Liputan6.com, Jakarta - Praktik penagihan kredit kendaraan oleh juru tagih utang atau debt collector memang menjadi hal yang lumrah dalam bisnis pembiayaan. Bahkan, sering kali terjadi penarikan mobil atau motor secara paksa di jalanan karena angsuran yang memang tidak lancar dari nasabah atau debitur.
Namun, menjadi tidak wajar jika praktik tersebut berlangsung di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19 yang tengah mewabah di Indonesia. Pasalnya, untuk memutus mata rantai penyebaran virus, seseorang diwajibkan untuk melakukan social distancing atau physical distancing. Tapi, hal tersebut justru menjadi kesempatan untuk para penagih utang, karena tahu pemilik rumah pasti tidak sedang bepergian dan gampang ditemui dibanding hari biasa.
Advertisement
Baca Juga
Hal inilah yang dialami oleh salah satu nasabah yang ditagih oleh oknum debt collector dari Astra Credit Companies (ACC). Bahkan, para oknum penagih utang ini sampai menghampiri rumahnya yang berlokasi di Jakarta Selatan, yang terjadi pada beberapa waktu lalu, Rabu (1/4/2020), karena memang ada keterlambatan pembayaran cicilan mobil untuk perusahaannya yang bergerak di bisnis penyewaan mobil.
"Mereka masuk tanpa izin dan sepengetahuan nasabah menagih hingga masuk kedalam rumah nasabah, membuat kericuhan, sampai mengakui dan menggunakan atribut dari perusahaan pembiayaan tanpa adanya surat tugas yang jelas," jelas nasabah yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut kepada Liputan6.com, ditulis Senin (13/4/2020).
Permasalahan ini memberatkan nasabah, karena pembiayaan kendaraan ini sejatinya menggunakan nama perusahaan dan bukan pribadi. Sehingga, menurut sang nasabah, sebaiknya permasalahan ini memang diselesaikan di kantor, bukan di rumah pribadi.
"Kami cukup kecewa, karena kami sudah melakukan pembayaran bukan sebulan dua bulan, tapi sudah 30 bulan. Penagihan sekitar empat mobil, dan setiap waktu kan berjalan terus serta pada Maret menurut orang keuangan saya ada komunikasi, tapi belum ada jalannya. Mereka memberikan solusi, tapi kita tetap bayar bunga. Kita ada keterlembatan sekitar dua bulan atau 80 harian," jelas sang sumber.
Tanggapan ACC
Sementara itu, Liputan6.com berusaha untuk mengonfirmasi masalah tersebut kepada pihak ACC. Sejatinya, bagaimana prosedur yang dijalankan perusahaan pembiyaan dalam proses penagihan kredit, sehingga harus menggunakan jasa penagih utang atau debt collector.
"Pada dasarnya ACC mengedepankan langkah persuasif bagi debitur yang mengalami keterlambatan pembayaran. Untuk pelanggan yang mengalami keterlambatan pembayaran di bawah 30 hari akan kami akan hubungi melalui telepon dan juga kunjungan dari petugas internal ACC," jelas Arifianto Soendoro, EVP Corporate Communication & Strategic Management ACC kepada Liputan6.com.
Lanjutnya, jika pelanggan sudah mengalami keterlambatan lebih dari dua bulan atau lebih dari 60 hari, dan kelihatan tidak ada informasi dan itikad baik dari pelanggan atau terjadi wanprestasi, misalnya unit sudah dialihkan yang bersangkutan maka ACC akan melakukan kunjungan bekerja sama dengan Petugas Eksekusi Objek Jaminan Fidusia yang sudah tersertifikasi dari APPI.
"Namun pada masa Covid-19 ini dimana pemerintah juga mengatur social distancing, ACC mengoptimalkan penagihan lewat telepon, Whatsapp dan SMS," tegasnya.
Selain itu, pihak ACC juga berharap pelanggan yang mengalami keterlambatan dapat menghubungi kantor cabang terdekat untuk dicarikan solusi yang tepat atas permasalahannya tersebut, di mana ACC telah memiliki beberapa program solusi untuk customer khusus menyangkut wabah Covid-19 ini.
Advertisement
Penagihan Menggunakan Debt Collector Setop Sementara
Sebelumnya, polemik terkait nasabah dengan debt collector ini memang tidak hanya terjadi satu atau dua kasus saja. Bahkan, di tengah pandemi Covid-19 ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta untuk penagihan lewat debt collector multifinance atau leasing disetop sementara.
"Tolong ini dilakukan hal sama. Jangan gunakan penagihan menggunakan debt collector. Setop dulu. Itu garis besar bagaimana mendukung upaya pemerintah agar sektor usaha bertahan sambil menunggu bagaimana covid-19 ini bisa selesai dampaknya dan diminimalisir," jelas Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Wimboh Santoso, beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan bahwa banyak sekali sektor-sektor bisnis yang secara langsung terdampak oleh penyebaran covid-19, terutama sektor pariwisata, transportasi, dan sektor lainnya yang berkaitan. Berbagai kebijakan di sektor keuangan diharapkan dapat membuat para pengusaha tersebut bertahan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement