Liputan6.com, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Anwar Usman, terkait putusan uji materiil batas usia capres-cawapres.
Namun meski telah menjatuhkan sanksi pemberhentian jabatan Ketua MK terhadap Anwar Usman, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyatakan pihaknya tidak dapat mempengaruhi hasil putusan MK.
Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi pun merasa heran jika sampai saat ini masih ada pihak-pihak yang masih berkomentar negatif.
Advertisement
"Putusan Majelis Kehormatan MK sudah selesai, putusannya sama sekali tidak membatalkan putusan MK terkait umur capres-cawapres. Artinya, pihak yang tidak setuju putusan MK sudah menggunakan hak konstitusionalnya untuk menguji ketidaksetujuannya, dan hasil uji itu sudah ada putusannya," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Rabu (8/11/2023).
Menurut dia, yang tidak setuju dengan putusan MKMK, maka tentu wajib menerima dan menghormati hasil uji tersebut karena semua pihak sudah menggunakan haknya.
Teddy menegaskan, semua pihak telah diberikan hak yang sama dan sama-sama menggunakan jalur hukum berlaku di Indonesia.
"Jadi jika diluar sana masih ada yang menuding MK dengan narasi negatif, artinya memang tujuannya bukan untuk mendapatkan kepastian hukum, tapi untuk membuat kegaduhan. Mereka adalah para pembegal yang anti terhadap demokrasi, anti terhadap Pancasila dan konstitusi," ucap dia.
"Namanya menguji tentu bisa sesuai harapan bisa tidak sesuai harapan. Jika tidak sesuai harapan lalu menuding para penguji dan bahkan pemerintah, itu namanya tindakan premanisme, karena memaksakan kehendak. Kok hukum harus mengikuti selera mereka," jelas Teddy.
MKMK Jatuhkan Sanksi Pemberhentian Jabatan Anwar Usman dari Ketua MK
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Anwar Usman, terkait putusan uji materiil batas usia capres-cawapres.
“Hakim Terlapor terbukti melakukan pelangaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpinakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan,” tutur Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa 7 November 2023.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor,” sambungnya.
Jimly juga memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan itu selesai diucapkan, untuk segera memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir,” katanya.
“Hakim Terlapor tidak diperkenankan teribat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilhan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilhan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” sambung Jimly.
Advertisement
MKMK Akui Tak Berwenang Batalkan Putusan MK Terkait Batas Usia Capres-Cawapres
Sementara itu, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie menyatakan pihaknya tidak dapat mempengaruhi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) meski telah menjatuhkan sanksi etik terhadap hakim konstitusi yang bersidang, termasuk Ketua MK perihal uji materiil batas usia capres-cawapres.
“Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023,” tutur Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa 7 November 2023.
Hal itu dalam rangka menjawab dalil gugatan terhadap Ketua MK Anwar Usman, yang menyatakan putusan uji materiil batas usia capres-cawapres semestinya dianulir oleh MKMK lantaran hakim konstitusinya terbentur pelanggaran etik.
“Pasal 17 ayat (6) dan ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusti,” jelas dia.
Selain itu, Jimly mengatakan pihaknya tidak menemukan cukup bukti bahwa Anwar Usman selaku Ketua MK memerintahkan adanya pelanggaran prosedur dalam pembatalan pencabutan permohonan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 perihal batas usia capres-cawapres yang akhirnya dikabulkan MK.
Namun begitu, Anwar Usman terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3.
“Hakim Terlapor sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan (judicial leadership) secara optimal, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Penerapan angka 5,” Jimly menandaskan.