Liputan6.com, Jakarta - Regulasi yang dibuat pemerintah ternyata kerap mengganggu jalannya bisnis para pelaku industri aftermarket. Hal ini diungkapkan oleh Ayong Jeo, Ketua Gabungan Aftermarket Otomotif Indonesia (Gatomi).
Dalam konferensi pers yang dihelat di SCBD, Jakarta, Kamis (15/12/2016) kemarin, Ayong membeberkan beberapa contoh regulasi yang dimaksud. Salah satunya adalah kerumitan sertifikasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Produk elektronik yang diimpor ke Indonesia harus sudah disertifikasi oleh Kominfo. Masalahnya, sertifikasi yang dimaksud harus dilakukan per model. Misalnya, kalau ada 100 item, maka semuanya harus mendapat sertifikat.
Advertisement
"Sementara satu sertifikasi saja biayanya cukup besar," akunya.
Ada pula aturan yang dirasa merugikan produk yang berasal dari dalam negeri. Ayong menjelaskan, ada aturan yang menyebut bahwa jika merek dari luar negeri sudah tersertifikasi di negeri asalnya, maka proses itu tak perlu dilakukan lagi.
"Bukankan justru itu buat produk lokal sulit bersaing?" tanya Ayong, retoris.
Selain Kominfo, Ayong juga mengeluhkan regulasi dari Kementerian Perdagangan yang kerap tidak disosialisasikan dengan jelas. "Tahu-tahu saat kami masukkan barang ternyata tidak boleh. Yang seperti ini sehari-hari kami hadapi," akunya.
"Begitu banyak aturan yang menyulitkan kami. Sampai-sampai perusahaan resmi belum tentu mampu memenuhi semua syarat," tambah Ayong.
Dalam kerumitan seperti itu, beban penguasa bertambah karena adanya oknum-oknum yang bermain, yang mengambil keuntungan secara ilegal. "Di lapangan ada oknum yang mengambil keuntungan. Barang ditahan, kalau mau bebas harus ditebus," tambahnya.
Ke depan, benang kusut ini diharapkan bisa selesai dengan diskusi semua pihak. "Ada wadah yang bisa jadi tempat bicara pengusaha, konsumen, dan pemerintah. supaya produk jangan terlalu tinggi harganya," tutup Ayong.