BMW Ingatkan Jangan Terlalu Berharap dengan Strategi Kendaraan Listrik

Chief Executive Officer BMW, Oliver Zipse mengatakan hati-hati dengan strategi kendaraan listrik, yang pasarnya masih bergantung kepada negara-negara tertentu

oleh Arief Aszhari diperbarui 18 Apr 2022, 17:09 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2022, 17:09 WIB
Mobil Listrik GIIAS 2019
Teknologi fast charging pada mobil listrik BMW i8 Roadster dipamerkan dalam GIIAS 2019 di ICE BSD, Tangerang, Jumat (19/7/2019). Konsumsi bahan bakar gabungan dalam siklus pengujian kendaraan plug in hybrid adalah 47,6 km/liter, ditambah 14.5 kWh energi listrik per 100 km. (Liputan6.com/FeryPradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Chief Executive Officer BMW, Oliver Zipse mengatakan hati-hati dengan strategi kendaraan listrik, yang pasarnya masih bergantung kepada negara-negara tertentu. Alasannya, saat ini masih banyak negara yang ternyata masih memerlukan kehadiran mobil dengan mesin pembakaran internal alias konvensional.

"Ketika Anda melihat teknologi yang keluar, tren EV kami harus hati-hati karena saat yang sama, Anda meningkatkan ketergantungan dengan sedikit negara," nujar Zipse, seperti disitat Reuters, Senin (18/4/2022).

Selain itu, bos jenama pabrikan asal Jerman ini juga menyoroti terkait pasokan bahan baku untuk baterai kendaraan listrik, saat ini sebagian besar masih dikendalikan oleh Cina.

"Jika seseorang tidak dapat membeli EV karena suatu alasan, tetapi membutuhkan mobil, apakah Anda lebih suka mengusulkan dia terus mengendarai mobil lamanya selamanya? Jika Anda tidak menjual mesin pembakaran lagi, orang lain yang akan melakukannya," tambahnya.

Sementara itu, dengan melakukan inovasi terkait teknologi kendaraan bermotor, seperti menawarkan mobil konvensional yang lebih irit merupakan kunci baik dari perspektif keuntungan maupun lingkungan.

Tidak hanya itu, perusahaan juga perlu untuk menata manajemen bahan baku agar produksi menjadi lebih efisien untuk menekan harga jual. Salah satu yang bisa dilakukan, adalah dengan menggencarkan program daur ulang.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Krisis Chip Semikonduktor Diprediksi Berlanjut Hingga 2023

Dalam beberapa tahun terakhir, industri otomotif secara global tengah mengalami krisis chip semikonduktor sehingga menyebabkan beberapa produksi dari merek otomotif terhambat.

Kondisi ini diperkirakan masih berlanjut. Salah satu petinggi BMW mengatakan kelangkaan komponen elektronik tersebut kemungkinan akan tetap berlangsung hingga 2023. 

"Kami masih berada di puncak kekurangan chip. Saya berharap, kami bisa mulai melihat peningkatan paling lambat tahun depan, tetapi kami masih harus menghadapi kekurangan hingga 2023," jelas Chief Executive BMW Oliver Xipse, dalam sebuah wawancana dengan surat kabar Nueu Zuercher Zeitung (NZZ), seperti dilansir Reuters, Selasa (12/4/2022).

Sebelumnya, di konferensi pers tahunan yang digelar Maret 2022, produsen asal Bavarian ini memperkirakan krisis chip semikonduktor akan terus berlangsung sepanjang 2022.

Sementara itu, CFO Volkswagen Arno Antlitz mengatakan hal yang senada, jika pabrikan Jerman ini memperkirakan pasokan chip tidak mungkin cukup untuk memenuhi permintaan hingga tahun 2024.

"Kekurangan pasokan struktural kemungkinan baru akan teratasi pada tahun 2024," pungkas Antlitz.

Infografis 5 Saran Dokter untuk Penyintas Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 5 Saran Dokter untuk Penyintas Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya