Liputan6.com, Jakarta Meskipun Jakarta Selatan masih menjadi lokasi favorit bagi para ekspatriat, namun bagi para pekerja asing tersebut, kawasan Lippo Karawaci dan BSD bisa menjadi alternatif kedua setelah Jakarta Selatan. Inilah tren terbaru dalam bisnis hunian bagi para pekerja asing di Indonesia.
Simak juga: Jumlah Ekspatriat Asal Cina Naik 6 Bulan Terakhir
Baca Juga
Penurunan yang terjadi pada segmen bisnis hunian bagi ekspatriat, sebelumnya memang sudah diprediksi saat memasuki tahun 2016. Dimana pengaruh ekonomi global dan kondisi ekonomi di Indonesia juga menjadi salah satu pemicu terjadinya penurunan dalam bisnis hunian untuk para ekspatriat. Wajar jika pada akhirnya pemain yang ada di bisnis ini mencoba untuk mengubah strategi bisnisnya.
Advertisement
Ada dua hal yang mendasari mengapa hingga saat ini Jakarta Selatan masih menjadi lokasi favorit bagi para ekspatriat. Pertama tentu karena lokasinya yang cukup strategis sehingga memudahkan mobilisasi kemana-mana. Kedua banyaknya Sekolah Internasional yang cukup beragam sehingga memudahkan pilihan pendidikan bagi anak-anak para ekspatriat.
Namun dengan terjadinya perubahan tren pada bisnis hunian bagi ekspatriat, seperti Lippo Karawaci atau Bumi Serpong Damai (BSD) yang kini menjadi lokasi hunian alternatif jelas mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan kebutuhan hunian bagi para ekspatriat di Indonesia.
JIka sebelumnya mereka menyukai hunian yang berbentuk rumah, sehingga pilihan jatuh ke Jakarta Selatan, maka ketika Lippo Karawaci dan BSD menjadi second options, jelas hunian yang mereka tuju adalah jenis apartemen atau kondominium.
Dalam analisa yang disampaikan oleh Ferry Salanto, Senior Associate Director Research Collier International Indonesia kepada Rumah.com, terpilihnya Lippo Karawaci dan BSD dikarenakan harga sewa yang masih kompetitif, serta dekat dengan lokasi tempat mereka bekerja.
Dan dari analisa yang disampaikan oleh Collier International Indonesia memang terlihat ada beberapa perubahan tren yang terjadi pada bisnis hunian bagi ekspatriat di Indonesia.
Dasarnya adalah, sepanjang tahun 2016 banyak perusahaan asing yang mengurangi jumlah tenaga kerjanya yang berasal dari Negara-negara Barat dan menggantikannya dengan pekerja yang berasal dari Asia. Itu sebab, lanjut Ferry, tahun 2016 terjadi peningkatan jumlah eksekutif yang berasal dari Asia, terutama China.
Perubahan kedua justru terjadi pada sisi pelaku bisnis propertinya sendiri, yang bermain di sektor ekspatriat. Dimana tahun 2016 mereka mulai membangun hunian jenis townhouse untuk mengefisiensikan lahan yang mereka miliki.
Dengan hanya 20 unit, townhouse yang mereka bangun dilengkapi dengan fasilitas yang cukup lengkap seperti sarana fitnes hingga kolam renang. Sementara ruang tidurnya terdiri dari 3 atau 4 kamar dengan luas per unit 300 – 700 m2. Untuk kondisi seperti ini, harga yang ditawarkan oleh pengembang berada di kisaran USD2,500 – USD3,000 per bulan,
Dan dengan banyaknya hunian kosong yang ditinggal para ekspatriat karena ‘diminta meninggalkan Indonesia’, hal ini nampaknya menjadi opportunity market. Padahal kita tahu kondisi rumah tersebut sejatinya telah dibayar oleh perusahaan para ekspatriat tersebut.
Itulah sebabnya tidak jarang pemain dalam sektor ini akan menawarkan unit-unit rumah tersebut dengan harga yang relatif lebih murah. Sehingga ada 2 keuntungan yang bisa didapat dengan model seperti ini.
Bagi perusahaan yang mencari hunian akan mendapatkan harga sewa yang lebih murah karena mereka hanya melanjutkan dari kontrak sewa yang ada. Sementara bagi pelaku bisnis propertinya sendiri, mereka tidak akan kehilangan komisi yang seharusnya mereka terima karena kelangsungan sewanya masih tetap di pertahankan sekalipun dengan tenant yang berbeda.
Tertarik untuk memiliki hunian di sekitar kawasan Karawaci atau BSD? Simak aneka pilihannya di sini.
Foto: Rumah.com
Achmad Fachrezzy