LSI: Godaan Kampanye Terbuka Rawan Terjadi di Pilkada 2020

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan mengungkapkan, masih ada masyarakat yang menginginkan kampanye terbuka pada Pilkada 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Nov 2020, 16:27 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2020, 16:26 WIB
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan mengungkapkan, masih ada masyarakat yang menginginkan kampanye terbuka pada Pilkada 2020. Dia mengatakan, hal ini harus diantisipasi lantaran dapat melanggar protokol kesehatan.

"Di banyak daerah kita menemukan sebagian masyarakat sebaiknya kampanye terbuka saja seperti biasa, apalagi ada contoh di mana ada elite politik, elite pemerintahan yang menyelenggarakan pesta misalnya, macam-macam lah selama delapan bulan terakhir," kata Djayadi dalam diskusi Potensi dan Jalan Keluar dari Kerawanan Pilkada 2020, Selasa (17/11/2020).

"Itu membuat masyarakat bertanya loh kenapa kok kampanye enggak boleh, kenapa gak terbuka juga, jadi ada demand masyarakat menyenangi kampanye terbuka tidak tertutup seperti sekarang," sambung dia.

Dia menambahkan, hal tersebut menggoda para paslon di Pilkada 2020 melakukan kampanye terbuka jelang hari pencoblosan. Pasalnya, di menit-menit terakhir para kandidat akan melakukan closing statement. Mereka akan menunjukkan kekuatan masing-masing.

"Dan biasanya ditunjukkan dengan kegiatan mengumpulkan massa. Jadi itu harus diantisipasi oleh penyelenggara pemilu dan itu bisa menimbulkan berbagai kerawanan," ucap Djayadi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jaringan Internet Rendah

Selain itu, kerawanan pengumpulan massa berpotensi di daerah-daerah yang sulit melakukan kampanye secara daring. Djayadi mengatakan, penetrasi internet dan pengguna media sosial di perkotaan secara rata rata sekitar 50-60 persen. Sedangkan, di daerah tergolong pedesaan penggunaan internet hanya 30-40 persen.

Sehingga, dalam konteks seperti itu, bila kandidat hanya mengandalkan kampanye daring atau tatap muka satu per satu akan sulit untuk menjangkau pemilih. Terutama, pemilih yang tidak punya akses internet.

"Dan itu masa rawannya sekarang-sekarang ini, jadi potensi adanya pelanggaran akibat godaan untuk melakukan kampanye terbuka dan akibat sulitnya menjangkau pemilih melalui baik itu pertemuan terbatas maupun internet itu juga akan menimbulkan potensi pelanggaran yang harus di antisipasi oleh penyelenggara pemilu," imbuh dia.

 

Reporter: Muhammad Genantan

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya