Akademisi Harap Penguatan Prinsip Independensi Lembaga Negara Melalui Reformasi Struktural

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan tema 'Menavigasi Reformasi Struktural di Indonesia: Pembelajaran dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85 Tahun 2024'.

oleh Tim News diperbarui 29 Jan 2025, 23:35 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2025, 19:02 WIB
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan tema 'Menavigasi Reformasi Struktural di Indonesia: Pembelajaran dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85 Tahun 2024'.
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan tema 'Menavigasi Reformasi Struktural di Indonesia: Pembelajaran dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85 Tahun 2024'. (Ist)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XXII/2024 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan tema 'Menavigasi Reformasi Struktural di Indonesia: Pembelajaran dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85 Tahun 2024'.

"Kegiatan diskusi ini diselenggarakan untuk mengetahui bagaimana implementasi dan eksekusi dari Putusan MK Nomor 85/PUU-XXII/2025 tentang Pengujian UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang PPSK, serta melihat lebih jauh bagaimana implikasinya terhadap reformasi struktural di Indonesia, terutama terhadap independensi LPS," ujar Dekan FP IPS Prof Cecep Darmawan yang juga merupakan Ketua Program Studi Ilmu Hukum UPI, melalui keterangan tertulis, Rabu (29/1/2025).

Kemudian, Giri Ahmad Taufik selaku Pemohon dalam perkara ini menyampaikan, praktik ketatanegaraan Indonesia dalam 10 tahun kebelakang menunjukkan terjadinya democratic backsliding.

"Di mana lembaga-lembaga independen berusaha dikooptasi oleh cabang kekuasaan yang lain, seperti yang terjadi pada KPK dengan revisi UU KPK dan KPPU dengan revisi UU Persaingan Usaha yang sempat dinarasikan akan menempatkan KPPU di bawah Kementerian Perdagangan," ucap dia.

Lebih jauh, Giri menegaskan, dalam konteks LPS, ketentuan mengenai persetujuan RKAT Operasional dalam UU PPSK menjadi suatu ancaman bagi independensi LPS. Hal inilah yang menjadi salah satu pokok permohonan dalam pengujian undang-undang yang diajukan.

 

Putusan MK

Ada 310 Perkara, Mahkamah Konstitusi Gelar Sidang Perdana PHPU Pilkada 2024
Hari ini, Rabu (8/1/2025), Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Pilkada) 2024. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Lalu, Miko Ginting selaku Kuasa Hukum Pemohon mengatakan, putusan MK Nomor 85/PUU-XXII/2024 telah menegaskan kembali status LPS sebagai lembaga independen. Hanya saja, kata dia, sebetulnya Putusan MK ini sangat tidak diprediksi dalam konteks kepastian hukum.

"Dalam risalah dapat dilihat bahwa perdebatannya hanya dalam persoalan persetujuan atau pertimbangan saja, tidak ada mengenai Persetujuan DPR. Kita harus mengawal ini lebih jauh untuk memastikan agar persetujuan DPR ini tidak mengganggu independensi LPS, serta tidak berujung seperti kasus Bank Indonesia baru-baru ini," papar Miko.

Dia menyampaikan, pertanyaan kunci lainnya terkait putusan ini adalah bagaimana konstitusionalitasnya persetujuan ini, apakah ini konstitusional atau tidak selama 2 tahun ini. Ini sangat berkaitan erat dengan persoalan kepastian hukumnya.

Menanggapi hal tersebut, Ahli Hukum Tata Negara Dr Indra Perwira mengatakan, putusan ini merupakan mindset yang digunakan mundur 50 tahun.

Dia menilai, ini bentuk kemunduran ketatanegaraan yang cara berpikirnya belum mengakui keberadaan lembaga independen, masih saja terfokus pada konsep trias poitica dan separation of powers.

"Sangat disayangkan bahwa lembaga yang kita semua harapkan untuk dapat mendorong penguatan nilai konstitusionalisme dan demokrasi, justru malah memukul mundur demokrasi kita," ucap Indra.

 

Kata Ahli Ekonomi

Suhartoyo Dilantik Jadi Ketua MK
Delapan hakim MK yang hadir tersebut ialah Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Manahan M. P. Sitompul, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih. (Liputan6.com/Faizal Fanani)... Selengkapnya

Meninjau persoalan reformasi struktural dari perspektif yang berbeda, Ahli Ekonomi Alamsyah Saragih menyampaikan, data menunjukan bahwa negara yang tata kelolanya buruk, berdampak juga pada pendapatan per kapitanya.

"Apabila suatu negara mencapai sebuah titik berjalan di tempat, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap tata kelolanya. Di sinilah pentingnya melakukan reformasi struktural terhadap cabang-cabang kekuasaan utama dan lembaga-lembaga independen yang ada di Indonesia guna mewujudkan tata kelola yang lebih baik," ucap Alamsyah.

Guru Besar HTN FH Unpad Prof Susi Dwi Harijanti, yang juga menghadiri kegiatan tersebut turut mengkritisi Putusan MK ini. Dia menyebut, putusan ini menimbulkan ketidakpastian.

"Apakah sudah inkonstitusional sejak dibacakan atau menunggu 2 tahun? Pertanyaan selanjutnya apakah putusan uji formil dan materiil itu memiliki implikasi hukum yang berbeda? Prof Bagir Manan pernah menjelaskan bahwa apabila suatu peraturan itu cacat formil, maka harus dinyatakan batal demi hukum. Mahkamah Konstitusi justru berkompromi dengan hal tersebut. MK terbukti tidak bisa menegakkan putusannya sendiri dalam perkara Perppu Cipta Kerja," papar dia.

"Inkonstitusional Bersyarat dalam UU PPSK ini berkaitan dengan normanya. Jika sebuah norma sudah dinyatakan inkonstitusional, apakah keberlakuannya bisa ditunda? Bagaimana sebetulnya maknanya? Menurut pandangan saya bahwa hal ini tidak bisa dilakukan. Kalau kembali pada makna awalnya menjaga independensi, harusnya Putusan ini serta merta berlaku. Ini artinya MK tidak konsisten dengan pertimbangannya sendiri. Perlu kita ingat bahwa justice delayed is justice denied," sambung Susi.

Menanggapi pernyataan Susi, Dr. Indra Perwira menyampaikan, LPS harus menegaskan sikapnya terhadap putusan ini.

"LPS harus berani untuk menjalankan putusan ini dengan mengubah makna persetujuan ini hanya sebagai bentuk rekomendasi yang tidak mengikat dari Kementerian Keuangan. Jadi, secara tegas selama 2 tahun kedepan LPS tidak perlu melakukan pembahasan bersama Kemenkeu, tapi hanya sebatas meminta masukan," jelas Indra.

Infografis Beda Putusan MK dan DPR Terkait Revisi UU Pilkada. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Beda Putusan MK dan DPR Terkait Revisi UU Pilkada. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya