Liputan6.com, Jakarta Tidak sanggup meneruskan cicilan KPR setelah bertahun-tahun mencicilnya adalah masalah yang kerap menimpa debitur kapan saja.
Faktor hal ini terjadi beragam, bisa jadi karena debitur terkena PHK sehingga pendapatan menurun drastis, atau pasangan (suami/istri) menderita penyakit berat yang membutuhkan biaya perawatan besar.
KPR (Kredit Pemilikan Rumah) termasuk dalam utang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Hal ini sesuai dengan ketentuan bahwa untuk tanah, hanya dapat dijadikan jaminan dengan Hak Tanggungan.
Advertisement
Ini juga sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (UU Agraria) jo. UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UUHT”), bahwa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai bisa dijadikan jaminan atas utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
Dikutip dari hukumonline.com, dalam kasus debitur tidak sanggup lagi membayar cicilan (cidera janji), bank punya hak penuh untuk mengeksekusi jaminan tersebut sesuai UUHT. Demikian seperti diatur dalam pasal 20 ayat (1) UUHT:
“Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:
a) hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b) titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditur lainnya.”
Bagaimana status cidera janji terjadi?
Untuk dapat dinyatakan cidera janji, ada sejumlah tahapan yang harus dilalui sebelumnya. Kreditur -dalam hal ini bank- akan mengirim surat peringatan pada debitur, bahwa ia belum melaksanakan kewajibannya.
Jika setelah surat itu dikirim debitur masih tidak melakukan kewajibannya, maka ia dapat dinyatakan cedera janji. Selanjutnya timbul kewenangan bagi bank untuk melakukan eksekusi atas jaminan tersebut.
Akan tetapi, debitur dalam kondisi ini juga perlu merujuk pada Akta Pemberian Hak Tanggungan dan perjanjian KPR.
Dalam dokumen tersebut biasanya tercantum antara lain mengenai kapan seorang debitur dinyatakan cidera janji, dan prosedur apa sebelum seorang debitur dinyatakan cidera janji.
Bisakah menghentikan bunga?
Cicilan KPR yang terus menerus menumpuk tentu berdampak pada utang bunga. Bahkan tak jarang nominal utang bunga melebihi utang pokok.
Utang bunga bisa dihentikan, namun persyaratannya tidak sebatas surat pernyataan tidak mampu membayar.
Debitur perlu menegosiasikan masalah penghentian bunga ini dengan bank, termasuk soal eksekusi rumah yang akan terjadi.
Jika masih optimistis tunggakan KPR bisa diselesaikan, cobalah bernegosiasi ulang dengan meminta penjadwalan kembali (rescheduling) pembayaran utang kepada bank.
Tetapi bila merasa ini sudah tidak dapat lagi diselesaikan, maka bank akan menyita rumah yang saat ini tengah dicicil.
Apabila hasil penjualan rumah (melalui lelang) melebihi jumlah utang, maka sisa penjualan tersebut akan menjadi hak debitur (pasal 6 UUHT).
Sumber: Rumah.com
Advertisement