua kasus itu ya, baik ke Filipina maupun ke Australia. Karena dalam hubungan internasional, memang kita tidak transaksional jangka pendek seperti itu,” ujar Evi ketika dihubungi Liputan6.com, Rabu (18/12/2024).

Ia menjelaskan bahwa langkah ini adalah bentuk penghormatan Indonesia terhadap hak asasi manusia (HAM) dan kebutuhan negara-negara tersebut dalam melindungi warganya. 

“Dengan pemulangan mereka ke negara masing-masing, itu memberikan juga kita respect pada human rights. Orang-orang seperti mereka kan lebih baik ditahan atau dihukum di negara masing-masing ketimbang jauh dari negaranya,” sebut Evi.

“Karena di negara masing-masing bisa dekat dengan keluarganya. Jadi secara emosional dan psikologis juga akan lebih baik buat mereka,” sambungnya.

Evi juga menekankan bahwa pemulangan ini bukan hanya demi hubungan baik, tetapi juga meringankan beban penjara Indonesia. 

“Di penjara-penjara kita itu juga sudah penuh. Minimal dengan pemulangan mereka kita dapat space untuk yang lain,” katanya.

Evi menambahkan bahwa pemulangan tahanan ini turut memberikan dampak positif terkait penghematan biaya operasional penjara untuk melayani tahanan asing dalam jangka panjang. 

“Dan biaya ya, biaya di penjara itu kan mahal. Jadi to some extent malah mungkin bisa diperkirakan, namun kita tidak terbebani lagi untuk melayani mereka bertahun-tahun,” jelasnya.

Infografis Pemulangan Mary Jane dan 5 Terpidana Mati Bali Nine ke Negara Asal
Infografis Pemulangan Mary Jane dan 5 Terpidana Mati Bali Nine ke Negara Asal. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya