Liputan6.com, Jakarta - Pasangan calon nomor 2 dalam Pilkada DKI Jakarta Ahok-Djarot mengalami pengadangan setiap kali blusukan selama masa kampanye. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menduga mereka yang menghalangi kampanye Ahok-Djarot merupakan massa bayaran.
"Pertama, memang mereka dibayar. Kedua, memang mereka tidak tahu aturan," kata Megawati di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta, Kamis (17/11/2016).
Dia mengatakan, Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki aturan. Megawati pun meminta mereka yang menolak Ahok-Djarot kampanye untuk mematuhi aturan hukum yang berlaku.
Advertisement
"Ini negara hukum, ada aturan. Meski Ahok sedang dalam proses hukum sebagai tersangka, tapi hak dipilih tetap ada. Jadi tidak ada yang bisa menahan beliau pergi kepada rakyat Jakarta lalu memberi aspirasi," ucap Megawati.
Pasca-ditetapkannya Ahok sebagai tersangka kasus penistaan dan penodaan agama, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta diminta melakukan penyelidikan atas aksi penolakan saat pasangan nomor urut 2 itu blusukan.
"KPUD harus adil. Protes ini harus ditelusuri. Apakah penolakan murni dari warga atau justru massa bayaran," kata Nona Evita dari Populi Center kepada Liputan6.com.
KPUD, ucap Nona, harus menjamin setiap kegiatan kampanye yang dilakukan calon pasangan berjalan kondusif dan tidak ada aksi penolakan atau intervensi.
Pernyataan Nona ini senada dengan jubir pemenangan Ahok-Djarot, Bestari Barus, beberapa waktu lalu. Menurut dia, menghalangi kegiatan kampanye melanggar undang-undang.
"Hal itu enggak dibenarkan. Barang siapa yang menghalangi, ada tindakan hukum kepada mereka," ucap Bestari.