Demokrat Surati Jokowi Terkait Calon Tunggal Pilkada

Terkait calon tunggal dalam Pilkada, Demokrat menyarankan agar perpanjangan waktu pendaftaran ditambah sekitar satu bulan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 03 Agu 2015, 14:54 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2015, 14:54 WIB
Didi Irawadi Syamsuddin
Politisi Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin. (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Pimpinan DPR berencana menyurati Presiden Joko Widodo guna membicarakan calon tunggal di Pilkada 2015. Namun, langkah itu sudah dilakukan duluan oleh Partai Demokrat.

Hal itu dibenarkan Jubir Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin. Menurut dia, itu bagian partisipasi gagasan dan inisiatif partainya.

"Kita kirim surat secara resmi. Kami sampaikan ke Presiden. Itu bagian partisipasi gagasan, inisiatif Partai Demokrat. Mudah-mudahan pemerintah bisa terima," ujar Didi ketika dikonfirmasi Liputan6.com, di Jakarta Senin (3/8/2015).

Menurut mantan anggota Komisi III DPR itu, ada beberapa masukan yang diberikan pihaknya untuk pemerintah dan penyelenggara pemilu.

"Di antaranya terkait polemik calon tunggal kepala daerah dan terkait mantan narapidana yang menjadi calon kepala daerah," jelas dia.

Terkait calon tunggal, lanjut Didi, Demokrat menyarankan agar perpanjangan waktu pendaftaran ditambah sekitar satu bulan.

"Hal ini dilakukan, supaya partai politik dapat leluasa menentukan calon lain untuk menghindari calon tunggal dalam Pilkada. Pelaksanaan Pilkada dengan satu calon tidak bisa dibatasi karena menyangkut hak asasi dalam berpolitik," kata Didi.

Terkait payung hukum, lanjut dia, pemerintah didorong mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menjadi payung hukum digelarnya pilkada meski hanya ada satu calon.

"Tanpa perrpu, pilkada dengan satu calon tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015," ungkap Didi.

Didi pun menyatakan, partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu menolak calon kepala daerah yang pernah menjadi narapidana. Menurut dia, mantan narapidana kurang patut menjadi kepala daerah.

"Jadi seharusnya tidak diperbolehkan menjadi calon kepala daerah meski putusan Mahkamah Konstitusi berkata lain," pungkas Didi. (Ron/Mut)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya