Buka Pasar hingga 1,5 Juta Unit, Produsen Otomotif Harus Garap Australia

Perjanjian Indonesia-Australia bisa membuka tambahan pasar kendaraan 1,2 juta unit sampai 1,5 juta unit hingga 2025 mendatang.

oleh Arief Aszhari diperbarui 28 Mar 2019, 14:32 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2019, 14:32 WIB
Toyota Ekspor
Sejumlah mobil Toyota terjajar rapi dann siap diekspor ke sejumlah negara. (dok TMMIN)

Liputan6.com, Jakarta - Perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) sudah ditandatangani awal bulan ini. Dengan kesepakatan kedua negara tersebut, diharapkan mampu membuka lebih lebar peluang menggenjot ekspor kendaraan menuju Negara Kanguru tersebut.

Dijelaskan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dengan kesepakatan ini juga, bisa membuka tambahan pasar kendaraan 1,2 juta unit sampai 1,5 juta unit hingga 2025 mendatang.

"Harapannya, industri otomotif ini menjadi salah satu andalan untuk ekspor ke Australia. Pasalnya, pabrik kendaraan di sana juga sudah dihentikan," jelas Airlangga saat berbincang dengan wartawan di Karawang, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Lanjut Airlangga, untuk produsen otomotif yang akan menjajaki program kerja sama ini, memang akan ada insentif dan salah satunya untuk mobil elektrik atau mobil listrik. "Sehingga tentu kami harapkan, dalam satu atau dua tahun ke depan, bisa dimanfaatkan peluangnya (ekspor ke Australia)," jelasnya.

Sementara itu, berbicara terkait harmonisasi pajak, Kemenperin dan Kemenkeu telah mengajukan skema baru yang sudah diserahkan ke DPR. Harapannya, aturan pajak baru ini akan selesai semester pertama tahun ini.

"Sudah dibahas parlemen, tinggal nunggu dari Kemenkeu. Diharapkan semester ini bisa selesai," pungkas Airlangga.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Selanjutnya

Untuk terus mendorong pertumbuhan industri otomotif Tanah Air, pemerintah melalui Kementerian Keuangan tengah menggodok aturan untuk menurunkan Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah (PPnBM) bagi kendaraan roda empat. Bahkan, pajak untuk mobil ini bisa mencapai 0 persen, dan tidak lagi dihitung dari kapasitas mesin, melainkan tingkat emisi yang dihasilkan.

"Untuk usulan perubahan maka dihitung bukan kapasitas mesin, tapi konsumsi bahan bakar dan tingkat emisi karbon dioksida. Semakin dia hemat bahan bakar dan rendah emisi, maka PPnNM akan semakin rendah," ujar Sri Mulyani di Jakarta, seperti dilansir Bisnis Liputan6.com, ditulis Selasa (12/3/2019).

Selain itu, perubahan skema pajak ini juga berlaku untuk mobil listrik. Bahkan, kendaraan ramah lingkungan ini tidak akan dikenakan PPnBM sama sekali alias 0 persen karena memang tidak menggunakan bahan bakar dan tidak membahayakan lingkungan.

"Mobil listrik bukan berbasis cc, makanya diubah aturannya. PPnBM-nya akan diturunkan jadi 0 persen," tambah Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Selain mobil listrik, beberapa kategori kendaraan lain yang beremisi karbon rendah atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) juga akan mendapatkan keringanan pajak. Seperti pada kendaraan berjenis Plug-in Hybrida Electric Vehicle (PHEV) dan Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV) yang tak dikenal pajak.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya