Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) mengeluarkan wacana terkait pengenaan pajak progresif terhadap tanah kosong alias ‘nganggur’.
Kebijakan ini dilakukan sebab selama ini ada banyak pihak terutama spekulan yang rutin berinvestasi melalui tanah. Alhasil, perilaku tersebut membuat harga tanah semakin tinggi dan menyebabkan masyarakat sulit mendapatkan tanah.
Herully Suherman selaku Local Director Strategic Consulting Jones Lang LaSalle (JLL) mengatakan pihaknya justru menyambut baik kebijakan terbaru yang dicetuskan pemerintah. Hanya saja, pemerintah dirasa perlu segera menyebutkan apa saja detail implementasi ke depannya.
Advertisement
“Apakah ini akan dikenakan kepada pajak penghasilan si pemilik tanah atau pajak bumi dan bangunannya. Kemudian pemerintah juga harus tegas dalam menentukan definisi tanah tidak produktif itu sendiri,” katanya saat ditemui Rumah.com.
Baca juga: Jegal Makelar Tanah, Pemerintah Pajaki Tanah Menganggur
JLL pun mengimbau pemerintah untuk terlebih dulu membuat pembagian zona antara lahan yang diperuntukkan bagi hunian, industri, maupun komersil, sebelum mengenakan pajak progresifnya.
“Sebab ini menyangkut kepemilikan tanah pengembang residensial khususnya perumahan baru yang punya lahan berhektar-hektar. Alasan mereka belum membangun bisa jadi karena sejumlah faktor, salah satunya masih menganalisa situasi pasar. Nah, ini harus diperjelas bagaimana kebijakannya,” imbuh pria yang akrab disapa Rully.
Selain itu, Rully mengatakan, “Pemerintah juga perlu mengedukasi masyarakat tentang berapa lama tanah boleh dibiarkan tidak terbangun, dan apakah pajak ini dikenakan berdasarkan total lahan yang dikuasai atau dihitung dari sisi mana.”
Sementara Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mengatakan rencana pemajakan ini masih dalam proses pembahasan dengan perumusan yang benar-benar baik sehingga tidak akan menimbulkan distorsi nantinya.
Tujuan pajak progresif ini sendiri dibuat untuk menghilangkan spekulan di tanah yang tidak produktif.
“Orang jangan punya uang taruh di tanah yang tidak berikan manfaat apa-apa. Tanah itu harus berikan manfaat dan tingkat produktivitas yang tinggi,” ungkapnya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, seperti dikutip dari Okezone.
Baca juga: Waspada, Tanah Bersertifikat Potensi Terjerat Sengketa!
Ia menerangkan, skema untuk kebijakan ini masih perlu dibahas kembali oleh pemerintah secara mendalam.
Selain itu, peraturan yang rencananya dimasukkan ke bentuk undang-undang ini harus memberikan efek jera bagi pelaku spekulan tanah.
“Misalnya, ada proyek Patimban. Orang beli tanah macam-macam. Kan kita tahu harga tanah sekarang berapa, misalnya Rp10.000 per meter (persegi). Nanti kalau dijual misalnya harga Rp100.000, yang Rp90.000 itu diprogresifkan pajaknya supaya orang tidak berspekulasi tanah,” katanya.
Sofyan juga mengantisipasi para spekulan yang bersembunyi di balik alasan land bank atau cadangan lahan untuk kawasan industri atau properti baru.
Sehingga, tidak akan ada spekulan tanah yang mengatakan untuk industri dan properti baru hanya untuk menunggu harga tinggi.