DPR Dukung Deklarasi Bapaslon Patuhi Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tidak boleh menambah banyak jumlah penduduk yang terpapar Covid 19.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Sep 2020, 10:56 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2020, 09:55 WIB
Saan Mustopa
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - DPR RI mendorong seluruh pihak, khususnya bakal pasangan calon kepala daerah (Bapaslon) Pilkada Serentak 2020 menjadi pihak paling vokal menyuarakan protokol kesehatan. Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tidak boleh menambah banyak jumlah penduduk yang terpapar Covid 19.

"Komisi II mengapresiasi deklarasi protokol kesehatan yang dilakukan bapaslon di daerah manapun. Pasalnya kesadaran terhadap protokol ini harus dimiliki seluruh pihak, terutama peserta pilkada," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa kepada media, Selasa (15/9/2020).

Menurut dia, Pilkada 2020 mesti menghasilkan mutu yang lebih baik dari sisi partisipasi publik, jaminan terhadap hak-hak pemilih dan standar demokrasi lainnya. Karena dilangsungkan di tengah pandemi, pilkada juga tidak boleh mengorbankan kesehatan masyarakat.

"Pilkada di tengah pandemi harus tetap aman bagi peserta dan terkhusus masyarakat. Maka tahapan pilkada yang sudah dan akan dijalankan harus mengusung protokol kesehatan supaya pilkada tidak menjadi klaster baru virus korona," paparnya.

Wakil rakyat asal Fraksi Partai NasDem ini menegaskan, Komisi II akan terus mengawal penerapan protokol kesehatan pada seluruh tahapan pilkada.

"Bahkan Komisi II rencananya akan menggelar blusukan ke sejumlah daerah untuk memantau langsung pelaksanaan pilkada," pungkasnya.

Sementara itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyatakan mendukung kelanjutan Pilkada Serentak 2020 sesuai jadwal dengan pemungutan suara pada 9 Desember. Meski demikian seluruh pihak mesti menjalankan agenda konstitusional ini dengan protokol kesehatan.

"Maka untuk itu, mengingat pilkada serentak sudah beberapa kali ditunda dan kita sudah berkomitmen tanggal 9 Desember, sikap dari PDIP adalah pilkada tetap tanggal 9 Desember. Hanya saja seluruh ketentuan protokol pencegahan Covid-19 harus dijalankan," kata Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto.

Kata Hasto, bagi PDIP, jika pilkada ditunda, maka akan ada risiko politik. Sebab penundaan akan menciptakan ketidakpastian yang baru. ndonesia mesti mengambil pelajaran dari beberapa negara yang telah sukses menggelar pemilu di tengah pandemi.

"Sri Lanka saja berhasil di dalam menjalankan itu. Mari kita penuhi ketentuan protokol pencegahan Covid-19 dan pilkada ini justru menjadi ujian terhadap kemampuan dalam membangun disiplin total," pungkas Hasto.

Sementara Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menyatakan, tahapan Pilkada 2020 sudah berjalan hingga tahapan pendaftaran bakal calon. Dengan begitu agenda nasional ini tidak boleh ditunda seperti yang juga diutarakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

"Setuju dengan Mas Ganjar, lanjutkan Pilkada dan usulannya dilakukan kampanye virtual saja. Tapi untuk kampanye virtual saja dan menghapus rapat umum, pertandingan olahraga, pentas seni, dan lain-lain memang harus ubah Undang-undang Pilkada," katanya.

Menurut dia, perubahan UU membutuhkan waktu cukup lama untuk mengubah aturan mengenai pengumpulan massa di pilkada. Supaya cepat dan dapat menjadi landasan di perhelatan pilkada kali ini perlu regulasi cepat berupa peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

"Karena waktu pendek, Presiden keluarkan Perppu," tegasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Sanksi di Perppu

Ia juga menyoroti masalah ketaatan protokol kesehatan yang kerap masih banyak yang mengabaikannya. Untuk itu, Perppu perlu membunyikan sanksi bagi pihak yang melanggar protokol.

"Juga atur pasal tentang sanksi yang jelas, tegas, keras dan di muka. Jangan setelah pilkada selesai. Pertemuan dan rapat umum serta pentas seni itu diganti virtual semua. Zoom 'kan sekarang bisa ribuan orang," paparnya.

Kalau rapat via daring terhambat infrastruktur telekomunikasi, kata dia, pemerintah harus segera mengatasinya supaya pelaksanaan pilkada terbebas dari ancaman klaster korona.

"Juga lebih aman dan mudah pertemuan umum dilarang saja. Kalau pun ada pertemuan dibatasi metode door to door campaign saja. Maksimal lima orang seperti aturan PSBB," ungkapnya.

Seluruh aturan itu memang tidak ideal, tapi pilkada ini berlangsung dalam kondisi darurat.

"Daripada risiko ledakan kasus Covid-19, lebih baik komunikasi pesan kampanye dibatasi jalur nya. Bila terjadi ledakan kasus Covid-19 di Desember 2020 bukan hanya makan korban jiwa, tapi juga kepanikan massal dan boleh jadi chaos," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya