Liputan6.com, Helsinki - Di sebagian besar negara di dunia, nominal denda tilang telah diatur sedemikian rupa sehingga siapapun yang melakukan pelanggaran akan didenda dengan jumlah yang sama, sepanjang pelanggaran yang dilakukan pun sama.
Aturan ini tidak berlaku di Finlandia. Negara Skandinavia dengan sistem ekonomi welfare state itu menerapkan kebijakan tilang progresif, dalam arti disesuaikan dengan pendapatan pelanggar. Implikasinya, sering kali nominal tilang begitu besar.
Satu contoh adalah Reima Kuisla, seorang pengusaha. Ia pernah ditilang sampai 54 ribu euro atau setara Rp 823 juta karena berkendara melewati batas kecepatan. Sebagai pembanding di Amerika Serikat (AS) saja pelanggaran yang sama paling didenda beberapa ratus dolar.
Advertisement
Baca Juga
Pendapatan Kuisla sendiri sebesar 6,5 juta euro per tahun.
Angka ini belumlah yang paling besar. Sebelum kasus Kuisla, seorang eksekutif Nokia bahkan pernah ditilang dengan nominal miliaran rupiah.
Hitung-hitungan denda untuk tilang di sana sebetulnya cukup sederhana. Pertama, otoritas terkait akan memperkirakan berapa jumlah uang yang dibelanjakan seseorang dalam satu hari. Kedua, dilihat dari tingkat keparahan kejahatannya. Kemudian, tingkat keparahan ini akan dikalikan dengan rata-rata pengeluaran seseorang dalam satu hari.
Misalnya, mengutip theatlantic.com, seseorang yang berkendara lebih cepat 25 km/jam dari batas yang ditentukan, akan diberikan tilang sebesar 12 hari pengeluaran. Sementara kalau melebihi 40 km/jam dari kecepatan normal, dendanya sebesar 22 hari pengeluaran.
Beberapa negara yang memiliki kebijakan tilang yang mirip dengan Finlandia adalah Swedia, Denmark, Jerman, Austria, Perancis, dan Swiss. Sementara negara dengan dengan bersistem flat di antaranya AS.
Simak Video Menarik Berikut Ini: