Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Syaiful Bahri, menilai bila RUU Ormas disahkan bisa saja mamasung demokrasi. Pasalnya bila saat ini masyarakat membentuk ormas cukup mendaftar ke Kesbangpol Kemendagri, namun bila RUU Ormas itu disahkan perlu perizinan.
"Ini berubah drastis dengan aturan yang lama, yang mana ormas hanya cukup terdaftar sebagai ormas di Kemendagri. Jadi, masalah perizinan memasung demokrasi," kata Syaiful dalam diskusi bertajuk 'RUU Ormas Kok Bikin Cemas', di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (29/6/2013).
Ia menambahkan dalam aturan RUU Ormas yang sedang dibahas, ada pasal yang menyebutkan ormas harus seizin Kemendagri. Artinya akan ada peluang pemerintah membatasi kebebasan demokrasi.
"Keberadaan ormas cermin dari keterbukaan demokrasi. Urgensi RUU ormas ini kita buktikan, kita dengar bahwa ini tidak memberikan nilai relevansinya," ujar dia.
Syaiful menegaskan sebelum mensahkan RUU Ormas, DPR seharusnya mendahulukan RUU Persekutuan atau Perkumpulan. "Kemudian RUU Ormas ini juga keinginan untuk mengatur lebih jauh mengenai keormasan yang tumpang tindih yang tidak harmonis dengan UU lain. Berarti sia-sia biaya mahal," ucap dia.
Kemudian di dalam RUU ini disebutkan penegakan hukum dengan model administrasi low membubarkan tanpa proses peradilan, juga sangat keliru, dan bertentangan dengan hukum. Ini juga sangat mahal, apalagi ada nuansa RUU Ormas ini juga memberikan reward dan punishment, sehingga tidak sesuai dengan tujuannya.
"Dengan demikian maka dalam perspektif filsafat uu ini tidak penting, dalam perspektif sosiologis masyarakat masih menolak berati tidak penting, bukan hanya ditunda tetapi juga dileburkan dalam UU lain," pungkas dia. (Sul/Ary)
"Ini berubah drastis dengan aturan yang lama, yang mana ormas hanya cukup terdaftar sebagai ormas di Kemendagri. Jadi, masalah perizinan memasung demokrasi," kata Syaiful dalam diskusi bertajuk 'RUU Ormas Kok Bikin Cemas', di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (29/6/2013).
Ia menambahkan dalam aturan RUU Ormas yang sedang dibahas, ada pasal yang menyebutkan ormas harus seizin Kemendagri. Artinya akan ada peluang pemerintah membatasi kebebasan demokrasi.
"Keberadaan ormas cermin dari keterbukaan demokrasi. Urgensi RUU ormas ini kita buktikan, kita dengar bahwa ini tidak memberikan nilai relevansinya," ujar dia.
Syaiful menegaskan sebelum mensahkan RUU Ormas, DPR seharusnya mendahulukan RUU Persekutuan atau Perkumpulan. "Kemudian RUU Ormas ini juga keinginan untuk mengatur lebih jauh mengenai keormasan yang tumpang tindih yang tidak harmonis dengan UU lain. Berarti sia-sia biaya mahal," ucap dia.
Kemudian di dalam RUU ini disebutkan penegakan hukum dengan model administrasi low membubarkan tanpa proses peradilan, juga sangat keliru, dan bertentangan dengan hukum. Ini juga sangat mahal, apalagi ada nuansa RUU Ormas ini juga memberikan reward dan punishment, sehingga tidak sesuai dengan tujuannya.
"Dengan demikian maka dalam perspektif filsafat uu ini tidak penting, dalam perspektif sosiologis masyarakat masih menolak berati tidak penting, bukan hanya ditunda tetapi juga dileburkan dalam UU lain," pungkas dia. (Sul/Ary)