Â
Liputan6.com, Jakarta - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto angkat suara terkait video deklarasi dukungan terhadap pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran. Dia menilai hal tersebut merupakan praktik-praktik kotor dalan berpolitik.
Baca Juga
"Itu dibayar, udah ketahuan, udah minta maaf ibunya. Itu cara-cara kotor di dalam politik," kata Hasto Kristiyanto, saat ditemui di Gedung High End, Jakarta, Rabu (6/12/203).
Advertisement
Dia mengaku, pihaknya telah menelusuri kejadian tersebut, menurutnya orang-orang yang mendeklarasikan dukungan tersebut sengaja dikumpulkan oleh segelintir oknum dan diiming-imingi sejumlah uang.
"Maka sudah ada permintaan maaf karena itu dikasih duit kemudian dikasih baju PDIP, kemudian sepertinya memberikan dukungan," ujar dia.
Lebih lanjut, dia menegaskan, seluruh kader PDIP di setiap wilayah pasti saling mengenal satu sama lain. Namun, dalam video yang beredar tidak ada satu pun wajah yang dikenal oleh pihaknya sebagai kader PDIP.
"Jadi, kita sudah cek dan PDIP ini antara anggota dan simpatisan ini jadi satu, saling mengenal. Jadi kami tidak tahu itu, jadi itu bagian dari propaganda-propaganda yang justru malah merugikan Pak Prabowo dan Mas Gibran, karena rakyat kita ini suka kejujuran," ujarnya.
Diketahui, video deklarasi dukungan ke Prabowo-Gibran telah diunggah oleh akun tiktok @wayahe.Prabowo.
Dalam video tersebut sejumlah orang mengenakan kaos berlogo PDIP berada di satu ruang. Terlihat dalam acara itu, salah seorang perwakilan melakukan pencoblosan terhadap spanduk Prabowo-Gibran.
Â
Kader PDIP Gotong Royong
Kader muda PDI Perjuangan, Yogen Sogen, menyikapi dinamika dan peristiwa demokrasi yang terjadi akhir-akhir ini. Ia memberikan pernyataan reflektif terkait sikap Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri yang mengaku jengkel dengan sikap penguasa saat ini yang menurutnya ingin bertindak seperti penguasa di masa Orde Baru.
Menurut Yogen, apa yang ditegaskan oleh megawati merupakan seruan reflektif terhadap dinamika politik yang terjadi.
"Itu adalah sikap demokratis yang menuntut kita sebagai sebuah bangsa besar yang harus setia pada konstitusi. Kita dituntut untuk kembali merefleksikan polemik yang terjadi dengan kembali mengakar pada etika dan norma, serta kepatutan atas prinsip kekuasaan sehingga kekuasaan tidak digunakan semena-mena hanya untuk kepentingan pragmatis sekelompok dan mengesampingkan ketaatan ideologis," ujarnya.
Di sisi lain, ia menegaskan agar pergerakan kader untuk memenangkan Ganjar-Mahfud bersumber pada nilai gotong-royong.
"Hal ini merupakan prinsip ideologis. Sebagai kader, kesadaran untuk bergotong royong baik secara pemikiran maupun materi perlu digencarkan. Jangan sampai hanya ada satua dua kader yang berdarah-darah tapi yang lain jadi penonton," katanya.
Advertisement