Liputan6.com, Jakarta Derap pertumbuhan properti di Indonesia nampaknya tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebagai lokomatif dari 135 lebih industri yang ada di Indonesia, sektor properti akan tetap menjadi prioritas pemerintah di tahun 2017 nanti.
Tri Dewi Virgiyanti, Direktur Perkotaan Perumahan dan Permukiman Bappenas Republik Indonesia mengatakan naik dan turunnya perkembangan properti juga bersifat global.
“Sektor ini memiliki peran signifikan dalam pertumbuhan ekonomi, baik lingkup domestik maupun global. Tidak heran jika kondisi ekonomi global sedang ‘lesu’ pun bisa berimbas kepada perkembangan properti di Indonesia,” tutur Tri saat menjadi pembicara pada acara Forum Developer seperti dilansir dari laman Rumah.com, Jakarta (8/12/2016).
Advertisement
Baca Juga
(Simak juga: Sambut 2017, Pengembang dan Pemerintah Kuatkan Sinergi)
Ia juga menambahkan, berdasarkan data Statistik Perumahan dan Permukiman BPS tahun 2013, kondisi kepemilikan properti di Indonesia sebagai berikut:
- Proporsi rumah tangga yang tinggal di hunian milik 78,7%
- 11,8 juta rumah tangga tidak memiliki rumah (tidak tinggal di rumah milik sendiri, dan tidak memiliki rumah di tempat lain)
- 3,1 juta rumah tangga memiliki rumah lebih dari satu.
- 3,4 juta rumah tangga tinggal di rumah tidak layak huni.
“Dari data tersebut, membuat pemerintah untuk terus bertekad memberikan kemudahan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah untuk memiliki rumah dengan kondisi layak huni. Jika seseorang sudah mampu tinggal pada hunian yang layak, tentu saja ini akan memangkas anggaran kesehatan, yang faktanya sudah terkuras cukup banyak,” ucap Tri.
Pada kesempatan yang sama, Ita Rulina, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia memaparkan perkembangan properti yang ditinjau dari aspek harga, penjualan, dan kreditnya.
“Setidaknya, masyarakat masih bisa sedikit lega. Pasalnya, kebijakan pelonggaran LTV periode Juni 2015 mampu menahan penurunan lebih dalam KPR. Meskipun belum cukup kuat untuk meningkatkan pertumbuhan KPR.”
“Sehingga, di tahun mendatang, perlu diwaspadai pelambatan pertumbuhan KPR yang diikuti oleh perlambatan penjualan korporasi publik sektor poperti. Sejalan dengan kondisi tersebut, tren penurunan harga di sektor properti juga bisa berlanjut,” ujar Ita.
Ita menambahkan, di tahun 2016, pertumbuhan KPR meningkat pasca pelonggaran LTV pada Agustus 2016. Dari sebesar 6,21% (yoy) menjadi 6,48% (yoy) pada September 2016. Berdasarkan jenisnya, KPR tipe 22-70 dan KPA tipe < 21 mengalami pertumbuhan tertinggi.
“Penjualan properti residensial pada dua triwulan terakhir (tw.2 dan tw.3 2016) terus mengalami kenaikan. Peningkatan tersebut terjadi terutama pada rumah tipe kecil sejalan dengan program pembangunan rumah murah yang dicanangkan pemerintah. Meskipun penjualan meningkat, namun pertumbuhan harga properti masih dalam tren yang melambat,” ujar Ita.
Di tahun 2017 mendatang, kebijakan pemerintah selanjutnya akan menguatkan pasar properti. Salah satunya dengan menguatkan Program Makroprudensial.
“Program Makroprudensial merupakan penerapan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan guna menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi. Sistem ini akan mengatur sistem keuangan secara menyeluruh dan tidak memokuskan pada tingkat kesehatan individu dalam sistem keuangan seperti perbankan, korporasi, rumah tangga, IKNB, pasar keuangan, dan infrastruktur keuangan,” tambahnya.
Salah satu dampak dari penerapan Program Makroprudensial adalah kebijakan Loan To Value (LTV).
“Kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan pelonggaran ketentuan LTV kepemilikan hunian 1,2, dan 3. Selain itu, juga akan ada perubahan ketentuan Top-up dan mekanisme pengawasan uang muka. Diharapkan adanya kebijakan ini akan mampu memudahkan masyarakat Indonesia untuk memiliki hunian yang layak huni,” kata Ita.