Liputan6.com, Jakarta Survei yang dikemukakan Urban Land Institute dengan masukan dari Pricewaterhouse Coopers (PwC) LLP menyebut India sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat se-Asia.
India juga diproyeksikan mampu menawarkan investasi real estate terbaik di Asia pada tahun depan. Dua kota di India sukses menempati dua peringkat teratas yakni Bangalore dan Mumbai, memimpin 22 kota lain dalam pasar properti Asia.
Padahal di tahun 2016 kedua kota ini tersingkir dari daftar 10 kota dengan investasi properti menarik, yang membuatnya harus rela berada di posisi ke-12 dan ke-13.
Advertisement
Penyebab menariknya investasi properti di India adalah imbas dari sektor komersial. Ledakan business process outsourcing atau BPO serta demand akan ruang kantor baru bagi perusahaan IT dipercaya sebagai faktor utamanya.
“Ada sedikit keraguan bahwa melayani kebutuhan ekspansi industri BPO India telah menghasilkan keuntungan fantastis bagi investor yang datang ke sana. Akan tetapi ini bisa menjadi cerita yang menarik,” seperti dikutip Bloomberg dalam laporan.
Survei ini dilakukan sebelum pemerintah India pada 8 November silam mengumumkan rencana untuk memo 86 persen dari catatan mata uang yang beredar. Namun PwC tidak mengatakan apakah rencana tersebut memberi efek pada pasar real estate.
(Baca juga: Siapapun Gubernurnya, Jakarta Harus Dibenahi Sungguh-sungguh!)
Jakarta Geser Bangkok dan Sydney
Satu hal yang cukup membanggakan dalam laporan PwC adalah nama Jakarta yang menempati urutan ke-7, mengalahkan tiga kota besar di bawahnya yakni Bangkok (8), Sydney (9), dan Guangzhou (10). Sayangnya posisi ini justru turun satu peringkat, setelah pada 2016 berada di peringkat ke enam.
Menurunnya ranking Jakarta bisa jadi disebabkan karena kondisi perekonomian Indonesia yang lebih kondusif selama triwulan kedua 2016. Apalagi pertumbuhan pasar properti masih bergerak aktif dan tersentral di Ibukota.
“Awal tahun 2016 masih dibayangi oleh perlambatan ekonomi yang terjadi di tahun lalu, dengan depresiasi rupiah dan penurunan harga minyak dunia,” ujar Vivin Harsanto, selaku head of advisory JLL (Jones Lang LaSalle) Indonesia.
“Namun aktivitas pasar yang lebih baik di awal tahun ini memacu para investor dan pelaku bisnis properti agar tetap optimistis, khususnya untuk sektor perkantoran dan kondominium,” ia menambahkan.
Di sektor perkantoran, okupansi sektor perkantoran di CBD (central business district) hanya mencapai 87 persen. Hal ini disebabkan penambahan suplai ruang kantor sekitar 350.000 meter persegi.
“Akan membutuhkan waktu untuk mengejar, khususnya hingga dua hingga tiga tahun ke depan,” tambah Vivin.
Sebelumnya tahun 2014, hasil survei Knight Frank dalam Asia-Pacific Prime Office Rental Index kuartal IV-2013 menyebut pertumbuhan harga sewa perkantoran di Jakarta masih yang paling tinggi di dunia.
Ini lantaran pamor Ibukota terus memperlihatkan pertumbuhan pasar perkantoran sewa tertinggi di wilayah Asia-pasifik dengan kenaikan 8,4%.
Sementara tahun 2013 The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis daftar kota termahal di dunia, yang mengungkapkan nama Jakarta di peringkat 79, lebih tinggi dibanding tetangganya Malaysia dengan raihan ranking ke-83.
Sumber: Rumah.com