RI-Arab Saudi Tanda Tangan MoU, Rieke PDIP Kecewa

MoU itu dinilai bertolakbelakang dengan Pasal 27 UU Nomor 29 Tahun 2004.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 20 Feb 2014, 20:02 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2014, 20:02 WIB
rieke-pitaloka130616c.jpg
Ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan Arab Saudi terkait Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ditandatangani Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar, Rabu 19 Februari kemarin membuat anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka geram.

Selaku mitra kerja Menakertrans, Rieke yang menjabat anggota Komisi IX DPR membidangi tenaga kerja dan transmigrasi itu mengaku kecewa. Sebab, tidak ada pemberitahuan kerjasama 2 negara terkait buruh migran itu. Hal ini dinilai bertolakbelakang dengan Pasal 27 UU Nomor 29 Tahun 2004.

"Pasal 27 disebutkan, ke negara yang tidak memiliki perjanjian tertulis tidak diperkenankan mengirim TKI," kata politisi PDIP itu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2014).

"Pasal 27 juga mengatakan, itu juga harus dilakukan pengiriman kepada negara yang memiliki kepastian menjamin perlindungan hukum, sosial dan sebagainya. Sehingga, warga negara bisa menjadi pekerja yang bermartabat sebagai manusia di negara orang lain," lanjut Rieke.

Atas pertimbangan Pasal 27 itu, Rieke meminta, pemerintah menindaklanjuti MoU dengan membuat sejumlah klausul perlindungan. Terlebih, jumlah buruh migran di Arab Saudi cukup signifikan.

"Kami mengkhawatirkan, ini dianggap pencabutan moratorium. Sehingga kemudian berbondong-bondonglah orang pergi lagi ke sana," ungkap pemeran Oneng dalam serial Bajai Bajuri itu.

Selain itu, Rieke juga mendesak dibentuk joint working group atau joint working commitee, guna memastikan perlindungan TKI dan diimplementasikan dengan baik. "Jadi, ini betul-betul tenaga kerja kita kayak barang yang diperdagangkan di sana."

"Oleh karena itu, sekali lagi kami akan follow-up, bahwa alangkah tidak tepatnya ini dijadikan langkah untuk pencabutan. Karena kami menilai ini pasti dari sektor perdagangannya sendiri," beber Rieke.

Politisi kelahiran Garut ini juga meminta, pimpinan DPR mengupayakan agar TKI di Arab Saudi mendapatkan kenyamanan dengan meniadakan diyat (uang tebusan). Bila tak mampu, persoalan tersebut dikembalikan terhadap persoalan hukum dan tidak mengurangi anggaran perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI).

"Kami memiliki data, tadi sudah disampaikan kepada pimpinan DPR. Pada 2013 misalnya, anggaran perlindungan itu di Saudi ada Rp 9,8 miliar, tapi pada 2014 kasus yang seperti ini ada Rp 5,5 miliar. Ini sangat tidak manusiawi sekali dari sisi anggarannya saja. Perlindungan di Kuala Lumpur yang dari Rp 15 miliar menjadi Rp 14 miliar," tandas Rieke. (Rmn)

Baca juga:

MoU Indonesia-Arab Saudi, Rieke PDIP: Utamakan TKI, Bukan Riyal
Kirim TKI ke Arab Saudi, Rieke PDIP: SBY Langgar Undang-undang
RI Siap Buka Kembali Keran Pengiriman TKI ke Arab Saudi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya