Liputan6.com, Jakarta - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digencarkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto perlu dipandang sebagai investasi jangka panjang, tidak sekadar dari sisi kapitalis saja.
"Makanan gratis bukanlah beban, itu adalah 'uang muka' untuk generasi produktif yang lebih kuat dan cakap. Namun, selama ini logika yang dianut dalam lembaga ekonomi makro, redistribusi sosial akan selalu diperlakukan sebagai kebijakan lapis kedua," kata Chief Economist Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian, seperti dilansir Antara.
Baca Juga
Menurut Fakhrul, pertumbuhan berkelanjutan adalah seputar dari bawah ke atas, yakni dari meja makan rumah tangga pedesaan, dari kotak makan siang anak-anak sekolah, dan dari perut yang tidak lagi kosong.
Advertisement
“Makan Bergizi Gratis bukan tentang ketergantungan, melainkan tentang membangun kapasitas dan memastikan bahwa mesin manusia suatu negara terisi bahan bakar, secara harfiah, untuk perjalanan ke depan," ucapnya.
Ia juga menegaskan bahwa program MBG sepatutnya dipandang tidak hanya dari sisi kapitalis, tetapi juga dampak jangka panjang terhadap masyarakat.
"Bias yang sudah lama ada dalam wacana fiskal: belanja modal itu baik, sementara belanja sosial dianggap sebagai kebocoran. Pola pikir ini mengabaikan keuntungan produktivitas jangka panjang dari investasi dalam sumber manusia, khususnya melalui hal mendasar seperti makanan, kesehatan, dan pendidikan dini," tuturnya.
Â
Target
Program MBG ditargetkan mencapai 82,9 juta penerima manfaat hingga akhir tahun 2025. Saat ini, Badan Gizi Nasional tengah memetakan dibutuhkan 30.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk menjangkau target tersebut.
Dari jumlah itu, 1.542 SPPG rencananya didanai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sisanya melalui skema kemitraan.
Advertisement
