Catatan Kritis Fraksi PKS untuk Undang-Undang Pilkada

Rapat Paripurna DPR RI Kamis 2 Juni 2016 mengesahkan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi undang-undang.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 03 Jun 2016, 14:43 WIB
Diterbitkan 03 Jun 2016, 14:43 WIB
20160303-Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini-Jakarta
Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Paripurna DPR RI Kamis 2 Juni 2016 mengesahkan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi undang-undang. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini mengapresiasi dan menyambut baik pengesahan UU Pilkada meskipun tetap memberikan catatan kritis.

"Fraksi PKS menghormati pengambilan keputusan revisi UU ini yang sudah ditempuh secara demokratis. Mudah-mudahan penyelenggaraan Pilkada makin demokratis dan berkualitas," kata Jazuli kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (3/6/2016).‎

Jazuli mengungkapkan, catatan kritis Fraksi PKS terhadap revisi UU tersebut yakni soal keharuskan anggota DPR, DPD, dan DPRD mengundurkan diri ketika mencalonkan diri dalam Pilkada.

"Fraksi PKS sejak awal memperjuangkan agar Anggota Legislatif tidak perlu mengundurkan diri. Sikap ini diperjuangkan Fraksi PKS  bukan untuk melindungi para legislator apalagi mendorong untuk rakus kekuasaan," ungkap Jazuli.

"Tapi lebih pada keinginan untuk menegakkan keadilan dan memperbaiki sistem demokrasi dalam Pilkada," sambung dia.

Terkait keadilan, Jazuli mempertanyakan soal calon petahana atau incumbent yang tidak perlu mundur sedangkan legislator harus mundur. "Justru ketika argumentasi yang dibangun adalah kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan, yang paling mungkin menyalahgunakan dan mempengaruhi Pilkada adalah para incumbent," ujar dia.

Menurutnya, potensi penyalahgunaan kekuasaan yang merusak demokrasi selama ini justru ada pada incumbent yang tidak mundur karena mereka sangat mungkin mengerahkan birokrasi. "Camat, lurah, atau kepala desa dan itu fakta yang terjadi selama ini. Sementara legislator tidak ada ruang untuk itu, dia tidak punya birokrasi dan tidak pula mengelola anggaran," ungkap Jazuli.

Selain itu, anggota Komisi I DPR ini menilai ada alasan faktual lain mengapa legislator tidak seharusnya mundur. Yakni untuk menggairahkan kontestasi demokrasi di daerah agar muncul banyak alternatif calon yang mumpuni dan kompetitif.

"Fakta membuktikan, ketika calon incumbent cukup kuat, maka tokoh lokal tidak ada yang berani maju, akhirnya dipaksakan maju calon boneka atau calon seadanya. Jika legislator khususnya di pusat tidak perlu mundur maka pasti akan muncul tokoh-tokoh sebanding yang bisa maju," Jazuli menjelaskan.

Oleh karena itu, lanjut dia, atas nama perlakuan yang adil, sudah seharusnya incumbent juga mundur bila kembali mencalonkan diri. "Apalagi potensi penyalahgunaan kekuasaan melalui politisasi birokrasi sangat besar," Jazuli Juwaini menandaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya